Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Memahami Kebudayaan dan Masyarakat Dalam Antropologi

Memahami Kebudayaan dan Masyarakat Dalam Antropologi - Manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya yang memiliki “program” khusus yang membuat mereka bisa bertahan dalam situasi dan kondisi apapun. Ketika manusia lahir kemuka bumi tanpa ada masyarakat yang melindungi, maka manusia akan mati. Tanpa adanya kebudayaan sebagai pijakan pola perilaku manusia pun akan punah sebelum menemukan bagimana caranya untuk menyelamatkan diri. Manusia juga terlahir sebagai makhluk sosial, yang secara alami memiliki keinginan untuk berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya.

Memahami Kebudayaan dan Masyarakat Dalam Antropologi_
image source: psychoculturalcinema.com
baca juga: Memahami Teori Kepribadian Khas Kolektif dan Individual

Kebudayaan

Masyarakat seringkali tidak menyadari bahwa mereka hidup dan mengikuti seperangkat keyakinan (belief) dan kebiasaan (custom) yang menjelma menjadi seperangkat aturan dan tata cara yang ketika diramu dengan gagasan dan nilai akan bertransformasi menjadi sebuah kebudayaan (culture).

Secara umum kebudayaan dipahami sebagai segala sesuatu yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial oleh para anggota masyarakat. Kebudayaan dapat dibagi dua: materi dan non materi. Kebudayaan non materi yaitu katak-kata/bahasa yang digunakan suatu masyarakat tertentu, hasil pemikiran, adat-istiadat, keyakinan dan kebiasaaan. Sedangkan kebudayaan materi merupakan hasil perkembangan kebudayaan non materi dan tidak ada artinya tanpa kebudayaan non materi, seperti : alat-alat memasak, perhiasan, mobil dsb.

Dalam realitanya, kebanyakan orang sudah membedakan antara kebudayaan dengan masyarakat. Berikut perbedaan mendasar antara kebudayaan dengan masyarakat :

Kebudayaan Masyarakat
Sistem norma dan nilai Sekumpulan manusia yang mendiami wilayah tertentu dalam kurun waktu tertentu
Terorganisir dan merupakan pegangan bagi masyarakat Organisasi manusia yang saling berhubungan satu sama lain
Khas, unik Masyarakat yang berbeda, bisa saja memiliki kebudayaan yang sama (ex: Amerika Serikat dan Kanada)

Perkembangan Sosial dan Kebudayaan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebudayaan:

1. Faktor Biologis
Pada bagian ini, mengamati tentang dasar-dasar biologis dariperilaku manusia dan tentang interaksi biologi dan kebudayaan mempengaruhi manusia dan perkembangan masyarakat. Auguste Comte memaparkan tiga tingkatan pemikiran manusia yang mempengaruhi kebudayaan manusia dan kehidupan sosial:
  • Theologies
  • Metafisis ((filosofis)
  • Positif (ilmiah)

Menurut Comte, pengaruh terbesar dari tiga tingkatan ini yakni membuat perubahan di dalam masyarakat dengan meningkatnya optimism masyarakat , meningkatkan kemajuan dan mengakhiri kesengsaraan.

2. Faktor Geografis
Iklim dan geografi merupakan factor penting pembentuk kebudayaan. Seperti peradaban kuno Mesir Kuno dan Mesopotamia, tumbuh dan berkembang karena factor geografisnya. Faktor geografis yang mempengaruhi perkembangan kebudayaan:
  • Tanah yang subur
  • Transportasi yang mudah

Di Indonesia sendiri saat ini sedang mengalami masa pancaroba sebagai akibat tuntutan reformasi secara menyeluruh yang berpangkal pada kegiatan pembangunan nasional yang menerapkan teknologi maju untuk mempercepat pelaksanaannya. Di lain pihak, tanpa disadari, penerapan teknologi maju itu menuntut acuan nilai-nilai budaya, norma-norma sosial dan orientasi baru. Masyarakat Indonesia yang majemuk dengan multicultural menhadapi tantangan-tangan baru dalam menata kembali tatanan sosial, politik dan kebudayaan dewasa ini.

