Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Teori Psikologi Sosial Menurut Para Ahli Serta Contohnya

Teori Psikologi Sosial Menurut Para Ahli Serta Contohnya - Psikologi sosial adalah suatu studi tentang hubungan antara manusia dan kelompok. Para ahli dalam bidang interdisipliner ini pada umumnya adalah para ahli psikologi atau sosiologi, walaupun semua ahli psikologi sosial menggunakan baik individu maupun kelompok sebagai unit analisis mereka.

Psikologi sosial sempat dianggap tidak memiliki peranan penting, tapi kini hal itu mulai berubah. Dalam psikologi modern, psikologi sosial mendapat posisi yang penting. psikologi sosial telah memberikan pencerahan bagaimana pikiran manusia berfungsi dan memperkaya jiwa dari masyarakat kita. Melalui berbagai penelitian laboratorium dan lapangan yang dilakukan secara sistematis, para psikolog sosial telah menunjukkan bahwa untuk dapat memahami perilaku manusia, kita harus mengenali bagaimana peranan situasi, permasalahan, dan budaya.

Walaupun terdapat banyak kesamaan, para ahli riset dalam bidang psikologi dan sosiologi cenderung memiliki perbedaan dalam hal tujuan, pendekatan, metode dan terminologi mereka. Mereka juga lebih menyukai jurnal akademik dan masyarakat profesional yang berbeda. Periode kolaborasi yang paling utama antara para ahli sosiologi dan psikologi berlangsung pada tahun-tahun tak lama setelah Perang Dunia II. Walaupun ada peningkatan dalam hal isolasi dan spesialisasi dalam beberapa tahun terakhir, hingga tingkat tertentu masih terdapat tumpang tindih dan pengaruh di antara kedua disiplin ilmu tersebut.

Teori Psikologi Sosial Menurut Para Ahli Serta Contohnya_
image source: carleton.ca

1. TEORI PSIKOANALISIS

Pandangan Psikoanalisis

1. Sigmund Frued (1856-1939)

Sigmund Freud adalah tokoh pertama dan utama dari aliran psikoanalisis. Menurut Freud, dasar perilaku adalah insting (inborn motives) yang bertempat dalam alam ketidaksadaran. Ketidaksadaran adalah ciri utama psikoanalisis, khususnya yang diajarkan oleh Freud sendiri, yang membedakannya dari teori-teori psikologi lain.

Ada dua jenis insting atau naluri, yaitu “eros” (naluri kehidupan untuk mempertahankan kelangsungan kehidupan individu atau species) dan “tatanos” (naluri kematian, dorongan untuk menghancurkan yang ada pada setiap manusia dan dinyatakan dalam perkelahian, pembunuhan, perang, sadism dan sebagainya).

Akan tetapi, Freud sendiri menjelaskan bahwa tidak semua naluri tercetus menjadi perilaku.Naluri (seks atau agresi) yang selalu bertentangan dengan norma-norma.Oleh karena itu, ada mekanisme dalam jiwa atau kepribadian manusia yang mengendalikan naluri itu.

Menurut Freud ada tiga komponen dalam kepribadian. Id yang selalu berprinsip mau memenuhi kesenangannya sendiri., termasuk didalamnya naluri seks dan agresifitas, ego yang selalu berorientasi pada kenyataan dan super-ego yang selalu berpatokan pada norma-norma yang baku (moral standar).

Pembentukan nilai-nilai dari super-ego ini terjadi pada masa kanak-kanak. Salah satunya adalah terjadi apda usia 3-6, yaitu ketika anak sedang dalam tahap phallic dalam perkembangan psiko-seksualnya. Dalam proses Oedipus complex tersebut anak secara naluriah menaruh minat seksual kepada ibunya, tetapi takut kepada ayahnya mempunyai minat yang sama kepada ibunya. Padahal, ayah jauh lebih besar dan kuat dan anak takut bahwa dalam marahnya, ayah akan mengebiri kemaluan anak dan timbullah kecemasan dikastrasi pada anak. Akhirnya, anak menuruti perintah-perintah dan meniru perbuatan ayah (imitasi) dengan maksud agar ia terhindar dari hukuman ayah. Di sinilah norma-norma ayah masuk ke dalam ego anak dan akhirnya diserap (diinternalisasikan) ke dalam super-ego nya. Anak itu (laki-laki) akan tumbuh menjadi orang dewasa yang berjiwa laki-laki seperti ayahnya dank arena itulah perilakunya pun kelaki-lakian (maskulin).

