Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Konsep Pengembangan Lokalitas dan Pembangunan Komunitas

Konsep Pengembangan Lokalitas dan Pembangunan Komunitas - Dalam intervensi sosial, tugas pekerja sosial selain menangani atau memberikan intervensi untuk memecahkan masalah sosial juga memiliki tugas dalam mengembangkan lokalitas dan pembangunan komunitas. Pada dasarnya pekerja sosial memiliki dua tugas utama yaitu memberikan intervensi atau penanganan masalah pada dua tingkatan, yaitu tingkatan mikro (individu, keluarga, kelompok) dan makro (organisasi dan masyarakat). Oleh karena itu, peerja sosial dituntut untuk memiliki pemahaman dan keterampilan dalam memecahkan masalah yang dialami oleh individu, keluarga dan kelompok, pekerja sosial juga perlu memiliki pemahaman dan keterampilan dalam metode atau strategi melakukan perubahan organisasi maupun masyarakat.

Pengembangan lokalitas dan pembangunak komunitas merupakan salah satu metode yang dapat digunakan oleh pekerja sosial dalam revitalisasi kondisi masyarakat. Metode ini pada dasarnya merupakan strategi dalam perubahan sosial yang direncanakan secara profesional untuk mengatasi masalah atai memenuhi kebutuhan di masyarakat, meskipun terkadang juga didasari oleh masalah atau kebutuhan individu atau kelompok.

Selain dalam masyarakat sosial, pengembangan masyarakat juga dapat diterapkan dalam bidang industri. Dalam setting industri sering kali disebut dengan corporate social responsibility. Pekerja sosial dalam industri memiliki peran ganda, yaitu peran secara internal dan peran secara eksternal. Peran secara internal pekerja sosial menangani masalah yang berkaitan dengan masalah psikososial yang dialamai oleh para karyawan, secara eksternal pekerja sosial menangani masalah yang berkaitan dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat di sekitar lokasi perusahaan, seperti:
  • Pelayanan kesehatan
  • Pemberian beasiswa
  • Penyediaan perumahan
  • Layanan kesehatan
  • Dukungan kegiatan sosial

Konsep Pengembangan Lokalitas dan Pembangunan Komunitas_
image source: www.freedominterventions.com
baca juga: Metode Intervensi Sosial Dalam Konteks Organisasi

Pengembangan lokalitas dan pengembangan komunitas dapat dikembangkan dalam berbagai metode sesuai dengan kebutuhan yang ada di masyarakat atau berdasar masalah yang ingin diselesaikan dalam masyarakat. Untuk dapat membantu memahami pembentukan lokalitas dan pembangunan komunitas, di bawah ini akan dicontohkan kasus bagaimana membentuk komunitas untuk menangani kasus kekerasan seksual pada anak-anak (KSA) yang dilakukan oleh Ira Paramastri ( dalam Prawitasari 2012).

Kekerasan seksual pada anak-anak (KSA) merupakan aktivitas seksual yang melibatkan anak-anak oleh orang yang lebih dewasa dan mengakibatkan trauma baik fisik, psikis, sosial maupun perilaku. KSA dapat mengakibatkan:
  • kecemasan, 
  • perilaku agresif, 
  • paranoid, 
  • gangguan stres pasca trauma, 
  • depresi, 
  • meningkatkan percobaan bunuh diri, 
  • gangguan disosiatif
  • rendahnya self esteem
  • penyalahgunaan obat
  • kerusakan dan kesakitan pada organ kelamin
  • perilaku seksual menyimpang
  • ketakutan pada seseorang atau tempat
  • gangguan tidur
  • agresif
  • menarik diri
  • depresi
  • somatisasi
  • menurunnya kinerja di sekolah 

Fenomena tersebut di atas tidak tidak selalu terlaporkan, karena baik korban maupun keluarga selain takut dengan aib keluarga juga takut terhadap ancaman pelaku, lain lagi ceritanya kalau korban atau keluarga mau melaporkan kasus yang dialaminya. Demi melindungi anak dari ancaman KSA, maka diperlukan suatu strategi prevensi primer untuk menekan angka kasus tersebut.