Penerapan teknologi maju

Penerapan teknologi maju untuk mempercepat pebangunan nasional menuntut pengembangan perangkat nilai budaya, norma sosial disamping ketrampilan dan keahlian tenagakerja dengan sikap mental yang mendukungnya. Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya itu memerlukan penanaman modal yang besar (intensive capital investment) yang harus dikelola secara professional agar dapat mendatangkan keuntungan materi seoptimal mungkin. Tanpa disadari, kenyataan tersebut memacu perkembangan tatanan sosial disegenap sektor kehidupan.

Keterbatasan lingkungan (Environment Scarcity)

Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya cenderung bersifat eksploitatif dan ekspansif dalam pelaksanaannya. Untuk mengejar keuntungan materi seoptimal mungkin, mesin-mesin berat yang mahal harganya dan biaya perawatannya, mendorong pengusaha untuk menggunakannya secara intensif tanpa mengenal waktu. Pembabatan hutan secara besar-besaran tanpa mengenal waktu siang dan malam, demikian juga mesin pabrik harus bekerja terus menerus dan mengoah bahan mentah menjadi barang jadi yang siap di lempar ke pasar. Pemenuhan bahan mentah yang diperlukan telah menimbulkan tekanan pada lingkungan yang pada gilirannya mengancam kehidupan penduduk yang dilahirkan, dibesarkan dan mengembangkan kehidupan di lingkungan yang di explotasi secara besar-besaran. Di samping itu penerapan teknologi maju juga cenderung tidak mengenal batas lingkungan geografik, sosial dan kebudayaan maupun politik. Di mana ada sumber daya alam yang diperlukan untuk memperlancar kegiatan industri yang ditopang dengan peralatan modern, kesana pula mesin-mesin modern didatangkan dan digunakan tanpa memperhatikan kearifan lingkungan (ecological wisdom) penduduk setempat.

Ketimpangan sosial-budaya antar penduduk pedesaan dan perkotaan ini pada gilirannya juga menjadi salah satu pemicu perkembangan norma-norma sosial dan nilai-nilai budaya yang befungsi sebagai pedoman dan kerangka acuan penduduk perdesaan yang harus nmampu memperluas jaringan sosial secara menguntungkan. Apa yang seringkali dilupakan orang adalah lumpuhnya pranata sosial lama sehingga penduduk seolah-olahkehilangan pedoman dalam melakukan kegiatan. Kalaupun pranata sosial itu masih ada, namun tidak berfungsi lagi dalam menata kehidupan pendudduk sehari-hari. Seolah-olah terah terjadi kelumpuhan sosial seperti kasus lumpur panas Sidoarjo, pembalakan liar oleh orang kota, penyitaan kayu tebangan tanpa alas an hokum yang jelas, penguasaan lahan oleh mereka yang tidak berhak. Kelumpuhan sosial itu telah menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan dan berlanjut dengan pertikaian yang disertai kekerasan ataupun amuk.

Kebudayaan sebagai Sistem Norma

Kebudayaan bersifat normatif karena berkaitan dengan aturan-aturan yang harus diikuti di tengah-tengah masyarakat. Dalam hal ini, norma dapat dibagi dalam dua kategori:
  1. Norma Statis : kebudayaan yang “nyata”, yang ada di masayarakat.
  2. Norma Budaya : konsep yang diharapkan ada, bentuk ideal dari aturan-aturan.

Kebudayaan /sistem norma ini terbentuk dari:

a. Kebiasaan : suatu cara yang lazim, wajar dan diulang-ulang dalam melakukan sesuatu oleh sekelompok orang, yang diturunkan kegenerasi berikutnya.

