Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perkembangan Individu dan Pengaruhnya dalam Proses Belajar

Perkembangan Individu dan Pengaruhnya dalam Proses Belajar - Definisi perkembangan (development) menurut Santrock (2011) adalah pola perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional yang dimulai dari masa pembuahan dan berlanjut sepanjang rentang kehidupan. Sebagian besar perkembangan melibatkan pertumbuhan, meskipun pada akhirnya perkembangan juga melibatkan penurunan fungsi (kematian). Slavin (2002) mengemukakan definisi perkembangan sebagai suatu cara manusia untuk tumbuh, beradaptasi, dan berubah di sepanjang hidupnya, melalui perkembangan fisik, kepribadian, sosioemosional, kognitif, dan bahasa.

Tipe-tipe perkembangan dijelaskan dalam Moreno (2010), bahwa perkembangan terdiri dari perkembangan fisik, yaitu perubahan dalam segi fisik dan kemampuan motorik; perkembangan kognitif yaitu perubahan yang terjadi pada pikiran dan cara berpikir manusia; perkembangan bahasa, yaitu perkembangan pada kemampuan manusia untuk berkomunikasi dengan sesama; dan perkembangan sosial dan personal, mengacu pada perubahan pemahaman terhadap diri sendiri dan orang di sekitar kita.

Karakteristik perkembangan dalam Moreno (2010):

  1. Perkembangan bersifat berurutan; misalnya, anak-anak mengembangkan kemampuan dalam urutan yang logis, seperti mengembangkan kemampuan untuk mengucapkan kata-kata sebelum mampu memproduksi kalimat lengkap.
  2. Perkembangan terjadi secara bertahap: perkembangan anak tidak terjadi dalam semalam melainkan selama periode yang relatif lama.
  3. Peerkembangan terjadi pada tingkat yang berbeda untuk individu yang berbeda pula; misalnya, di sebuah kelas, beberapa siswa akan lebih matang secara emosional dari orang lain, atau akan menampilkan keterampilan kognitif yang lebih tinggi daripada yang lain.

Jadi, bisa ditarik kesimpulan bahwa definisi perkembangan adalah sebuah pola perubahan dan pertumbuhan yang terjadi pada aspek fisik, pikiran, bahasa, sosioemosional dan interpersonal, yang terjadi di sepanjang perjalanan hidup manusia, yang terjadi secara berurutan, bertahap, dan pada tingkatan yang berbeda untuk setiap individu.

Perkembangan Individu dan Pengaruhnya dalam Proses Belajar_
image source: theodysseyonline.com
baca juga: Pengertian, Sejarah, dan Riset dalam Psikologi Pendidikan

Isu-isu dalam Perkembangan

Isu Nature vs Nurture

Isu ini melibatkan perdebatan tentang apakah perkembangan sangat dipengaruhi oleh nature atau nurture (Bjorklund, 2006; Shiraev & Levy, 2007, dalam Santrock, 2011). Nature merujuk pada warisan biologis suatu organisme, nurture merujuk pada pengalaman lingkungannya. Saat ini, psikolog pendidikan (Berk, 2003; Berlz, Bee, & Boy,2003; Cook & Cook, 2005; Fabes & Martin, 2000, dalam Slavin, 2002) sebagian besar mempercayai bahwa nature dan nurture bergabung untuk mempengaruhi perkembangan, dimana faktor biologis memainkan peran yang kuat dalam beberapa aspek, seperti perkembangan fisik, dan faktor lingkungan memainkan peran yang lebih kuat pada orang lain, seperti perkembangan moral.

Isu kontinuitas-diskontinuitas (continuity-discontinuity issue)

Isu ini berfokus pada sejauh mana perkembangan melibatkan perubahan kumulatif dan bertahap (kontinuitas) atau tingkatan yang berbeda (diskontinuitas). Seringnya, para ahli perkembangan yang menekankan nurture biasanya mendeskripsikan perkembangan sebagai sebuah proses yang berkelanjutan dan bertahap, seperti pertumbuhan biji sampai menjadi pohon manga. Sedangkan yang menekankannature sering mendeskripsikan perkembangan sebagai serangkaian tingkatan yang berbeda, seperti misalnya metamorphosis ulat menjadi kupu-kupu (Santrock, 2011).

