Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Pengertian dan Sejarah Fisiologi Sebagai Bagian dari Psikologi

Pengertian dan Sejarah Fisiologi Sebagai Bagian dari Psikologi

Pengertian dan Sejarah Fisiologi Sebagai Bagian dari Psikologi - Psikologi adalah disiplin ilmu yang berfokus pada perilaku dan berbagai proses mental serta bagaimana perilaku dan berbagai proses mental ini dipengaruhi oleh kondisi mental organisme, dan lingkungan eksternal.

Pengertian dan Sejarah Fisiologi Sebagai Bagian dari Psikologi_
image source: cloudlearn.co.uk

MITOS: orang dengan gangguan kejiwaan karena gangguan jin.

Pengertian dan Sejarah Fisiologi Sebagai Bagian dari Psikologi 2_
Mitos
TRUTH: Psi (huruf besar Ψ, huruf kecil ψ; Yunani: Ψι Psi) huruf ke 23 dari alphabet yang ada di huruf yunani. Dalam bahasa yunani modern ataupun klasik gambar trisula ini merupakan kombinasi dari huruf /ps/, yang juga huruf pertama di dalam bahasa yunani “psuche” yang artinya pikiran atau jiwa.

Pengertian dan Sejarah Fisiologi Sebagai Bagian dari Psikologi 3_
Fakta
Sejarah Psikologi

Zaman Yunani

Filsafat sudah mempelajari gejala-gejala kejiwaan sejak 500-600 tahun SM.

Thales (624-548 SM), Thales sering disebut sebagai “Bapak filsafat”. Ia yakin bahwa jiwa dan hal-hal supernatural lainnya tidak ada, karena gejala sesuatu yang ada harus dapat diterangkan dengan gejala alam (natural phenomena) dan ia percaya bahwa segala sesuatu yang ada itu berasal dari air. Karena jiwa tidak mungkin berasala dari air, maka jiwa itu dianggapnya tidak ada.

Anaximander (610- 546 SM), dia mengatakan bahwa segala sesuatu berasal dari sesuatu yang tidak tentu.

Anaximenes (abad ke 6 SM): segala sesuatu berasal dari udara.

Empedocles (493-433 SM): ia mengatakan bahwa ada empat elemen dasar dalam alam semesta ini yaitu bumi atau tanah, udara, api dan air. Selai itu ia mengatakan bahwa manusia terdiri dari tulang, otot dan usus yang merupakan unsur dari tanah, sedangkan cairan tubuh adalah dari air. Fungsi rasio dan mental pada manusia dikatakan sebagai unsur api, sedangkan sebagai pendukung dari elemen-elemen atau fungsi hidup itu dikatakannya unsur udara.

Hipokrates (46- 375 SM) jiwa digolongkan menjadi empat tipe kepribadian: tipe sanguin- riang, tipe melankolis – murung, kolerik- cepat bereaksi, flegmatis- lamban.
  1. Sanguine: orang yang mempunyai kelebihan (terlalu banyak atau ekses) darah dan mempunyai tempramen penggembira.
  2. Melankolik: terlalu banyak sumsum hitam, bertempramen pemurung
  3. Kholerik: terlalu banyak sumsum kuning dalam tubuhnya, bertempempramen bersemangat dan gesit.
  4. Phlegmatik:terlalu banyak lendiri dalam tubuhnya dan bertempramen lamban.

Democritus (460- 370 SM): ia mempunyai pandangan bahwa seluruh realitas yang ada di dalam dunia ini terdiri dari partikel-partikel yang tidak dapat dibagi-bagi lagi yang kelak oleh Einstein akan diberin nama atom. Jiwa sebagai bagian dari realitas di dunia, menurut Dmeocritus harus pula terdiri dari semacam atom-atom. Cara berpikir Democritus ini adalah cara berpikir yang mengikuti prinsip-prinsip mekanistis dan materialistis. Pada masa beratus-ratus tahun sesudahnya, prinsip yang dianut Democritus ini masih diikuti oleh beberapa sarjana, antara lain oleh I.P. Pavlop serta J.B. Watson yang sama-sama berpendapat bahwa “atom” dari jiwa itu adalah refleks-refleks.