Contoh : ada kelompok masyarakat yang terbiasa makan dengan tangan, ada yang dengan sendok dan garpu.

b. Tata Kelakuan : gagasan yang kuat mengenai salah dan benar yang menuntut  tindakan tertentu dan melarang tindakan yang lain. Seringkali aturan benar/salah tersebut diyakini oleh sekelompok orang, namun belum tentu berlaku benar/salah bagi kelompok lain. Hal  ini terkait dengan tabu di masyarakat.

Contoh: di beberapa kelompok tabu memakan kuda dan babi, di anggap tidak sopan ketika memalingkan muka disaat lawan bicara sedang berbicara. Tata kelakuan pada abad pertengahan membenarkan gereja untuk membiarkan pelacuran dan turut menikmati hasilnya,

c. Lembaga : sistem hubungan sosial yang terorganisir yang mewujudkan nilai- nilai dan tata cara umum tertentu dan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat tertentu. Bersifat resmi dan memaksa.

Suatu lembaga mencakup: (a) Seperangkat pola perilaku yang telah distandardisasi dengan baik, (b) Serangkaian tata kelakuan, sikap dan nilai-nilai yang mendukung dan, (c) Sebentuk tradisi, ritual dan upacara, simbol, pakaian dan perlengkapan-perlengkapan lain.

d. Hukum : Hukum berfungsi untuk memperkuat tata kelakuan. Karena walau masayarakat telah dipagari oleh aturan benar/salah, tetap saja ada sebagian manusia yang ingin melanggarnya. Namun di sisi lain, hukum juga bisa menjadi alat bagi sebagian orang untuk berkuasa dan mengendalikan serta mengeksploitasi golongan lainnya.

e. Nilai : gagasan mengenai apakah pengalaman berarti atau tidak berarti. Suatu kebudayaan dianggap sah jika secara moral dapat diterima dan secara nilai dapat diterima.

Kebudayaan Khusus (subculture) dan Kebudayaan Tandingan (counterculture)

Masyarakat terdiri atas berbagai kelompok/golongan dengan berbagai kebudayaannya masing-masing. Perkembangan teknologi dan kemudahan transportasi membuat interaksi antar kelompok/golongan semakin meluas. Meluasnya interaksi ini, berpengaruh pula para produk kebudayaan. Sebagai contoh kaum migran yang berpindah dari negara asal ke negara tujuannya, biasanya akan memadukan budaya asal yang dimiliki dengan budaya setempat. Perpaduan ini, yang menimbulkan kharakter khusus, disebut dengan “kebudayaan khusus”.

Kebudayaan tandingan (counterculture), berbeda dengan kebudayaan khusus.Kebudayaan tandingan bisa diartikan sebagai budaya/norma/nilai-nilai yang dianut sekelompok orang yang bertentangan dengan norma/budaya/nilai/aturan yang ada pada suatu kelompok masyarakat secara umum. Contoh genk/kelompok mafia, mereka memiliki aturan/nilai/norma mereka sendiri, yang berbeda dengan aturan/nilai/norma yang ada di tengah-tengah masyarakat. Kebudayaan tandingan ini menimbulkan banyak perubahan sosial di dalam masyarakat.

Relativisme Budaya

Relativisme budaya yaitu suatu keadaan dimana fungsi dan arti suatu unsur berhubungan dengan lingkungan dan kebudayaannya. Unsur itu sendiri bersifat netral, namun memiliki nilai (baik/buruk) setelah disandingkan dengan budaya. Contoh : Pakaian berbulu tebak baik di daerah Antartika, namun tidak di negara tropis. Hamil sebelum menikah adalah buruk di kebudayaan Indonesia, namun tidak bagi masyarakat Bontoc di Filipina.

Daftar Pustaka
  1. Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt. 1999. Sosiologi (Bagian 1 dan 2): Jakarta, Penerbit Erlangga
  2. ames D Thomspon dalam Soekanto, Soejorno, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajagrafindo Persada, hal.68

Posting Komentar untuk "Memahami Kebudayaan dan Masyarakat Dalam Antropologi"