Pada anak perempuan yang terjadi adalah sebaliknya.Anak melihat ibunya sebagai saingan untuk mencintai ayahnya.Anak perempuan mencintai ayahnya karena ayah mempunyai penis. Karena ingin menyaingi ibunya, anak perempuan mengidentifikasikan dirinya kepada ibunya, sehingga jika dewasa ia menjadi orang yang perilakunya kewanita-wanitaan (feminism). Perasaan cinta kepada ayah yang terjadi pada anak perempuan dinamakan electra complex.

Kritik pada Freud karena metode yang digunakan tidak baku, subjektif dan jumlah klien sedikit dan semua kliennya pasien klinis (penderita gangguan jiwa). Para penentang Freud tidak dapat menerima bahawa hasil analisis dari para pasien sakit jiwa dapat digeneralisasikan kepada populasi umum.

Di pihak lain Freud dianggap memberi sumbangan pada perkembangan psikologi, khususnya dalam mengembangkan konsep motivasi dalam alam ketidaksadaran dan mengarahkan focus penelitian pada pengaruh pengalaman masa awal kehidupan atau masa kanak-kanak terhadap perkembangan kepribadian selanjutnya sampai dewasa. Disamping itu, Freud juga merangsang studi yang intensif tentang emosi, yaitu cinta (loce), takut (fear), cemas (anxiety) dan seks.

2. Carl Gustav Jung (1875-1961)

Awalnya adalah murif Freud, tapi akhirnya mengembangkan teori sendiri karena ketidaksetujuan pada pendapat Freud yang terlalu berorientasi pada seks.Jung lebih menekankan teori psikoanalisis pada ketidaksadaran kolektif dan ketidaksadaran pribadi yang masing-masing menyimpan pengalaman dari masa sebelumnya dilahirkan (termasuk pengalaman dari generasi-generasi sebelumnya berikut tabu-tabu dan takhayul-takhayul dari kebudayaan nenek moyang) dan masa kanak-kanak (termasuk pengalaman dalam hubungan dengan orang tua di masa bayi) yang berpengaruh pada Ego yang merupakan inti kesadaran pada kini.Pada akhirnya, Ego-lah yang berhubungan dengan dunia luar.

Dalam berhubungan dengan dunia luar atau lingkungan sosialnya, berbeda dengan Freud yang berpendapat bahwa setiap orang akan bereaksi sama jika menghadapi hal-hal yang serupa, Jung berteori bahwa ada tiga macam tipe kepribadia, yaitu introvert (yang cenderung menyendiri), ektrovert (yang terbuka dan mudah bergaul) dan ambivert (yang berada di antara kedua golongan tersebut).

Di samping itu, Jung membagi tipe reaksi manusia ke dalam empat jenis, yaitu rasional (yang mendasarkan perilaku pada akalnya), intuisi (perkiraan), emosi (perasaan) dan sensasi (pengindraan).

3. Eric Ericson

Ericson adalah pengikut Freud, akan tetapi ia berbeda dari Freud dalam berbagai hal, seperti anak adalah aktif, pencari yang adaptif, bukan penerima yang pasif. Selain itu, Ego adalah yang terpenting, bukan ketidaksadaran.Ego harus mengerti realitas.Selanjutnya menurut Ericson manusia adalah makhluk rasional yang dikendalikan Ego, bukan oleh konflik Id, Ego dan Super-Ego.Akhirnya, Ericson lebih menekankan pada aspek social daripada seksual.

