Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengertian Pengetahuan Manusia dan Kompleksitas Pengetahuan

Pengertian Pengetahuan Manusia dan Kompleksitas Pengetahuan Manusia - Pengetahuan merupakan suatu kegiatan yang mempengaruhi subjek dalam dirinya sendiri; suatu ketentuan yang memperkaya eksistensi subjek, karena pengetahuan itu lebih merupakan kegiatan imanen, kegiatan otoperfektif yang menyempumakan subjeknya sendiri. Pengetahuan adalah suatu kegiatan dan nilai yang subjeknya adalah sekaligus prinsip dan, yang memberikan keuntungan bagi subjeknya karena subjek adalah sekaligus sebab dan yang mengambil keuntungan (beneficiary).

Pengetahuan merupakan suatu aktivitas intensional (bahasa Latin) yang mengandung pengertian bahwa suatu pengada bergerak ke arah suatu pengada yang lain, dalam arti pengetahuan mengeluarkan subjek dari dirinya dan sekaligus memperbolehkan dia mengalasi batas-batasnya. Di dalam pengetahuan juga terdapat aktivitas dari subjek maupun dari objek, dan sebaliknya ada pula pasivitassubjek maupun pasivitas objek. Pengetahuan dapat dipandang sebagai sesuatu yang terjadi di dalam diri subjek, dimana pangkalnya ada pada daya pengetahuan subjek (inteligensi) dan akhirnya juga terdapat di situ. Seseorang memandang pengetahuan sebagai suatu hal yang imanen semata-mata, dan kalaupun keluar (transcendent), maka itu merupakan peranan subjek yang satu-satunya menentukan.

Aliran Subjektivisme temyata mendapat angin kesuburan dari pandangan tersebut. Pengetahuan dilihat oleh aliran ini dengan mengabaikan kenyataan bahwa di dalam pengetahuan tersebut subjek aktif dan objek tetap berbeda, berlainan. Dan berada di luar subjek. Sementara objek tetap memiliki apa yang disebut sifat berubah atau sifat berganti-ganti (alteritas). Di lain pihak, aliran Idealisme cenderung mengabaikan adanya sifat objek selalu berganti-ganti tersebut, sehinggaada pendapat yang ingin mempertahankan objektivitas murni akhirnya terkait dengan aliran Empirisme dan Positivisme.

Pengetahuan bisa dikatakan pula sebagai transsubjektif, dalam arti bahwa pengetahuan merupakan kegiatan yang menjadikan orang keluar dari keterbatasannya dan melewati keakuan subjektivitasnya. Pengetahuan sekaligus bisa dikualifikasikan sebagai "yang mengobjektifkan", karena lewat pengetahuanlah sesuatu menjadi objectum, atau dapat diartikan apa yang terdapat di hadapan saya yang menawarkan diri kepada saya.

Pengertian Pengetahuan Manusia dan Kompleksitas Pengetahuan_
image source: www.salon.com
baca juga: Perbedaan Filsafat Barat dan Filsafat Timur Menurut Ahli

KOMPLEKSITAS PENGETAHUAN MANUSIA

Pengetahuan adalah sesuatu yang berharga, karena pengetahuan adalah kekayaan dan kesempurnaan. Dengan pengetahuan, seseorang akan mendapatkan posisi yang lebih baik dengan kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak memilikinya. Namun, usaha mempelajari pengetahuan yang memiliki sifat dengan jangkauan yang terbuka dan kompleks bukanlah sesuatu yang mudah. Salah satu kesulitannya terkait dengan usaha mengobjektivasikan pengetahuan manusia untuk dapat meraih dan memahami kodratnya dengan teliti, serta mengungkapkannya secara tepat. Karena, untuk mengobjektivasikan suatu realitas apa pun seseorang harus mengambil jarak terhadapnya, menyebabkan hal tersebut sulit untuk dilakukan. Sikap pengambilan jarak terhadap perbuatan atau tindakan mengetahui merupakan hal yang sulit karena dengan itu sekaligus mengambil jarak terhadap realitas. Berkat pengetahuanlah. maka semua yang terdapat di luar dan di dalam suatu subjek dapat menjadi nyata. Namun, bagaimana pengetahuan sendiri dapat menjadi objek dari pengetahuan? Serta bagaimana pengetahuan bisa menjadi dua untuk menempatkan diri di hadapan dirinya sendiri?