Perkembangan secara kontinuitas bisa dilihat pada seorang anak ketika ia berhasil berjalan untuk pertama kali, meskipun terlihat seperti satu peristiwa yang tiba-tiba dan tidak berkelanjutan, sebenarnya merupakan hasil dari pertumbuhan dan latihan selama berminggu-minggu dan berbulan-bulan. Dari segi diskontinuitas contohnya, ketika seorang anak beralih dari tidak bisa berpikir secara abstrak tentang dunia menjadi mampu berpikir secara abstrak. Ini adalah perubahan yang bersifat kualitatif dan berhenti dalam perkembangan, bukan perubahan yang kuantitatif dan berkelanjutan.

Teori Perkembangan Kognitif Piaget


Skema (Schemes)

Piaget percaya bahwa semua anak dilahirkan dengan kecenderungan bawaan untuk berinteraksi dan memahami lingkungan mereka.. Anak-anak menunjukkan pola perilaku atau pemikiran, yang disebut skema, yang juga digunakan oleh anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa untuk memahami segala hal yang ada di dunia. Sebagai contoh, sebagian besar bayi menemukan bahwa satu hal yang dapat dilakukan dengan sebuah benda adalah dengan membanting benda itu. Ketika mereka melakukan hal ini, benda itu akan menimbulkan suara, dan mereka melihat benda itu mengenai permukaan. Pengamatan mereka memberitahu mereka sesuatu tentang benda. Bayi juga belajar tentang suatu benda dengan menggigit, mengisap, dan melemparkannya. Masing-masing pendekatan untuk berinteraksi dengan benda-benda disekitarnya disebut skema. Menurut Piaget, mereka akan menggunakan skema yang telah mereka kembangkan dan akan mengetahui apakah benda itu bersuara keras atau lembut ketika dipukul, apa rasanya, dan bagaimana benda itu jatuh, apakah menggelinding atau memantul (Slavin, 2002).

Contohnya, seorang anak berusia 6 tahun mungkin memiliki skema mengklasifikasikan objek menurut ukuran, bentuk, dan warna. Pada saat kita beranjak dewasa, kita telah membentuk banyak sekali skema yang beragam, dari cara mengendarai mobil, menyeimbangkan anggaran, sampai konsep tentang keadilan (Santrock, 2011).

Asimilasi dan Akomodasi

Piaget memberikan konsep asimilasi dan akomodasi untuk menjelaskan bagaimana anak-anak menggunakan dan menyesuaikan skema mereka. Asimilasi (assimilation) terjadi ketika anak-anak memasukkan informasi baru ke dalam skema mereka yang sudah ada sebelumnya. Akomodasi (accommodation) terjadi ketika anak-anak menyesuaikan skema agar sesuai dengan informasi dan pengalaman baru mereka (Santrock, 2011).

Contoh, seorang anak yang telah mempelajari kata “mobil” untuk mengidentifikasi mobil keluarga. Anak itu menyebut semua kendaraan yang bergerak di jalanan dengan sebutan “mobil” – termasuk sepeda motor dan truk – maka anak itu mengasimilasi objek-objek ini ke dalam skema yang telah ada sebelumnya. Akan tetapi, anak tersebut segera mempelajar bahwa sepeda motor dan truk bukanlah mobil, lalu mengakomodasi skema tersebut – dengan mengubah konsep tentan mobil, sehingga sepeda motor dan truk tidak dikategorikan sebagai “mobil”.

Organisasi

Organisasi (organization) dalam teori Piaget adalah mengelompokkan perilaku dan pikiran ke dalam suatu susunan system yang lebih tinggi.