Dalam rangka penyesuaian diri terhadap lingkungan social yang terjadi terus menerus selama hidupnya, manusia tidak hanya mengalami krisis semasa kanak-kanaknya, tetapi sepanjang hidupnya. Menurut Ericson ada delapan krisis dalam perkembangan kepribadian manusia :
  1. Kepercayaan vs ketidakpercayaan (0-1 thn)
  2. Otonomi (kemandirian) vs rasa malu dan ragu (takut gagal) (1-3 thn)
  3. Inisiatif vs rasa bersalah (3-6 thn)
  4. Industrius (percaya diri karena keberhasilan social dan akademik) vs rasa rendah diri (6-12)
  5. Identitas vs kerancuan peran (12-20 thn)
  6. Keintiman vs kesendirian jika kurang dapat bergaul (20-40 thn)
  7. Generativitas (produktif dalam kerja dan keluarga) vs stagnasi (kemandekan) (40-65 thn)
  8. Integritas ego vs keputusasaan (tua)

Teori Ericson lebih disukai daripada teori Freud karena lebih banyak mengungkapkan aspek social daripada seksual.Sumbangan lainnya adalah dalam hal konsep tentang konflik atau dilemma social dan yang terpenting adalah pandangannya yang lebih menekankan manusia sebagai makhluk rasional daripada makhluk naluri.

4. Karen Horney (1967)

Salah satu pendapat yang penting adalah bahwa psikologi wanita tidak sama dengan psikologi pria. Proses terjadinya peran feminism pada wanita, bukan karena Electra Complex yang dalam teori Freud hanya merupakan pembalikan dari teori Oedipus Complec. Peran feminism pada wanita, sebagaimana pada masa kanak-kanak.Perlakuan yang berbeda yang diberikan kepada anak laki-laki dan perempuan oleh keluarga dan masyarakat semasa mereka anak-anak membuat mereka menjadi maskulin dan feminim.

Pandangan Horney ini merupakan terobosan-terobosan yang kelak akan membuka peluang terhadap penelitian-penelitian terhadap psikologi wanita, antara lain oleh Sandra Bem yang terkenal dengan temuannya bahwa secara psikologik di samping orang yang maskulin dan feminism, terdapat pula orang yang bersifat androgin, yaitu orang (bisa laki-laki atau perempuan yang mempunyai sifat maskulin dan feminism sekaligus. Dalam masyarakat modern, menurut Bem, hal ini memungkinkan karena perkembangan teknologi tidak lagi membutuhkan pembagian kerja dan pembagian peran dalam masyarakat berdasarkan jenis kelamin.Apa yang dulu hanya dapat dilakukan oleh pria (tentara, pendeta, kepala keluarga dan sebagainya) sekarang dapat dilakukan oleh wanita, demikian juga sebaliknya (guru, pengasuh anak, perawat dan sebagainya).

5. Alferd Adler (1929, 1964)

Berbeda dengan Freud yang mengutamakan masa kanak-kanak dalam analisis kepribadiannya. Adler menekankan pada pentingnya masa depan. Yang terpenting dalam menentukan perilaku adalah tujuan (telos) hidup, yaitu pengakuan dari lingkungan (Geltungstrieb). Kegagalan pencapaian tujuan ini akan menimbulkan masalah bagi orang yang bersangkutan. Upaya untuk mencapai pengakuan dari lingkungan tersebut adalah melalui kompensasi (menutupi suatu kelemahan dengan suatu hal lain). Menurut Adler, kelemahan manusia paling besar adalah pada anggota-anggota tubuhnya (organ inferiority) yang memang sangat kurang memadai (misalnya, jika dibandingkan dengan organ tubuh hewan yang sangat sesuai untuk lingkungan alam) sehingga dapat menimbulkan perasaan rendah diri (inferiority feeling). Dalam teori Adler perasaan rendah diri dan kompensasi inilah yang merupakan ini utama dari perkembangan kepribadian seseorang.Dalam hubungan itu peran dan persaingan dengan saudara sekandung sangat menentukan perkembangan kepribadian.