3 Serangkai: Sokrates (469- 399 SM), Plato (427- 347 SM), dan Aristoteles (384- 322 SM):

1. Sokrates (469-399 SM): pandangna Socrates yang terpenting adalah bahwa pada diri setiap manusia terpendam jawaban mengenai berbagai persoalan dalam dunia nyata. Karena itu setiap orang sesungguhnya bisa menjawab semua persoalan yang dihadapinya. Masalahnya adalah pada orang-orang itu, kebanyakan mereka tidak menyadari bahwa dalam dirinya terpendam jawaban bagi persoalan-persoalan yang dihadapinya. Karena itu menurut Socrates, perlu ada orang lain yang ikut mendorong mengeluarkan ide-ide atau jawaban-jawaban yang masih terpendam itu. Dengan perkataan lain perlu semacam “bidan” untuk membantu kelahiran sang ide dari dalam kalbu manusia. Maka pekerjaan Socrates sehari-hari adalah berjalan-jalan di tengah kota, berkeliling di pasar-pasar untuk berbicara dengan semua orang yang dijumpai untuk menggali jawaban-jawaban terpendam mengenai berbagai persoalan. Dengan metode tanya jawab yang disebut Metode Sokratis ini akan timbul pengertian yang disebut maieutics (menarik keluar seperti yang dilakukan bidan). Pengertian tentang diri sendiri ini menurut Socrates sangat penting buat tiap-tiap manusia. Adalah kewajiban setiap orang untuk mengetahui dirinya sendiri terlebih dahulu kalau ia ingin mengerti tentang hal-hal lain di luar dirinya. Ia mempunyai semboyan “belajar yang sesungguhnya pada manusia adalah belajar tentang manusia”

Maieutics in pada tahun 1943 dikembangkan oleh Carl R. Rogers menjadi teknik dalam psikoterapi yang disebut Teknik Non-Direktif dimana psikolog atau terapis berusaha menggali persoalan-persoalan pasien sedemikian rupa sehingga pasien menyadari sendiri persoalan-persoalannya itu tanpa terlalu diarahkan oleh psikolog atau psikoerapis.

2. Plato (427- 247 SM): Dia adalah seorang penganut dualisme yang sebenar-benarnya. Plato mengatakan bahwa dunia kejiwaan berisi ide-ide yang berdiri sendiri dan terlepas dari pengalaman hidup sehari-hari. Hal ini terutama terdapat pada orang dewasa dan kaum intelektual. Pada orang dewasa dan intelektual, orang dapat membedakan mana yang jiwa dan mana yang badan. Tetapi pada anak-anak jiwa masih bercampur dengna badan, belum dapat dipisahkan ide dari benda-benda yang konkrit. Jiwa yang berisi ide-ide ini oleh plato diberi nama “psyche”. Menurt Plato Psycho terdiri dari 3 bagian:
  1. logisticon (akal)—kepala, 
  2. rasa (theumeticon)—dada
  3. kehendak (abdomen)—perut.

Pembagian psyche ke dalam tiga bagian ini disebut trichotomi dari plato. Selanjutnya plato mengatakan pula bahwa pembagian psyche ke dalam tiga bagian itu ada hubungannya dengna pembagian kelas dalam masyarakat. Dalam bukunya republic, Plato mengatkan bahwa masyarakat terbagi dalam tiga kelas, yaitu:
  • Filusuf, yang mempunyai fungsi berpikir dalam masyarakat.
  • Serdadu, yang mempunyai fungsi berperang untuk memenuhi dorongna-dorongan dan kehendak-kehendak masyarakat terhadap bangsa lain.
  • Pekerja, yang fungsinya bekerja untuk memenuhi keinginan keinginan masyarakat akan pakaian, makanan dan sebagainya, guna memenuhi kebutuhan sehari-hari

Bagi plato dari ketiga psyche itu, fungsi berpikirlah yang terpenting. Keadaan jiwa seseorang dan arah perkembangan jiwa orang itu dipengaruhi terutama sekali oleh fungsi berpikir orang yang bersangkutan. Dalam masyarakat pun para filusuflah yang paling menentukan keadaan dan arah perkembangan masyarakat tersebut. Karena pendapatnya itu, plato sering disebut sebagai seorang rasionalis atau penganut paham rasionalisme, yaitu paham yang mementingkan rasio (akal) di atas fungsi-fungsi kejiwaan yang lain.

