Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jenis dan Macam Wawancara Beserta Penjelasannya

Jenis dan Macam Wawancara Beserta Penjelasannya - Seorang professor di Universitas Purdue, Charles Redding tahun 1987-an telah mengembangkan skema situasi suatu bentuk tradisional dan non-tradisional wawancara berdasarkan fungsinya.

Jenis Jenis dan Macam Macam Wawancara Beserta Penjelasannya_
image source: www.123rf.com

A. Bentuk Wawancara Tradisional

1. Wawancara Memberi Informasi

Kedua pihak yang mengambil peran dalam orientasi, pelatihan, pengarahan dan pembekalan terlibat dalam wawancara pemberian informasi yang tujuan utamanya adalah saling bertukar informasi secara akurat dan efektif.

Wawancara memberi informasi adalah bentuk wawancara sederhana, yang sekilas seperti bukan wawancara, karena pertanyaan dan jawaban yang muncul dalam proses sangat kecil peranannya, hanya sekedar bertukar fakta, data, laporan atau opini dari satu pihak ke pihak lain yang biasanya terlihat bias.

2. Wawancara Mengumpulkan Informasi

Kedua pihak yang mengambil peran dalam kegiatan survey, penelitian, investigasi, diagnostic, serta wawancara jurnalistik dan permintaan informasi. Dimana pewawancara memiliki tujuan utama untuk mendapatkan keakuratan dan kedalaman dari informasi yang dikumpulkan.

Pewawancara dapat menggali informasi yang berguna dan relevan dengan berbagai teknik variasi pertanyaan, serta mempersiapkan secara matang berbagai hal sebelum melakukan wawancara. Pewawancara juga harus peka terhadap respons langsung dari pihak yang diwawancara terkait perasaan, tindakan dan sikapnya yang muncul pada saat proses wawancara.

3. Wawancara Seleksi

Wawancara antara dua pihak, satu mengambil peran sebagai ‘perekrut’ yang sedang menseleksi calon potensial untuk menduduki suatu posisi dalam organisasi, dan lainnya sebagai ‘pelamar’ yang berusaha mendapatkan lowongan posisi tersebut.

Wawancara seleksi juga dapat dilakukan untuk kepentingan penempatan, dimana pewawancara berupaya menari pegawai yang tepat untuk suatu posisi dalam organisasi, seperti pada saat proses promosi atau restrukturisasi organisasi atau adanya penugasan yang baru.

4. Wawancara Meninjau Perilaku Responden

Kedua pihak yang fokus pada keahlian, prestasi, kemampuan atau sikap dan secara besama mengambil peran dalam penilan kerja yang dapat dilakukan secara incidental atau terjadwal. Tujuannya untuk melakukan evaluasi kinerja, dengan mempertahankan perilaku yan baik dan positif untuk menunjang pencapaian kinerja di masa depan.

Pewawancara menggali informasi berdasarkan fakta, data, laporan atau opini dari pegawai atau anggota organisasi terkait perilakunya dalam menunjang tercapai kinerja organisasi. Pewawancara dapat meekomendasikan ke pihak yang berwenang untuk memberikan ’reward’ dan sebaliknya merekomendasikan untuk diberikan ‘punishment’ / dipecat, atau dilakukan pembinaan terhadap pegawai atau anggota organisasi yang diwawancara sehubugan kinerja yang ditampilkannya.

5. Wawancara Meninjau Perilaku Pewawancara

Kedua pihak fokus mengambil peran dalam menilai kinerja atau sikap dari pribadi, lembaga atau organisasi pewawancara. Tujuan wawancara ini adalah untuk memperoleh informasi dan ‘feed back’ / masukan secara akurat dan efektif atas kinerjanya.

Wawancara dillakukan untuk menggali informasi, fakta, data, laporan dan opini yang muncul sebagai respons negative/keluhan atas pelayanaan yang diberikan, dengan begitu dapat disampaikan, saran, permintaan perbaikan/peningkatan pelayanan/kinerja yang akan datang.

6. Wawancara Persuasif

Wawancara antara dua pihak, dimana salah satu pihak mengambil peran untuk memperuasi/membujuk pihak lain agar menerima atau menolak pemikiran, perasaan atau perilakunya sesuai keinginan pihak pertama.