6. William Schutz (1955, 1958)

Ia adalah penganut psikoanalisis yang mengembangkan tipe-tipe kepribadian berdasarkan pengalaman seseorang semasa kanak-kanaknya. Ada tiga tipe kepribadian yang berkenaan dengan hubungan antar pribadi seseorang, yaitu (1) tipe control (2) tipe inklusi (3) tipe afeksi. Tipe-tipe tersebut terbagi lagi menjadi dua, yaitu (1) expressed dan (2) wanted.
  1. Tipe control yang expressed adalah orang yang dalam hubungan dengan orang lain ingin mengatur atau ingin menguasai orang lain. Sebaliknya, tipe control yang wanted adalah orang yang dalam hubungannya dengan orang lain cenderung senang diatur, diberi petunjuk, atau ingin diberi pengarahan.
  2. Dalam tipe inklusi, jenis yang expressed cenderung selalu ingin melibatkan (mengajak) orang lain, sedangkan tipe wanted ingin dilibatkan atau diajak orang lain.
  3. Orang-orang yang selalu ingin memberi kasih sayang kepada orang lain adalah tipe afeksi yang expressed, sedangkan yang ingin disayangi adalah tipe afeksi yang wanted.

Keenam tipe kepribadian tersebut terbentuk berdasarkan pengaalaman dalam hubungan antarpribadi selama orang tersebut masih kanak-kanak.

Kritik psikoanalisis pada umumnya baik yang diajarkan oleh Freud sendiri (klasik) maupun yang leibh baru adalah sifatnya yang dianggap tidak objektif, terlalu mengandalkan pada spekulasi untuk menyusun teori dan sulit untuk membuktikan teori. Meode wawancara bebas dan analisis mimpi, misalnya yang menjadi metode andalan Freud banyak sekali dipengaruhi oleh factor subjektif, baik dari pihak yang diperiksa maupun yang memeriksa (psikoanalis). Terutama karena teori dikembangkan berdasarkan analisis pada pasien-pasien penderita gangguan jiwa.

2. PANDANGAN ENVIROMENTALIS

Intinya behaviorisme dari J.B. Watson yang meluncurkan pendangannya untuk pertama kalinya pada tahun 1913; “Manusia bereaksi terhadap lingkungan. Karena itu, manusia belajar dari lingkungannya.”

Watson berpendapat bahwa perilaku social (berjabat tangan, tersenyum ramah, hormat kepada orang tua, mudik Lebaran, taat kepada atasan, agresif pada musuh, takut kepada Tuhan, berdoa dan sebagainya) dikembangkan manusia berdasarkan proses-proses kondisioning klasik ini. Dengan demikian, menurut Watson, jika kita ingin menghasilkan sesorang anak yang ramah atau penakut, kita tinggal memberinya rangsangan-rangsangan yang sesuai selama proses pendidikan anak itu. Anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang selalu ramah akan menjadi anak yang ramah, sedangkan anak yang selalu ditakut-takuti akan menjadi anak yang penakut (Sarwono, 1999).

Teori Belajar Sosial

Proses belajar operant

B.F. Skinnner mengatakan memberikan bahwa dengan memberikan ganjaran positif, suatu perilaku akan ditumbuhkan dan dikembangkan, sedangkan jika diberikan ganjaran negatif, suatu perilaku akan dihambat.

Perbedaan antara belajar klasik dan proses belajar operan adalah adanya stimulus diskriminan tersebut yaitu yang membedakan antara kondisi dimana suatu perilaku akan berhasil secara efektif dan kondisi dimana perilaku tidak akan efektif.

Asosiasi antara stimulus diskriminan dan kehadiran ganjaran negatif atau positif sangat tergantung pengalaman masa lalu orang yang bersangkutan.Dengan demikian, factor masa lalu (antecendent) sangat penting pada teori belajar dari Skinner.Ia pun membedakannya dari Pavlov dan Watson yang hanya menekankan pada hubungan sesaat antara rangsang dan reaksi perilakunya.

Proses belajar social

Albert Bandura berbeda dengan Skinner yang sama sekali mengingkari factor kesadaran (kongitif), Bandura berpendapat bahwa factor kesadaran sangat penting. Jadi, sumber penyebab perilaku bukan hanya eksternal (factor lingkungan), tetapi juga internal (factor kognitif).Dalam teori ini mementingkan adanya model sebagai contoh perilaku dan juga keyakinan diri. Individu akan melakukan tindakan bila meyakini dapat melakukan, begitu juga cenderung tidak melakukan tindakan bila tidak meyakininya.
Kerjasama dengan individu yang lebih mahir

Lev Vygotsky menyatakan proses belajar sosial juga dapat terjadi dengan bekerjasama dengan orang yang lebih mahir (orang tua, kakak, guru, dan sebagainya).