Prevensi primer dilakukan dengan menggunakan modifikasi transteoretikal yang dilakukan oleh Komunitas Anti Kekerasan Seksual Pada Anak-anak (KAKSA). Hal ini diharapkan mampu menjadi contoh pemberdayaan komunitas. Model transteoretikal menjelaskan tahapan perubahan perilaku tahap demi tahap secara rinci yang terdiri atas dua konstruk, yaitu tahapan perubahan dan proses perubahan sebagai salah satu bentuk prevensi primer. Perubahan perilaku melalui lima tahap, yaitu:
  • Prekontemplasi, yaitu tahap saat KAKSA tidak menganggap penting risiko KSA
  • Kontemplasi, yaitu tahap saat KAKSA sudah mulai menganggap risiko penting KSA
  • Preparasi, yaitu tahap saat KAKSA membuat komitmen yang serius untuk mensosialisasikan program
  • Aksi, yaitu tahap saat KAKSA menerapkan program dengan serius 
  • Pemeliharaan, yaitu tahap saat KAKSA memelihara keberlangsungan program dan mungkin akan terjadi kebosanan (kembali ke tahap prekontemplasi), sehingga KAKSA akan mengkonsolidasikan pencapaian target selama masa aksi 

Proses perubahan terdiri atas 10 aktivitas yang tampak maupun tidak tampak yang digunakan individu untuk menunjukkan kemajuan perilakunya. Ke 10 perubahan terdiri atas:
  1. Peningkatan kesadaran
  2. Pembebasan dramatik
  3. Reevaluasi diri
  4. Reevaluasi lingkungan
  5. Liberasi diri
  6. Dukungan sosial
  7. Kontra kondisioning
  8. Manajemen pengukuhan
  9. Kontrol stimulus
  10. Liberasi sosial

Berdasarkan kasus KSA akhir-akhir ini, laporan kasus di masyarakat maupun sekolah, ketidak beranian anak atau keluarga untuk melaporkan kasus, kekurang pekaan orang tua, guru, dan masyarakat terhadap kasus tersebut, membuat anak semakin membutuhkan proteksi terhadap kekerasan seksual. Untuk memproteksi anak dari kekerasan seksual, maka para orang tua, guru, dan kader kesehatan dapat mewakili tatanan, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketiga komponen tersebut tergabung dalam komunitas yang dapat menjadi agen perubahan dalam mensosialisasikan prevensi ini. Melalui metode transteroretikal para KAKSA dapat berperan mencegah KSA dan mampu menjaga keberlangsungan prevensi ini.

Gambar modifikasi tahapan transteoretikal (dalam Prawitasari 2012)

Konsep Pengembangan Lokalitas dan Pembangunan Komunitas 2_

Pada tahap prekontemplasi, saai individu belum menganggap perubahan perilaku itu penting, para KARSA melawati pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan penilaian terhadap program. Selanjutnya 1 bulan setelah tahap prekontemplasi yaitu pada tahap kontemplasi, saat individu mulai menimbang untung rug perubahan perilaku, para KAKSA menjalani pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan penilaian terhadap program. Satu bulan berikutnya adalah pada tahap perubahan aktif 2, para KAKSA melakukan pengukuran dan penilaian terhadap program dilakukan oleh para KAKSA secara mandiri dan pengukuran keterampilan dinilai oleh para pemandu.

Masyarakat yang terlibat dalam program ini adalah:
  1. Para orang tua
  2. Siswa
  3. Guru
  4. Kader posyandu di wilayah binaan puskesmas

Persyaratan masyarakat yang terlibat dalam program antara lain:
  1. Mendapat izin dari instansi yang bersangkutan
  2. Komunikatif
  3. Mempunyai komitmen yang tinggi
  4. Mempunyai kepedulian terhadap kasus tersebut
  5. Bersedia melaksanakan program

Instrumen pada program ini adalah:
  1. Kuesioner pengetahuan 
  2. Kuesioner keterampilan
  3. Kuesioner penilaian program
  4. Selebaran
  5. Buklet
  6. Modul untuk orang tua
  7. Komik bergambar untuk anak-anak yang telah diujicobakan
  8. Serta celemek bergambar organ kelamin perempuan dan laki-laki

Hasil Penelitian

Kondisi Awal KAKSA
Pengetahuan, keterampilan dan penilaian KAKSA kader, orangtua, dan guru sebelum intervensi program semuanya setara. Pengetahuan, dan penilaian mereka tidak berbeda secara bermakna, sehingga program dapat dilaksanakan.

Keberhasilan KAKSA kader
Peningkatan pengetahuan kader dari tahapan transteoretikal merupakan efek intervensi program dan kepedulian serta keseriusan pada kader pada program ini. Sedangkan keterampilan kader meningkat dari tahapan transteoretikal mencerminkan efek latihan dan semangat melakukan program. Begitu juga peningkatan penilaian kader pada setiap tahapan transteoretikal menunjukkan efek kesanggupan, semangat, dan tersedianya media dalam melakukan program. Pengetahuan tentang KSA dilakukan dengan cara “gethok tular” atau dari mulut kemulut pada masyarakat, misalnya saat menjemput anak di sekolah, di warung dan juga dilakukan secara kelompok misalnya, arisan, pengajian, pertemuan di sekolah, pertemuan RT maupun RW. Respon masyarakat terhadap program tersebut sangat antusias dan positif. Adapun berbagai pertanyaan yang muncul selama KAKSA kader melakukan program antara lain :
  1. Bagaimana tindakan orangtua jika mendapati kasus KSA?
  2. Ke mana harus melapor jika masyarakat menemui kasus KSA?
  3. Bagaimana melindungi dan membekali anak agar tidak menjadi korban?
  4. Hal apa saja yang dapat menimbulkan KSA?
  5. Bagaimana orangtua menyikapi dan menjelaskan KSA kepada anak?
  6. Bagaimana ancaman hukuman bagi pelaku KSA?
  7. Apakah KSA dipicu oleh cara berpakaian anak dan sikap duduk anak?