Contoh, seorang anak yang memiliki pengetahuan tentang mobil, sepeda motor, dan truk lalu akan mempelajari bagaimana ia mengorganisasikan pengetahuan tersebut menjadi pengetahuan tentang alat-alat transportasi dan menghubungkan kegunaan-kegunaan alat-alat transportasi tersebut.

Ekuilibrasi

Ekuilibrasi (equilibration) adalah mekanisme yang diajukan Piaget untuk menjelaskan bagaimana anak-anak beralih dari satu tahap pemikiran ke tahap berikutnya. Peralihan ini terjadi ketika anak-anak mengalami konflik kognitif – atau disekuilibrium – dalam memahami dunia. Pada akhirnya, mereka menyelesaikan konflik tersebut dan mencapai keseimbangan atau ekuilibrium pemikiran.

Sebagai contoh, seorang anak percaya bahwa jumlah cairan berubah hanya karena cairan tersebut dituang ke sebuah wadah yang mempunyai bentuk berbeda – misalnya, dari wadah yang pendek dan lebar ke wadah yang tinggi dan sempit – ia mungkin dibuat bingung oleh masalah seperti dari manakah cairan “ekstra” tersebut dan apakah benar-benar ada ada lebih banyak cairan untuk diminum. Anak tersebut pada akhirnya akan menyelesaikan teka-teki ini ketika pikirannya menjadi lebih maju (Santrock, 2011).

Asimilasi dan akomodasi selalu membawa cara berpikir anak untuk mencapai ke tingkat yang lebih tinggi. Bagi Piaget, motivasi untuk berubah merupakan pencarian internal untuk mencapai ekuilibrium. Ketika skema lama disesuaikan dan skema baru dikembangkan, anak tersebut mengorganisasikan skema lama dan baru. Akhirnya, organisasi tersebut pada dasarnya berbeda dari organisasi yang lama; organisasi tersebut adalah cara berpikir yang baru (Santrock, 2011).


Tahapan Perkembangan Kognitif: Piaget

Perkembangan Individu dan Pengaruhnya dalam Proses Belajar 1_

Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)

Dalam tahap ini, bayi membangun pemahaman tentang dunia dengan mengoordinasikan pengalaman sensori (seperti melihat dan mendengar) dengan tindakan motoric mereka (meraih, menyentuh) – oleh karena itu disebut sensorimotor. Bayi mengalami kemajuan dari tindakan instingtual dan reflex pada saat kelahiran, menjadi tindakan yang memiliki tujuan di akhir masa tahapan ini.

Tahap Praoperasional (2-7 tahun)

Ciri-ciri anak yang berada pada tahapan perkembangan ini adalah, memiliki konsep pemikiran yang simbolis, bersifat egosentris dan lebih intuitif daripada logis. Tahap ini dibagi menjadi dua subtahap, yaitu subtahap fungsi simbolik, berlangsung antara usia 2-4 tahun. Dalam subtahap ini, anak melatih kemampuan untuk mewujudkan secara mental sebuah benda yang tidak ada. Hal itu akan memperluas dunia mental si anak menuju dimensi baru. perkembangan bahasa yang cepat dan adanya permainan simbolik, merupakan contoh lain dari peningkatan dalam pemikiran simbolik selama subtahap masa kanak-kanak awal. Anak mulai menggunakan rancangan yang kasar untuk menggambar orang, rumah, mobil, awan, dan banyak aspek lain di dunia. Gambar anak-anak sangat penuh daya khayal dan imajinatif, mungkin karena mereka tidak peduli dengan kenyataan di sekitarnya (Winner, 1986, dalam Santrock, 2011). \

Pada subtahap ini, pemikiran praoperasional anak-anak memiliki dua batasan penting yaitu egosentrisme dan animisme. Egosentrisme adalah ketidakmampuan untuk membedakan antara perspektif diri sendiri dan perspektif orang lain. Animisme adalah keyakinan bahwa benda mati mempunyai sifat “seperti makhluk hidup” dan mampu bertindak/bergerak. Seorang anak yang dalam tahap praoperasional mungkin akan berkata, “Lantai ini nakal, karena membuatku terjatuh!”.

