Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Pengertian Psikologi Sosial Serta Ruang Lingkup dan Metodenya

Pengertian Psikologi Sosial Serta Ruang Lingkup dan Metodenya

Pengertian Psikologi Sosial Serta Ruang Lingkup dan Metodenya - Apakah yang dimaksud dengan psikologi sosial? Jawabannya mudah, tentu saja psikologi sosial adalah psikologi dalam konteks sosial. Psikologi, seperti yang telah kita ketahui, adalah ilmu tentang perilaku, sedangkan sosial di sini berarti interaksi antarindividu atau antar kelompok dalam masyarakat. Jadi psikologi sosial adalah psikologi yang dapat diterapkan dalam konteks keluarga, sekolah, teman, kantor, politik, negara, lingkungan, organisasi dan sebagainya. Dengan demikian, psikologi sosial sangat bermanfaat dalam membantu praktik psikologi klinis, psikologi anak, psikologi industri dan organisasi, psikologi pendidikan, psikologi olahraga, psikologi criminal, psikologi pemasaran dan berbagai cabang psikologi terapan lainnya.

Walaupun demikian, sebelumnya kita melanjutkan, mari kita simak dulu beberapa definisi yang diberikan oleh beberapa pakar psikologi sosial. Dari berbagai definisi tersebut akan terlihat bahwa tidak mudah untuk mencapai kesepakatan dalam pendefinisian karena masing-masing pakar menekankan pada aspek yang berbeda dalam merumuskan definisinya.

Pengertian Psikologi Sosial Serta Ruang Lingkup dan Metodenya_
image source: www.psychologytoday.com

1. Menurut Sherif & Muzfer (1956), psikologi adalah ilmu tentang pengalaman dan perilaku individu dalam kaitannya dengan situasi stimulus sosial. Dalam definisi ini, stimulus sosial diartikan bukan hanya manusia, tetapi juga benda-benda dan hal-hal lain yang diberikan makna sosial. Misalnya, sebuah mobil bertanda Palang Merah tidak boleh diserang dalam medan pertempuran atau celana renang wajar dipakai saat berada di kolam renang, tetapi tidak pantas untuk dipakai di masjid atau sekolah. Di Ho Chi Minh City, rakyat Vietnam berduyun-duyun setiap hari untuk member hormat kepada jenazah pemimpin besar revolusi mereka, Ho Chi Minh, tetapi para turis hanya bersikap ingin tahu bagaimana caranya jenazah yang sudah bertahun-tahun tidak bernyawa masih tetap segar seperti orang sedang tidur saja.

2. Menurut Allport (1968), psikologi sosial adalah upaya untuk memahami dan menjelaskan bagaimana pikiran, perasaan dan perilaku individu terpengaruh oleh kehadiran orang lain. Pengaruh tersebut dapat bersifat actual, dalam imajinasi, maupun secara tidak langsung. Definisi ini tidak mementingkan stimulus (rangsangan dari luar), melainkan berusaha memahami apa yang terjadi dalam pikiran seseorang ketika ia terkena stimulus tertentu dan perasaan serta perilaku apa yang akan timbul setelah itu.

3. Menurut Shaw dan Constanzo (1970), psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku individu sebagai fungsi stimulus-stimulus sosial. Definisi ini tidak menekankan stimulus ekstenal maupun proses internal, melainkan mementingkan hubungan timbal balik antara keduanya. Stimulus diberi makna tertentu oleh manusia dan selanjutnya manusia bereaksi sesuai dengan makna yang diberikannya itu. Misalnya, pantai Ancol dulu adalah tempat yang sama sekali tidak menarik. Akan tetapi, setelah Ir. Ciputra menyulapnya menjadi tempat rekreasi, Ancol menjadi tempat rekreasi yang popular.

4. Menurun Baron & Byrne (2006), psikologi sosial adalah bidang ilmu yang mencari pemahaman tentang asal mula dan penyebab terjadinya pikiran serta perilaku individu dalam situasi-situasi sosial. Definisi ini menekankan pada pentingnya pemahaman terhadap asal mula dan penyebab terjadinya perilaku dan pikiran.