Hardono Hadi (1996) maupun Louis Leahy (1993) mengakui bahwa kesulitan untuk dapat ,mendapatkan dan mememahami suatu pengetahuan memiliki alasan yang kuat. Manusia tidak dapat memandang suatu pengetahuan seperti memandang suatu objek yang terdapat di depan subjek, dan dapat dijangkau oleh pandangan dan tangan manusia.Manusia tidak bisa mempertimbangkan itu semudah mempertimbangkan kegiatan lain yang timbul darinya tetapi yang muncul di luar, seperti mmengisyaratkan sesuatu atau menginginkan sesuatu. Karena diandaikan oleh kegiatan-kegiatan tersebut, maka pengetahuan bukanlah sesuatu yang dapat dengan jelas ditampilkan untuk dapat diketahui.

Seperti yang digambarkan Kees Bartens, karena dianggap sebagai sesuatu yang mustahil dan tidak berguna, para filsuf cenderung meneliti suatu bentuk tertentu dari pengetahuan. Sebagai contoh, M. Merleau-Ponty yang membicarakan persepsi (sebagai dasar fenomenologi) yang mendahului adanya ilmu pengetahuan; atau Immanuel Kant di dalam Kritik der reinen Vernunft (kritik atas rasio murni), yang memperhatikan bagaimana bermacam-macam kegiatan dari pengetahuan tergantung dan saling berinteraksi satu sama lain (Bertens, 1987: 29-50)

Pengetahuan bukanlah sesuatu yang tidak bisa diketahui, meskipun usaha mempelajari pengetahuan manusia demikian kompleks dan sulit, namun. Seperti yang dijelaskan Louis Leahy, pengetahuan bisa mencapai dirinya sendiri karena pengetahuan itu adasampai batas tertentu, jernih bagi dirinya sendiri, karena pengetahuan dapat secara tak terbalas kembali ke dirinya sendiri. Pengetahuan juga dapat mengetahui juga apa yang terjadi dalam dirinya, bersamaan dengan bagaimana seseorang mengetahui suatu objek, yang kemudian dikembalikan untuk mengerti dan didefinisikannya secara memuaskan.

Masalahanya, secara kritis kompleksitas pengetahuan manusiasulit dijangkau secara lengkap, utuh, dan paripurna oleh budi manusia yang terbatas. Dapat digambarkan karena pengetahuan itu dilaksanakan oleh manusia yang sekaligus bersifat daging (badan) dan jiwa, maka pengetahuan itu sekaligus adalah subjek-objek serta objek-subjek, indrawi dan intelektif. Dikatakan indrawi lahir atauindrawi luar jika seseorang mendapatkan pengetahuan secara langsung, melalui penglihatan, pendengaran, pembau, perasaan, serta peraba setiap kenyataan yang mengelilinginya. Pengetahuan disebut sebagaiindrawi batin ketika seseorang mendapatkannya melalui ingatan dan khayalan, baik mengenai apa yang tidak ada lagi atau yang belum pernah ada maupun yang terdapat di luar jangkauannya.

Pengetahuan juga disebut perseptif karena muncul secara spontan, memungkinkan orang untuk menyesuaikan dirinya secara langsung dengan situasi yang ada. Dalam pegertian tersebut, pengetahuan lebih menyatakan dirinya melalui gerakan tangan, tingkah laku, gerakan-gerakan, sikap-sikap, tindakan, serta jerit teriakan, daripada dengan perkataan yang dipikirkan atau dengan keterangan yang jelas. Pengetahuan disebut refleksif, ketika pengetahuan itu membuat obyektif kodrat dari suatu realitas apa pun juga. Pengungkapannya dapat dilakukan baik dalam bentuk ide, konsep, definisi, serta putusan-putusan maupun dalam bentuk lambang, mitos, atau karya-karya seni.