Proses belajar yang terarah ini lebih cepat karena anak dapat menghindari kesalahan-kesalahan yang tidak perlu.

Pandangan Ekologik

Tokohnya adalah Brofenbrenner.Ia berpendapat bahwa perilaku dipengaruhi oleh factor-faktor dari luar. Faktor-faktor atau rangsang-rangsang dari luar itu tersusun dalam lingkaran-lingkaran yang berlapis.
  1. Lingkaran pertama yang paling dekat dengan pribadi anak adalah lingkungan mikro-sistem yang terdiri atas keluarga, sekolah, guru, tempat penitipan anak, teman sebaya, tetangga dan seterusnya.
  2. Lingkaran kedua adalah interaksi antara factor-faktor dalam lingkaran pertama yang yang dinamakan meso-sistem.
  3. Lingkaran ketiga adalah exo-sistem, yaitu lingkaran yang lebih luar lagi yang tidak langsung menyentuh pribadi anak tetapi masih besar pengaruhnya (keluarga besar, penegak hukum, kantor pajak, dewan sekolah, Puskesmas, media massa dan sebagainya)
  4. Lingkaran yang paling luar adalah makro-sistem yang terdiri atas ideologi Negara, pemerintah, hukum, adat, tradisi, sistem budaya dan sebagainya.

3. TEORI KOGNITIF

Teori-teori yang sudah diuraikan diatas digolongkan teori-toeri determinisme. Artinya, keadaan diri seseoranglah (karena naluri, bakat, sifat atau gen) yang akan menentukan perilaku sosial seseorang. Jenis teori ini tampaknya golongan psikoanalisis dan bio-sosial.Jenis determinisme kedua adalah bahwa keadaan lingkunganlah yang menentukan perilaku sosial seseorang. Seperti yang dinyatakan oleh kaum Behavioris, jika ada rangsang atau rangsang diskriminan, akan bereaksilah seseorang. Reaksinya pun sangat ditentukan oleh jenis rangsangnya.Rangsang yang menyenangkan diikuti oleh perilaku yang berbeda dari perilaku yang timbul karena rangsang yang tidak menyenangkan.

Akan tetapi, baik dalam determinisme individu maupun determinisme lingkungan, terdapat pengaruh-pengaruh yang tidak puas, seperti Erik Ericson pada kelompok psikoanalisi dan Bandura serta Bronfenbrenner dari kelompok belajar sosial.Mereka berpendapat bahwa pandangan determinisme tidak memandang manusia seutuhnya.Dalam paham determinisme, kata mereka, perilaku manusia dianggap sebagai objek atau akibat saja.Padahal, manusia harus dilihat sebagai subjek yang mempunyai peran besar untuk menentukan perilakunya sendiri. Jadi, yang benar adalah adanya interaksi antara factor individual dan factor lingkungan dalam proses terjadinya perilaku. Paham mereka jadinya dinamakan interaksionisme.Ciri teori interaksionisme adalah perilaku dianggap sebagai hasil interaksi antar factor-faktor yang terdapat dalam diri sendiri dan factor luar.Jadi, manusia dan lingkungannya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan.

Akan tetapi, timbul pertanyaan, dimanakah proses interaksi itu terjadi? Jawaban para pakar adalah kesadaran atau kognisi seseorang. Kognisi adalah bagian dari jiwa manusia yang mengolah informasi, pengetahuan, pengalaman, dorongan, perasaan dan sebagainya, baik yang dating dari luar maupun dari dalam diri sehingga terjadi simpulan-simpulan yang selanjutnya menghasilkan perilaku.

4. Teori Inteligensi Piaget

Jean Piaget adalah biolog dan dokter hewan Prancis yang mengkhususkan dirinya pada penelitian tentang perilaku hewan.Minatnya pada filsafat akhirnya membawanya ke dunia psikologi.