Batasan dan Ruang Lingkup

Setelah kita dirumitkan oleh definisi yang memang sulit untuk dicari titik temunya, marilah kita melangkah ke objek studi dan terapan dari psikologi sosial serta kaitannya dengan ilmu-ilmu lain. Boleh jadi kita akan lebih mudah untuk memahami apa batas dan ruang lingkup psikologi sosial daripada kita berkutat mencari kesepakatan definisi. Batasan dan ruang lingkup psikologi sosial adalah sebagai berikut :
  1. Psikologi sosial mempelajari perilaku manusia, bukan perilaku hewan karena hewan tidak mempunyai interaksi seperti yang ada pada manusia (misalnya bahasa, norma dan sebagainya)
  2. Perilaku itu haruslah yang teramati dan terukur, bisa berupa aktivitas motorik yang besar (misalnya meloncat), bisa juga kecil (misalnya gerakan mengangkat alis), bicara atau menulis.
  3. Sebagai konsekuensi dari objek studi yang teramati dan terukur, psikologi sosial harus bisa diverifikasi oleh siapa saja (publicly verifiable), walaupun tentu saja maknanya sangat bergantung pada perspektif teori, latar belakang budaya dan intepretasi pribadi.
  4. Psikologi sosial tidak mempelajari perilaku yang tidak kasat mata dan tidak terukur- beriman, kejujuran, bersifat culas, berjiwa besar, berideologi Pancasila dan sebagainya, harus tetap terukur dan disimpulkan (inferred) dari perilaku yang kasat mata.
  5. Dengan demikian, psikologi sosial menghubungkan aspek-aspek psikologi sosial dari perilaku sosial dengan proses dan struktur kognitif yang lebih mendasar. Ilmu ini juga terkait dengan sosiologi, antropologi, budaya, lunguistik, psikologi kognitif dan neurosains (ilmu syaraf). Walaupun demikian, ilmu ini tetap merupakan bidang ilmu yang “distinctive” (khas, lain dari yang lain).

Pengertian Psikologi Sosial Serta Ruang Lingkup dan Metodenya 2_

Jadi, apa yang membedakan psikologi sosial dari ilmu lainnya? Faktor yang membedakan psikologi sosial dari disiplin ilmu yang lain adalah kombinasi antara apa yang dipelajarinya, bagaimana mempelajarinya dan tingkat analisisnya.

Tingkat Analisis Psikologi Sosial

Dalam menjawab gejela psikologis, khususnya psikologi sosial, peneliti perlu memperhatikan sampai dimana tingkatan analisisnya. Tentunya, hal ini biasanya terkait dengan isu-isu yang dikerjakan. Menurut Vaughan dan Hogg (2002), dalam psikologi sosial setidaknya dikenal empat tingkatan analisis :
  1. Intrapersonal
  2. Interpersonal dan situasional
  3. Posisional
  4. Ideologis


Intrapersonal
Proses psikologis yang terjadi di dalam diri terhadap pengorganisasian pengalamannya dalam lingkungan sosial. Hal ini bisa terlihat pada penelitian tentang keseimbangan kognitif (cognitive balance) dan skema kognitif.

Interpersonal dan situasional
Analisis ini dilakukan pada interaksi antarindividu dalam situasi tertentu. Faktor-faktor possisional di luar faktor situasi tidak perlu diperhatikan. Objek penelitiannya adalah satu situasi dan kondisi yang terjadi pada masing-masing individu. Penelitian yang memperlihatkan analisis ini adalah atribusi dan penggunaan matriks permainan.

Posisional
Analisis yang dilakukan terhadap interaksi antarindividu dala situasi tertentu. Hal yang perlu diperhatikan adalah peran dari posisi sosial yang ada (misalnya status, identitas). Gejalanya bisa terlihat pada penelitian-penelitian bertema kekuasaan (power) dan identitas sosial.

Ideologis
Analisis interaksi antarindividu yang mempertimbangkan keyakinan sosial dan hubungan sosial antarkelompok. Hal ini bisa terlihat pada kasus representasi sosial, identitas sosial, pengaruh dari kelompok minoritas serta peran kebudayaan dan norma.