Selain dari itu, plato juga yakin bahwa tiap-tiap orang sudah ditetapkan sejak lahirnya status atau kedudukannya kelak dalam masyarakat. Apakah seseorang itu akan menjadi filusuf, serdadu atau pekerja, sudah tertulis sejak lahirnya. Dalam hubungan ini Plato dapat dikatakan berpaham determinisme atau nativisme. Dengan demikian, sekaligus ia percaya bahwa tiap orang dilahirkan dengan kekhususuan sendiri, manusia dilahirkan tidak sama, sehingga ia dapat pula dikatakan sebagai tokoh pemula dari paham “individual difference”, yaitu paham yang mengatakan bahwa manusia itu berbeda dengan manusia lainnya. Kelak pada masa perkembangan psikologi yang sudah lebih lanjut, paham “individual difference” akan membawa para sarjana ke arah yang ditemukannya alat-alat pemeriksaan psikologis. Akhirnya, mengenai plato ini perlu dikemukakan bahwa ia dalah murid dan pengikut setia dari Socrates, sehingga banyak pengaruh pandangan-pandangan gurunya itu pada pikirna-pikiran plato.

3. Aristoteles: Aristoteles adalah murid Plato yang kemudian terkenal dengan pikiran-pikirannya sendiir yang berbeda dari gurunya. Kalau Plato adalah seorang rasionalis yang percaya bahwa segala sesuatu bermula dari rasio, dari ide-ide yang dihasilkan oleh rasio itu, Aristoteles berkeyakinna, bahwa segala sesuatu yang berbentu kejiwaan form harus menempati suatu wujud. Wujud ini pada hakikatnya merupakan pernyataan atau ekspresi dari jiwa. Hanya Tuhanlah satu-satunya tanpa wujud. Tuhan adalah form saja tanpa matter. Dengan pandangna ini Aristoteles sering disebut sebagai penganut paham empirisme, karena menurut pendapatnya segala sesuatu harus bertitik tolak dari realita, yaitu dari matter. “Matter” yang dapat diketahui melalui pengamatan atau pengalaman empiris merupakan sumber utama dari pengetahuan. Dengan pendaptnya ini, ia sering disebut sebagai “Bapak Psikologi”. Pandangan-pandangan dan teori-teori Aristoteles tentang psikologi dapat ditemui dalam bukunya yang terkenal dengan De Anima yang terdiri dari delapan jilid yang sesungguhnya adalah buku tentang ilmu hewan komparatif dan biologi.

Dalam buku ini ia mengatakan bahwa setiap benda di dunia ini mempunyai dorongan untuk tumbuh dan menjadi sesuatu sesuai dengan tujuan yang sudah terkandung dalam benda itu sendiri. Sebutir biji jagung misalnya, mempunyai tujuan dan dorongan tumbuh menjadi pohon jagung. Dengan demikian kalau biji itu ditanam dan dipelihara baik-baik maka biji itu akan menjadi pohon jagung. Aristoteles jadinya adalah seorang penganut pahamteleologi. Selanjutnya Aristoteles membedakan apa yang disebutnya “hule” dan “morphe”I.”Hule” atau “ noes phateticos” adalah yang terbentuk, sedangkan “morphe” atau “noes poeticos” adalah yang membentuk. Benda alam tidak tumbuh dan berkembang begitu saja, tetapi menjadi atau diperkembangkan menjadi sesuatu. Maka sebelum tanda itu berwujud, benda itu berupa kemungkinan.