Sebagai biolog ia mendefinisikan inteligensi sebagai proses kehidupan dasar yang membantu organisme menyesuaikan diri pada lingkungannya. Penyesuian diri (adaptasi) artinya adalah organisme mampu memenuhi tuntutan situasi sesat.Misalnya, bayi yang lapar mempu meraih makanan dan memasukkannya ke dalam mulut, remaja berhasil membaca peta sehingga tidak tersesat dan sebagainya. Makin dewasa seseorang, makin rumit kerangka struktur kognitifnya karena tuntutan dari lingkungan juga semakin rumit.

Struktur kognitif ini antara lain terlihat dari skema kognitif yaitu pola piker tertentu yang dijadikan rujukan untuk bertindak. Skema kognitif pada manusia adalah inteligensi.Hal ini berkembang sesuai dengan pengalaman manusia itu sendiri.Dengan demikian wajar jika seorang anak berumur tiga tahun menganggap mobil bernyawa (hidup), karena mobil dan bergerak.Bagi anak itu, segala sesuatu yang bergerak adalah bernyawa sehingga mobil pun bernyawa. Baru pada usia yang lebih lanjut anak itu dapat membedakan antara gerak dari makhluk hidup dan gerak pada mesin.

Perkembangan kognitif pada anak, menurut Piaget terdiri atas empat tahap :

1. Tahap sensori motoric (0-1 thn)
Yang berperan adalah skema motoric.Jadi anak harus berbuat atau melakukan sesuatu dahulu untuk mengetahui sesuatu. Kalau kepalanya sudah terbentuk dinding barulah ia tahu bahwa dinding itu keras.

2. Tahap pra operasional (2-7 thn)
Anak sudah mengembangkan skema simbolik (lisan dan kemudian juga tulisan). Anak cukup diberitahu secara lisan bahwa dinding itu keras, dengan sendirinya dia tidak akan membenturkan kepalanya ke dinding.

3. Tahap operasional kongkrit (7-11 thn)
Dalam usia sekolah dasar ini anak sudah mampu memecahkan masalah-masalah yang kongkrit (dua jeruk ditambah tiga jeruk menjadi 5 jeruk). Selanjautnya, ia mampu berperilaku di dalam kognisinya (menghitung, menambah, membagi, mengalikan, mengenali nama-nama kota di peta buta, dan sebagainya) sehingga ia tidak perlu sungguh-sungguh berbuat sesuatu untuk memecahkan masalah. Untuk menemukan kantor kepala desa, misalnya, tidak usah berjalan menyelurusi seluruh desa, tetapi cukup membaca peta desa dan mengikuti peta tersebut sampai ke kantor kepala desa.

4. tahap operasional formal (11 thn ke atas)
Pada tahap ini orang sudah mampu memecahkan masalah-masalah hipotesis dan dapat berpikir deduktif (menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tidak atau belum terjadi dalam kenyataan). Misalnya, “jika reactor nuklir bocor apakah yang harus dilakukan pemerintah?” atau “jika seseorang anak tiga kali tidak naik kelas apakah yang harus dilakukan orang tuanya?” atau “jika X adalah sepertiga Y, padahal nilai Y adalah 300 berapa nilai X?” dan sebagainya.

Menurut Piaget, tahapan perkembangan kognitif ini adalah invariant, yaitu seragam atau sama saja bagi setiap orang dan tidak ada tahapan yang dapat diloncati sebelum masuk ke tahap yang berikutnya, karena setiap tahap adalah persiapan bagi tahap berikut.

Perkembangan teori Kohlberg

Lawrence Kohlberg mengembangkan teori Piaget untuk menjelaskan perkembangan moral, emosi dan seksual.Ia melanjutkan pandangan Piaget bahwa perkembangan sosial dan kepribadian terjadi melalui urut-urutan yang invariant dan tahap-tahap yang jelas.

Dua factor yang menentukan tahap perkembangan anak adalah (1) tahap perkembangan kognitif nya (2) macam atau jenis pengalaman sosial yang dihadapi anak.

Menurut Kohlberg perkembangan berbagai aspek kepribadian berbeda-beda satu sama lain. Perkembangan peran seksual, misalnya sudah mencapai tingkat kemapanan pada tahap operasional kongkret (7 thn), sementaa perkembangan moral dapat terus terjadi sampai dewasa.


Posting Komentar untuk "Teori Psikologi Sosial Menurut Para Ahli Serta Contohnya"