Topik-topik yang dibahas dalam psikologi sosial antara lain konformitas, persuasi, kekuasaan, pengaruh, ketaatan, prasangka, diskriminasi, stereotip, seksisme, rasisme, agresi, kelompok kecil, hubungan antarkelompok, perilaku kelompok, konflik sosial, kepemimpinan, komunikasi, bahasa, pembuatan keputusan, frustasi, keluaga, cinta, dan masih banyak lagi. Sangat bervariasi bukan? Akan tetapi, topic-topik tersebut bukan monopoli psikologi sosial. Kesalahan penekanan bisa mengubah psikologi sosial menjadi sosiologi, ilmu komunikasi atau yang lainnya. Kita dapat mengambil contoh, misalnya penelitian tentang konflik antar etnik di Kalimantan Barat. Psikologi sosial meninjaunya sebagai gejala prasangka atau stereotip (Sarwono, 1999; Prawasti, 1999), tetapi sosiologi bisa melihatnya sebagai hubungan yang tidak adil dalam pembagian rezeki yang terbatas, dan ilmu komunikasi bisa melihatnya dari sudut hambatan komunikasi sebagai dampak dari kendala bahasa serta budaya dan seterusnya. Oleh karena itu, untuk tetapi berada dalam pakem psikologi sosial, kita tetap harus mengacu kepada paradigm yang paling dasar, yaitu bahwa psikologi sosial mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungan sosialnya.

Metode Psikologi Sosial

Seperti ilmu pengetahuan lainnya, semua kumpulan pengetahuan dalam ilmu itu harus sudah teruji secara empiris. Bukti pengujian itu harus dipublikasikan dalam publikasi ilmiah (jurnal, seminar ilmiahm laporan penelitian, buku dan sebagainya) serta diakui secara metodologis oleh peer group dalam cabang ilmu yang bersangkutan. Sah secara metodologis tidak berarti harus benar karena temuan yang dianggap benar hari ini, boleh saja dianggap salah oleh temuan selanjutnya. Itulah ciri ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, ilmu itu sangat ampuh dan tidak tergoyahkan. Ilmuwan boleh digantung (Gallilei Galileo) atau disuruh minum racun (Socrates), tetapi ilmunya jalan terus sampai hari ini.

Seperti ilmu lainnya, metode psikologi sosial dimulai dengan dugaan berdasarkan pengalaman. Sebagai contoh, pada tahun 1961 Stenley Milgram terdorong untuk membuat penelitian tentang ketaatan pada perintah (obedience) hanya beberapa bulan setelah dimulainya pengadilan terhadap perwira NAZI Jerman, Adolf Eichman (yang bertanggung jawab atas pembunuhan jutaan orang Yahudi Jerman) di Israel. Dia tidak percaya bahwa kekejaman itu disebabkan oleh tipe kepribadian yang sadistic. Oleh karena itu, ia mengembangkan hipotesis bahwa faktor penyebabnya adalah adanya kecenderungan pada setiap orang untuk taat pada atasannya.

Pengertian Psikologi Sosial Serta Ruang Lingkup dan Metodenya 3_

Hipotesis ini diuji secara empiris dalam laboratorium dan ia menemukan hasil yang mengkonfirmasi hipotesisnya dan membuat hipotesis tehadap teorinya meningkat. Eksperiman Milgram bukan hanya banyak dikutip, tetapi juga sangat sering direplikasi