Wawancara ini dilakukan dengan tujuan untuk mengenali dan memahami kebutuhan pemikiran, perasaan dan perilaku responden, untuk kemudian dipengaruhinya agar dapat menerima dan berubah sesuai keinginan si pewawancara.

B. Bentuk Wawancara Non-Tradisional

1. Wawancara Kelompok Fokus

Wawancara yang terfokus pada kelompok diperkenalkan pada tahun 1930-an dan baru pada tahun 1940 dipergunakan untuk menganalisis pelatihan tentara dan film-film moral pada Perang Dunia ke II. Sejak 20 tahun terakhir bentuk wawancara ini dikembangkan untuk menggali informasi yang lebih kualitatif dalam bidang-bidang pemasaran, iklan, kampanye politik, manajemen, media dan penelitian akademis.

Wawancara kelompok fokus terdiri atas sekelompok kecil orang (5-12 orang) sebagai pihak yang diwawancara (nara sumber) dan pihak pewawancara (fasilitator) adalah orang yang sangat terampil untuk mengajukan suatu set pertanyaan yang sudah fokus disusun untuk menggali suatu topik tertentu. Hasil wawancara berupa pendapat, wawasan, opini atau respons responden atas topik yang ditanyakan, melalui apa yang didengar, dilihat langsung, maupun terekam secara cermat dan detail dalam audio-video yang digunakan.

Wawancara kelompok fokus ini menjadi unik karena melibatkan sejumlah orang sebagai responden yang saling berinteraksi dengan pewawancara, dimana dalam prosesnya akan dapat menghasilkan informasi, opini atau pendapat yang bervariasi dan berbeda apabila dilakukan dalam setuasi wawancara individual. Interaksi pada wawancara kelompok fokus mampu merubah persepsi, sikap, pendapat dan keputusan seseorang tentang sesuatu.

2. Wawancara Telepon

Sejak penemuan perangkat telepon sebagai salah satu sarana komunikasi, maka bentuk wawancara tidak lagi hanya dilakukan dengan tatap muka, karena dapat dilakukan melalui telepon sebagai wawancara dari telinga-ke-telinga. Wawancara telepon menjadi pilihan organisasi untuk melakukan penyaringan awal, penggalangan dana, ataupun jajak pendapat, karena lebih banyak menghemat waktu, dan biaya, serta efektif dan efisien untuk menjangkau banyak orang/responden di berbagai tempat dan wilayah geografis yang luas.

Kendala utama wawancara utama wawancara telepon adalah tidak adanya ‘kehadiran’ dua belah pihak, disamping kemungkinan adanya kendala teknis, seperti jaringan sinyal telepon yang kurang baik, sehingga suara tidak terdengar jelas atau bahkan terputus pada saat melakukan pembicaraan.

Mendengar melalui telepon, jelas berbeda dengan mendengarkan langsung dalam tatap muka. Pewawancara juga dapat mengobservasi responden, penampilan fisiknya, pakaian, gaya bicara, kontak mata, bahasa tubuh, dan sebagainya. Dengan begitu, pewawancara dapat memperoleh ‘data’ tentang responden lebih lengkap dan akurat melalui tatap muka. Meskipun begitu, dari berberapa hasil penelitian menunjukkan hasil yang kurang lebih seimbang terkait wawancara telepon ini. Sebagian responden dapat menerima wawancara telepon karena merasa ‘aman’ bila membicarakan issue-issue’ yang sensitive, sementara sebagian lainnya lagi merasa ‘tidak nyaman’ bila berkomunikasi tanpa tatap muka atau langsung melihat lawan bicaranya.

Pesatnya kemajuan teknologi auidio-video dua arah saat ini cukup mampu mengurangi kekhawatiran tidak tertangkapnya bahasa non-verbal dalam wawancara telepon. Telepon seluler yang sudah dilengkapi fitur-fitur dan aplikasi animasi video dapat langsung menghadirkan lawan bicara dalam telepon, meskipun tidak sesempurna kehadiran aslinya.