Pengetahuan disebut pula diskursif, ketika pengetahuan itu memperhatikan suatu aspek dari benda kemudian suatu aspek yang lain, ketika pengetahuan itu pergi dan datang dari keseluruhan ke bagian-bagian, dan dari bagian-bagian ke keseluruhan.

Dalam pengetahuan tersebut, pengetahuan lebih menampakkan diri sebagai sesuatu yang datang dari sebab ke akibat dan dari akibat ke sebab; serta dari prinsip ke konsekuensi dan dari jangkauan kita. Pengetahuan berbeda dengan kegiatan-kegiatan afektif yang menemaninya, yang muncul sebagai akibat spontan dari pengetahuan. Melalui pengetahuanlah sesuatu menjadi hadir pada subjek, sedangkan lewat afektivitas subjek menjadi tertarik atau merasa jijik.

Lalu, apakah pengetahuan itu subjektif atau objektif? Persoalan ini telah menjadi debat epistemologis sejak zaman awal Abad Pertengahan sampai Abad Modern. Pada hakikatnya pengetahuan selalu bersifat relasional, artinya pengetahuan berada di dalam interaksi antara subjek-objek. Interaksi tersebut bukanlah sesuatu yang hanya bersifat ekstrinsik yaitu relasi yang hanya sekadar tampak di permukaan saja, melainkan suatu relasi intrinsik yang sifatnya mendasar dan mendalam. Pengetahuan bukan sekadar pertemuan antara subjek-objek, melainkan persatuan antara subjek-objek yang manunggal, sehingga dengannya terjadi suatu kesatuan yang mendalam (intrinsic union) dan bukan sekadar extrinsic union.

Pendapat yang mengatakan bahwa pengetahuan sekadar sebagai relasi ekstrinsik semata-mata dengan menerangkan adanya kehadiran objek di dalam subjek, menghadapi problem epistemologis yang tidak sederhana. Seseorang harus menjelaskan hubungan antara ke-apa-an di satu pihak dengan ke-siapa-an di lain pihak, demikian juga problem antara esensi dan eksistensi. Dapat ditemukan dua aliran, yaitu Nominalisme dan Konseptualisme, yang sangat tegas mengakui tetapi sekaligus membedakan sifat interaksi subjek-objek dalam pengetahuan. Kedua aliran tersebut berpendapat bahwa yang terjadi di dalam pengetahuan hanyalah suatu pertemuan, bukan persatuan antara subjek dan objek. Bagi kaum Nominalis, di dalam pertemuan itu terjadi pengetahuan karena adanya objek dan subjek hanyalah pemberi nama (nomas) kepada objek-objek tersebut.

Seperti yang dijelaskan dalam Dictionary of Philosophy:

Nominalism: In "Scholastic philosophy, theory that abstract or general term, or universals. Represent no objective real existents, but are mere words or names, mere vocal utterances "flatus vocis". Reality is admitted only to actual physical particulars. Universals exist only post res

(Runes. 1975: 211).

Secara jelas dinyatakan universalitas bukanlah entitas-entitas riil, entah di dalam dunia maupun di dalam pikiran, tetapi hanya nama-nama yang menunjuk kelompok atau kelas hal-hal individual. Oleh karena itu, nominalisme merupakan teori yang menyatakan sesuatu tidak mempunyai esensi, dengan demikan manusia hanyalah berupa nama belaka. Tidak ada eksistensi baik di dalam pikiran maupun di dalam dunia benda-benda, yang ada hanya nama atau istilah yang umum dan abstrak.