Sebaliknya, apabila terjadi diskonfirmasi, perlu dilakukan modifikasi teori dan pengujian ulang. Pengujian tersebut dapat dilakukan berulang-ulang sampai akhirnya terjadi konfirmasi yang mengukuhkan teori. Bila teori tidak terkonfirmasi, maka kepercayaan pada teori itu akan merosot dan akhirnya menghilang. Salah satu teori yang sulit sekali dikonfirmasi bahkan diverifikasi adalah teori Psikoanalisis Sigmund Freud. Teori ini pernah menjadi grand theory, pada masa keemasannya dulu (era tahun 1890-1910) di Jerman dan Austria. Teori ini menggunakan konsep-konsep yang tidak bisa diukur (seperti unconsciousness, super-ego, id, libido, dan oedipus complex), meotde yang tidak bisa diverifikasi (seperti analisis mimpi), tidak berlaku lintas budaya dan sukar digali dari manusia-manusia normal (Freud menggunakan pasien-pasien gangguan jiwa untuk menyusun teorinya). Oleh karena itu, teori dan metode turunannya (termasuk tes proyeksi sebagai alat psikodiagnostik) makin lama makin ditinggalkan. Pada awalnya, Freud tidak menyerah begitu saja pada kritik Freud memecat muridnya yang paling setia, Carl Gustav Jung, yang diproyeksikan untuk menggantikannya sebagai Ketua Asosiasi Psikoanalisis Internasional, karena penyampaian kritik terhadap teorinya (Psikoanalisis Klasik) dan lebih memilih mengembangkan teorinya sendiri (Neo-psikoanalisis (Sarwono, 1980). Hal inilah yang dinamakan confirmation bias (pembenaran diri sendiri) dari cara berpikir yang non-ilmiah.

Metode laboratorium seperti yang dilakukan oleh Milgram adalah salah satu metode dalam psikologi sosial. Metode ini ampuh karena hasilnya tajam sekali dalam membuktikan sesuatu. Intinya, semua variable (faktor) yang diduga akan berpengaruh pada penelitian dengan sengaja dikontrol ketat di laboratorium.

Namun tidak semua penelitian bisa dilakukan di laboratorium. Misalnya, survey jajak pendapat jelang pemilu tidak mungkin dilakukan di laboratorim, bagitu pula penelitian tentang sidrom trauma pascabencana atau proses islah korban peristiwa Tanjung Priok (Muluk, 2004). Kejadian-kejadian seperti ini harus diteliti langsung di lapangan. Metodenya bisa menggunakan observasi, wawancara, kuesioner, menggunakan metode kualitatif atau kuantitatif dengan sampel acak, non-acak atau studi kasus. Intinya, semua bisa dilakukan asalkan sesuai dengan prosedur penelitian baku.

Sebagai penutup, perlu disampaikan bahwa menyangkut hak asasi manusia, peneliti psikologi sosial harus sangat berhati-hati dan selalu menegakkan etika penelitian, yaitu :
  • Tidak boleh membahayakan secara fisik
  • Hindari pelanggaran adat/kebiasaan/kepercayaan/agama setempat
  • Hormati HAM (termasuk hak asasi anak dan perempuan)
  • Hati-hati dalam menggunakan “desepsi”, pergunakan informed consent dan laksanakan debriefing.

Misalnya, penelitian Milgram sudah menggunakan informed consent (penyataan sukarela dari subjek yang diteliti) dan sudah melaksanakan debriefing (klarifikasi sesudah eksperimen bahwa semua tadi hanya pura-pura) untuk meredakan emosi negative yang timbul pada subjek. Akan tetapi, itupun masih menimbulkan protes dari banyak pihak karena dianggap melanggar HAM, sehingga replikasi eksperimen Milgram pada saat ini sudah dinyatakan terlarang.

Kesimpulan

Dari bagian ini sudah kita pelajari bahwa psikologi sosial bukan sebuah takhayul, klenik, atau sekedar permainan akal sehat atau rasio saja. Psikologi sosial adalah ilmu yang berisi kumpulan informasi dan teorinya sudah teruji melalui metode penelitian baku yang ketat. Oleh karena itu, psikologi sosial mempunyai kemampuan deskripsi, prediksi, serta intervensi yang tajam dan terukur, serta karenanya juga ampuh.

Psikologi sosial terkait dengan banyak ilmu lain, tetapi tetap mempunyai ciri khas, yaitu bahwa ilmu ini khususnya mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan lingkungan sosial. Perkembangannya di Indonesia berjalan seiring dengan perkembangan yang terjadi di luar negeri.


Open Comments