Subtahap pemikiran intuitif adalah pemikiran praoperasional yang kedua, dimulai sekitar usia 4 tahun dan berlangsung sampai sekitar usia 7 tahun. Pada subtahap ini, anak-anak mulai menggunakan pemikiran primitive dan ingin mengetahui jawaban untuk semua jenis pertanyaan. Piaget menyebut tahap ini “intuitif” karena anak-anak tampak sangat yakin tentang pengetahuan dan pemahaman mereka, namun tidak sadar bagaimana mereka mengetahui apa yang mereka ketahui (Santrock, 2011).

Karakteristik lain adalah mereka mengajukan banyak pertanyaan. Serbuan pertanyaan dimulai sekitar usia 3 tahun. Pada usia 5 tahun, mereka baru akan membuat lelah orang-orang dewasa di sekitar mereka dengan pertanyaan “Kenapa?”. Pertanyaan “Kenapa?” menunjukkan munculnya minat anak dalam mencari tahu mengenai segala hal. Berikut adalah contoh pertanyaan anak-anak usia 4-6 tahun (Elkind, 1976, dalam Santrock, 2011):
  • “Kenapa matahari bersinar?”
  • “Kenapa daun gugur?”
  • “Apa yang membuatmu tumbuh?”
  • “Kenapa sapi itu makan rumput?”
  • Dll..

Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun)

Pemikiran operasional konkret melibatkan penggunaan konsep operasi. Pemikiran yang logis menggantikan pemikiran intuitif, tetapi hanya dalam situasi yang konkret. Anak-anak yang dalam tahap pemikiran operasional konkret mampu untuk membentuk suatu konsep, melihat hubungan antar konsep, dan menyelesaikan masalah, tetapi hanya jika permasalahan tersebut sudah familiar baginya (Slavin, 2002). Pada tahap perkembangan ini, anak-anak mengalami beberapa perkembangan dalam pemikiran:

Klasifikasi (classification) adalah kemampuan untuk mengelompokkan benda menurut persamaan karakteristik. Sebelum anak-anak memasuki tahap ini, mereka mungkin mampu untuk mengelompokkan benda dalam satu kelompok (contoh: benda warna hijau atau benda warna merah saja), tetapi belum mampu untuk mengelompokkan ke dalam kelompok yang lebih khusus. Contohnya, ketika anak yang dalam tahap praoperasional dihadapkan pada beberapa balok segitiga dan lingkaran berwarna biru dan hijau, mereka mungkin mengelompokkannya berdasarkan warna biru dan hijau, namun pada anak yang dalam tahap operasional konkret, mereka sudah mampu mengelompokkan berdasarkan bentuknya juga, yaitu segitiga dan lingkaran (Moreno, 2010).

Seriasi (seriation) kemampuan untuk mengurutkan benda sesuai dengan jumlah, panjangnya, atau volumenya. Ketika kemampuan seriasi sudah dikuasai, maka anak-anak akan mengembangkantransitivitas (transitivity), yaitu kemampuan untuk memahami hubungan antatra dua benda, berdasarkan pada hubungan yang sudah diketahui dari hubungan salah satu benda yang pertama dengan benda yang ketiga. Jadi, jika terdapat suatu hubugan antara benda pertama dan benda kedua, serta terjadi hubungan antara benda kedua dan benda ketiga, maka akan terjadi pula hubungan antara benda pertama dan ketiga. Contoh, seandainya terdapat tiga tongkat (A, B, dan C) yang mempunyai panjang berbeda. A adalah tongkat yang paling panajng, B memiliki panjang menengah, dan C adalah yang paling pendek. Dalam teori Piaget, para pemikir operasional konkret mampu memahami bahwa: jika A lebih panjang daripada B, B lebih panjang daripada C, maka A adalah lebih panjang daripada C. Anak yang dalam tahap praoperasional belum dapat memahami hal itu.