Keberhasilan KAKSA Orang Tua

Pengetahuan orang tua meningkat dari tahap transter

Oretikal menunjukkan efek intervensi dan kesempatan dalam melakukan penyebarluasan program. Demikian juga peningkatan keterampilan orangtua dari setiap tahapan transteoretikal mencerminkan efek latihan dan keseriusan dalam melakukan program. Secara deskriptif, peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan penilaian KAKSA orangtua pada prekontemplasi sampai dengan perubahan aktif 2 karena proses pembelajaran dari waktu kewaktu, program yang dilakukan baik secara perorangan maupun kelompok, dan pengalaman pribadi saat melihat kasus KSA di sekitarnya. KAKSA orangtua juga meminta penyebarluasan program prevensi KSA perkumpulan keluarga di daerah lain. Adapun berbagai pertanyaan dari masyarakat yang muncul selama KAKSA orangtua melakukan penyebarluasan program antara lain:
  1. Jika orangtua menjumpai kejadian KSA saya harus melapor siapa?
  2. Bagaimana strategi orangtua untuk menjelaskan KSA kepada anak?
  3. Bagaimana strategi orangtua untuk melindungi anak dari ancaman KSA?
  4. Bekal apa yang harus diberikan ke anak agar anak merasa aman?

Keberhasilan KAKSA pada Guru

Pengetahuan guru juga meningkat, demikian pula dengan keterampilan pada setiap tahap yang menunjukkan efek frekuensi edukasi dan diskusi guru dan siswa dalam melakukan program. KAKSA guru semakin menyadari pentingnya pengetahuan awal tentang KSA dan diterapkan disekolah-sekolah lain.

Berdasarkan paparan temuan penelitian dapat disimpulkan bahwa:
  1. Modifikasi transteoretikal dapat diterapkan pada komunitas (KAKSA)
  2. Pengetahuan, keterampilan, dan penilaian KAKSA kader, orangtua, dan guru meningkat setelah penyebarluasan program
  3. Pengetahuan, keterampilan, dan penilaian KAKSA kader, orangtua, dan guru meningkat pada setiap tahapan transteoretikal
  4. Penyebarluasan program prevensi primer tahapan KSA oleh KAKSA orangtua dilakukan melalui kegiatan pengajian, arisan, dan pertemuan orangtua, dan petemuan orangtua siswa
  5. Penyebarluasan program prevensi primer terhadap KSA oleh KAKSA kader dilakukan melalui posyanda, pertemuan RT dan RW.
  6. Penyebarluasan program prevensi primer terhadap KSA oleh KAKSA guru salain disisipkan pada pelajaran yang dipandang penting, berkaitan juga melalui diskusi antar guru di SD masing-masing.

Rekomendasi dari program ini adalah:
  1. Advokasi program prevensai primer terhadap KSA ke Dinas Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional
  2. Penyebaran materi KSA pada KAKSA sesuai dengan perkembangan adanya kecenderungan KSA di masyarakat
  3. Monitoring kasus KSA sehingga dapat dijadikan data untuk mendukung penyebarluasan program dan mendorong kreativitas KAKSA dalam menyampaikan materi baik melalui media maupun metode
  4. Membangun kemitraan antara SD, Diknas, dan pihak ketiga misalnya perusahaan media elektronik dan cetak untuk senantiasa berpartisipasi dalam penyediaan media untuk penyebarluasan program ini.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah orangtua dan masyarakat mempunyai tanggung jawab kolektif untuk mencegahan KSA, dengan membangun komunitas di masyarakat melalui KAKSA (komunitas anti kekerasan seksual pada anak-anak). KAKSA menyebarluaskan prevensi terhadap KSA melalui tatanan rumah tangga sekolah, dan masyarakat. KAKSA tidak harus terdiri atas orangtua, guru, dan kader posyandu tetapi siapapun yang mempunyai kepedulian terhadap KSA dan perlindungan anak. Hal ini bisa diwujudkan salah satunya dengan pembentukan komunitas


Posting Komentar untuk "Konsep Pengembangan Lokalitas dan Pembangunan Komunitas"