Pandangan tersebut mendorong lahirnya aliran Konseptualisme sebagai ekstrem lain yang telah meredusir pluralitas dan kompleksitas realitas kemanusiaan di dalam konsep. Runes lebih lanjut menjelaskan:

Conceptualism: A solution of the problem of universal which seeks a compromise between extreme nominalism (generic concepts are signs which apply indifferently to a number of particulars) and extreme realism (generic concepts refer to subsystem universal). Conceptualism offers various interpretation of conceptual objectivity: (a) the generic concept refers to a class of resembling particulars, (b) the object of a concept is a universal essence pervading the particulars, but having no reality apart from them, (c) concepts refer to abstracts that is to say, to ideal objects envisaged by the mind but having no metaphysical status

(Runes, 1975: 61)

Menurut Rune, konseptualisme merupakan suatu pemecahan universal dengan cara mengkompromikan ekstrem nominalisme dan ekstrem realism, dimana konsep-konsep abstrak umum di dalam hal-hal particular dilihat sebagai esensi. Konseptualisme menganggap bahwa hal-hal universal ada hanya dalam konsep. universal hanya berada di dalam pikiran bukan di luar pikiran. Perkembangan di kemudian hari menunjukkan bahwa aliran realisme-kritis dan realisme-moderat-lah yang beranggapan bahwa pengetahuan adalah suatu bentuk persatuan antara subjek-objek, dan bukan hanya sekadar pertemuan.

Perkembangan sejarah epistemologi pada Zaman Abad Modem kemudian memperlihatkan bahwa kontroversi itu menggejala di dalam bentuk aliran Positivisme dan aliran Idealisme.Dalam konsep pengetahuan sebagai persatuan antara subjek-objek, dan objek-subjek, juga harus dijelaskan hubungan antara subjek dan objek. Hal tersebut terkait dengan permasalahan antara "Materialisme" dan "Immaterialisme", yaitu: dimensi material dan dimensi spiritual, induksi dan deduksi, objektif atau subjektif. Pandangan tersebut menyangkut pula kriteria mengenai kebenaran dan masalah kebenaran itu sendiri, dimana pengetahuan bukanlah suatu kemanunggalan yang sempurna, mutlak, dan final, seperti yang diajarkan oleh aliran monisme, pantheisme, atau idea absolut yang diajarkan oleh Plato (F. Sontag. 1970). Pengetahuan dipandang sebagai proses yang terjadi karena subjek memiliki daya untuk mengetahui (daya indra maupun daya intelektual) sementara objek di dalam dirinya juga memiliki daya untuk dirasa dan dimengerti (sensibility and intelligibility).

APA YANG DIANDAIKAN PENGETAHUAN

Mendapatkan pengetahuan bukan hanya merupakan masalah yang bersifat dorongan akademis untuk mencapai suatu kebenaran formal, karena dorongan ini lebih merupakan suatu keprihatinan eksistensial. Manusia bertanya sejauh mana manusia dapat melekat kepada apa yang nyata, bagaimana manusia dapat meyakinkan diri mengenai hubungan aku dirinya dengan ada subjek lainnya?

Secara ontologis manusia berada dalam keraguan terhadap keterbatasan kodratinya. Keterbatasannya itulah yang mendorong, menggerogoti, membakar, serta memekarkan keraguannya sehingga memunculkan adanya pertanyaan-pertanyaan radikal dalam rangka menemukan kebenaran atau kepastian pengetahuan yang sifatnya dinamis dan tak teragukan. Pengetahuan manusia merupakan fungsi dari cara beradanya, dan cara berada manusia pada hakikatnya bersifat temporal. Sebagaimana eksistensi manusia selalu belum terpenuhi, demikian juga pengetahuannya. Pengetahuan merupakan sebuah kenyataan yang tidak selesai. Pengetahuan terus berada dalam proses pembentukan dan penyempurnaan diri secara terus-menerus.

Posting Komentar untuk "Pengertian Pengetahuan Manusia dan Kompleksitas Pengetahuan"