Berbicara mengenai “form”, Aristoteles membedakan tiga macam “form”, Aristoteles membedakan “form”, yaitu plant yang mengontrol fungsi-fungsi vegetatif, animal yang dapt dilihat dalam fungsi-fungsi seperti mengingat, mengharap, persepsi dan sebagainya, dan rasional. Rasional inilah yang memungkinkan manusia melakukan penalaran dan membentuk konsep-konsep. Khususnya pada manusia dorongan tumbuhi ini berbentuk dorongan untuk merealisasi diri yang disebut entelechi. Menurut Aristoteles fungsi dari jiwa dibagi dua yaitu kemampuan untuk mengenal dan kemampuan untuk berkehendak. Pandangan ini dikenal sebagai “dikotomi”.

Dari Filosofi ke keyakinan:
  • Al-Farabi (872-950): kebahagiaan manusia tidak bisa dicapai dengan isolasi. Idenya hampir sama dengan Aristoteles, Alfarabi menyatakan bahwa jiwa ada yang nurtitif, sensitive dan apetite (sama seperti binatang)

Zaman Renaisan:

1. Francis Bacon (1561-1626): di tengah-tengah lahirnya kembali kebudayaan Eropa abad ke 14, Francis Bacon muncul dengan konsep-konsep penting bagi psikologi yaitu ia menolak pandangan rasionalistis yang menganngap bahwa rasiolah yang penting dalam ilmu pengetahuan. Sebaliknya ia juga menolak anggapan Aristoteles bahwa materilah yang penting dan bahwa dalam tiap materi sudah terdapat potensi yang tak dapat diubah-ubah lagi, sehingga tiap materi mempunyai kebenarannya sendiri. Ia mengemukakan metode induktif dalam ilmu pengetahuan, yaitu suatu metode untuk mencari kebernaran yang umum dengna mempelajari beberapa hal atau sejumlah hal yang khusus. Hanya dengan metode induktif inilah ilmu pengetahuan dapat mencapai kebenaran objektif, sedangkan selama 25 abad sebelumnya para sarjana menurut Bacon hanya berspekulasi saja dalam ilmu sehingga steril, tidak dapat memperoleh kemajuan-kemajuan dalam pengetahuan yang berarti. Bukunya Novum Organum Scientiarium (1620) merupakan pernyataan kebebasan kaum empiris dari kungkungan metode yang rasionalitas. Untuk itu ia mengingatkan bahwa agar seorang sarjana dapat dikatakan sebagai empiris sejati dan sebelum ia dapat menggunakan metode induktif, ia harus membebaskan diri terlebih dahulu dari beberapa macam prasangka atau idola. Ada empat idola yang harus dihindari menurut Bacon, yaitu:
  • Idola Tribus, yaitu idola yang terdapat pada suaut suku bangsa (tribe). Idola ini dapat menimbulkan kepercayaan bahwa sukunya sendirilah yang benar atau nenek moyang atau orang tua sendirilah yang benar.
  • Idola Fori, yaitu idola yang timbul di pasar-pasar, sebagai akibat pergaulan dengna orang banyak di mana istilah-istilah dan konsep-konsep tidak didefinisikan dengan cermat dan tepat.
  • Idola Specus, yaitu idola yang timbul karena adanya dorongan-dorongan dalam diri sendiri untuk mengamati sesuatu secara keliru, kecenderungna subjektivisme, sehingga mengakibatkan terjadinya kesimpulan-kesimpulan dan penalaran –penalaran ayng salah mengenai sesuatu.
  • Idola Theatri, yaitu idola yang disebabkan oleh metode-metode yang tidak tepat digunakan dalam ilmu pengetahuan atau yang digunakan oleh ahli-ahli filsafat yang kurang dapat dipercaya, sehingga dapat menyebabkan timbulnya padangna yang keliru mengenai sesuatu.

2. Rene Descartes (1596-1650) filusuf perancis: “Cogito ergo sum”- saya berpikir maka saya ada). Ia adalah seorang ahli matematika, ahli ilmu faal dan ahli filsafat yang mempunyai perhatian besar terhadap gejala kejiwaan. Konsepnya tentang psikologi adalha: ilmu yang mempelajarikesadaran. Jadi kesadaran adalah faktor yang paling menentukan dalam psikologinya Descartes. Karena itu sampai sekarang aliran-aliran psikologi mementingkan kesadaran disebut sebagai Psikologi Cartian.