3. Wawancara Konferensi Video

Sejak akhir 1990-an, survey menunjukkan 82% perusahaan telah atau berencana menggunakan teknologi konferensi video dalam melakukan wawancara perekrutan pegawai, karena memungkinkan satu pihak melihat pihak lainnya, lebih murah serta dapat dilakukan secara massal dan global.

Meskipun konferensi video tampaknya akan sebaik ‘secara pribadi ada disana’, namun tetap saja ada perbedaan yang signifikan dengan wawancara tatap muka. Dimana sinyal visual kebanyakan hanya terbatas di bagian atas atau wajah dari responden atau sekelompok peserta dan para pihak, sehingga isyarat-isyarat non-verbal tidak terlihat dengan jelas. Belum lagi bila terjadi kendala teknis jaringan, terkait sinyal audio-video, atau systemnya, terkait durasi tampilan atau ada tidaknya system ‘pause’ ditengah proses wawancara.

Berdasarkan hasil suatu survey, mayoritas responden (88%) pewawancara bersedia menggunakan konferensi video untuk wawancara, sementara itu 76% dari mereka meyatakan lebih menyukai wawancara tatap muka. Wawancara ‘teleconference’ memerlukan perhatian khusus, responden harus menyiapkan diri untuk menjawab pertanyaan secara efektif dan efisien menginta durasi waktunya. Responden juga perlu memahami, bahwa gerakan tubuh bagian atas, gesture, kontak mata dan ekspresi wajah akan menjadi pusat perhatian, dan responden juga harus tetap menjaga pandangan mata kea rah kamera saat berbicara.

4. Wawancara E-Mail

Sejak diperkenalkannya internet, maka bentuk wawancara tidak lagi hanya dilakukan dengan tatap muka, telinga-ke telinga, karena dapat dilakukan dengan jari ketemu jari. Internet memungkinkan wawancara dilakukan, membuat pertanyaan, mengirimkan informasi dan sebaliknya menerima jawaban dan data maupun informasi yang diperlukan dari berbagai macam orang/responden, kapan saja (pagi, siang, malam) dari berbagai tempat dan wilayah geografis yang luas.

E-mail hanya akan menjadi proses komunikasi biasa dan bukan wawancara, bila tidak disertai interaksi yang nyata dan langsung antara dua pihak. Keberadaan kamera video pada computer yang dapat mengirimkan gambar dua pihaklah yang memungkinkan proses wawancara berlangsung dan menjadi keunggulan tersendiri karena penggunaan perangkat ‘note book’ yang lebih fleksibel, dapat dimana saja dan kapan saja digunakan.

Keengganan kedua pihak untuk menuliskan apa yang dipikirkan atau mau disampaikan, menjadi salah satu kendala teknis dalam wawancara E-mail ini, disamping keterbatasan layar monitor yang biasanya tidak terlalu besar dan cukup nyaman untuk ‘bertatap muka’. Hal lain adalah kesulitan untuk ‘memulai’-nya, karena tidak melihat responden secara utuh, sehingga kesulitan ‘membina ‘rapport’ dan membangun suasana yang kondusif untuk dilakukan proses wawancara.

5. Wawancara Virtual

Wawancara ‘virtual’ cukup menjadi perhatian belakangan ini, hanya saja makna dan penggunaannya masih tergantung pada persepsi masing-masing pihak untuk memaknai istilah tersebut yang kebanyakan menggunakan dukungan perangkat elektronik. Beberapa sumber/ahli menterjemahkan istilah tersebut dengan wawancara ‘praktek simulasi’, dimana dua pihak ‘diminta’ bermain peran seolah-olah bertatap muka menjalankan proses wawancara sesungguhnya.

Pada wawancara virtual, responden ‘tetap’ diminta tampil secara serius, memperhatikan pakaian, penampilan fisik, bahasa tubuh, kontak mata, etika dan merespons pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dengan jelas lancar dan percaya diri. Responden akan diberitahu bila ia berespons kurang tepat atau salah dan dijelaskan meengapa hal itu terjadi, sampai responden berhasil memberikan respon yang tepat sesuai harapan pewawancara.


Posting Komentar untuk "Jenis dan Macam Wawancara Beserta Penjelasannya"