Tokoh yang cukup penting dalm sejarah psikologi ini menerangkan tingkah laku hewan dalam prinsip-prinsip mekanistis. Ia mengemukakan konsep “reflex arc” untuk menerangkan semua tingkah laku pada hewan dan sebagian besar tingkah laku pada manusia. Dikatakannya bahwa hewan dan sering kali juga manusia bereaksi terhadap rangsangan yang datang dari lingkungnanya atas dasar prinsip refleks. Suatu rangsangan yang datang dari lingkungna diterima oleh alat indera dan disalurkan melalui salurans yaraf tertentu ke otak dan otak mengolah impuls yang masuk itu untuk kemudian memberi instruks-instruksi kepada otot-otot anggota tubh melalui saluran-saluran syaraf pula, agar anggota-anggota tubuh itu membuat gerakan-gerakan yang sudah ditentukan.

Pada awal abad ke 20, di Amerika Serikat ada seorang sarjana J.B. Watson yang menganut konsep “reflex arc” ini sepenuhnya pada manusia, yaitu ia percaya bahwa tingkah laku manusia sebenarnya tidak lain dari jalinan refleks-refleks ini belaka. Tetapi Descartes sendiri pada masanya tidak berpikiran seekstrem itu. Ia justru berpendapat bahwa tingkah laku manusia berbeda dari tingkah laku hewan. Meskipun manusia dalam tingkah lakunya juga tunduk pada hukum-hukum mekanis sampai pada taraf-taraf tertentu, manusia masih mempunyai kebebasan memilih. Dan kebebasan memilih inilah yang tidak ada pada hewan. Karena adanya kebebasan memilih inilah, maka manusia dapat melakukan sebuah tingkah laku yang mandiri, padahal hewan dalam tingkahl akunya selalu tergantun pada situasi atau rangsangan yang datang dari lingkungan. Dalam pemilihan yang dilakukan manusia, maka akallha yang penting. Demikian pendapt Descartes. Karena itu Descartes juga disebut penganut paham rasionalisme.

Sebagai penganut rasionalisme ayng terlalu yakin akan ajarannya, maka Descartes hanya yakin akan adanya dirinya sendiri, karena satu-satunya yang ia ketahui adlaah pikirannya sendiri. Ia memang melihat benda-benda lain, orang lain, tetapi apakah mereka itu juga berpikir seperti dirinya sendiri? Inilah yang tidak diketahui dengan pasti oleh Descartes. Dengan perkataan lain, ia meragukan semua hal di luar dirinya, maka Descartes disebut juga sebagai penganut faham skeptisme.

3. Thomas Hobbes (1588-1679): tokoh empirisme dan asosiasionisme dari Inggris yang terkenal ini mengemukakan teori mekanis dalam psikologi. Semboyannya yang terkenal adalah: all that exists is matter, all that occurs is motion” (segala yang ada adalah wujud; segalanya yang muncul adalah gerak). Dalam teori mekanisnya ia membedakan antara dasar dan tujuan dari tingkah laku. Dua motivasi dasar dari tingkah laku adalah selera atau nafsu untuk mendekati sesuatu dan kecenderungna untuk membenci atau meninggalkan sesuatu. Di lain pihak, tujuan tingkah laku adalah memenuhi kepentingan diri sendiri. Dikatakan olehHObbes bahwa pada hakikatnya semua orang bersifat selfish yang mementingkah diri sendiri, dalam rangka melindungi kepentingan diri sendiri inilah justru manusia terpaksa mengakui hak-hak orang lain.

4. George Berkeley (1685-1753) filusuf inggris:Yang terpenting adalah penginderaan bukan kesadaran atau rasio. Segala sesuatu berawal dari penginderaan, rasio hanya mengikuti apa yang diserap oleh penginderaan.


Open Comments