Tahap Operasional Formal (11 tahun – usia dewasa)

Pada tahap ini, seseorang mulai mengambil keputusan berdasarkan pengalaman nyata dan berpikir lebih abstrak, idealis, dan logis (Santrock, 2011). Seseorang mulai mampu untuk berhadapan dengan situasi potensial, dan mampu untuk memperkirakan berbagai kemungkinan atas sebuah situasi. Mereka menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah dan secara sistematis menguji berbagai solusi. Istilah pemikiran deduktif-hipotesis Piaget (hypothetical-deductive reasoning) merupakan konsep bahwa remaja dapat mengembangkan hipotesis-hipotesis (dugaan terbaik) mengenai berbagai cara untuk memecahkan masalah dan mencapai sebuah kesimpulan secara sistematis.

Pada masa ini, seseorang sedang dalam fase perkembangan di masa remaja, dimana salah satu bentuk egosentrisme juga muncul. Egosentrisme masa remaja adalah peningkatan kesadaran diri yang tercermin dalam keyakinan remaja bahwa orang lain tertarik kepada diri mereka seperti halnya mereka tertarik kepada diri sendiri. Egosentrisme remaja adalah sesuatu yang normal, dan lebih sering terjadi pada anak di sekolah menengah pertama daripada sekolah menengah atas. Akan tetapi, pada beberapa remaja, egosentrisme masa remaja dapat berkontribusi pada perilaku ugal-ugalan, termasuk pikiran untuk bunuh diri, penggunaan obat-obatan terlarang, dan perilaku seksual sebelum menikah. Egosentrisme mengakibatkan remaja berpikir bahwa mereka tidak terkalahkan (Santrock, 2011).

Tahap Pemikiran Sosial-Kognitif: Vygotsky

Menurut Vygotsky, fungsi-fungsi mental mempunyai hubungan eksternal atau hubungan sosial. Dalam teori Vygotsky, orang lain dan bahasa memainkan peran kunci dalam perkembangan kognitif seorang anak (Bodrova & Leong, 2007; Fidalgo & Pereira, 2005; Hyson, Copple, & Jones, 2006; Stetsenko & Arievitch, 2004, dalam Santrock, 2011).

Vygotsky percaya bahwa proses perkembangan kognitif dibentuk dan distimulasi oleh konteks sosiokultural. Menurut Vygotsky, balita mulai mengembangkan konsep objek permanensi ketika berumur 2 tahun, bukan karena mereka mencapai tahap perkembangan yang lebih tinggi, namun karena interaksi sosial berulang yang membuatnya mengerti respons yang diharapkan dari mereka (Moreno, 2010).

Zona Perkembangan Proksimal (Zone of Proximal Development - ZPD) adalah istilah Vygotsky untuk kisaran tugas-tugas yang terlalu sulit saat sang anak melakukannya sendiri, tetapi dapat dipelajari dengan bimbingan atau bantuan orang lain (orang dewasa atau anak-anak lain yang lebih terampil). Jadi, batas bawah dari ZPD adalah tingkat ketrampilan yang dapat diraih oleh anak yang dilakukan secara mandiri. Batas atasnya adalah tingkat tanggung jawab tambahan yang dapat diterima anak dengan bantuan seorang pengajar yang kompeten.

Scaffolding berhubungan erat dengan konsep ZPD, artinya mengubah tingkat dukungan. ketika siswa sedang memepelajari sebuah tugas baru, orang yang lebih terampil dapat melakukan pengajaran langsung. Seiring meningkatnya kompetensi siswa, bimbingan yang diberikan lebih sedikit. Scaffolding seringkali digunakan untuk membantu siswa mencapai batas atas dari ZPD mereka (Horowitz, dkk, 2005, dalam Santrock, 2011).

Private speech (Percakapan pribadi/sendiri) adalah mekanisme yang ditekankan oleh Vygotsky untuk mengubah pengetahuan bersama menjadi pengetahuan personal/pribadi (Slavin, 2002). Contoh, anak kecil berbicara keras-keras kepada diri mereka sendiri mengenai hal-hal seperti mainan mereka atau tugas-tugas yang sedang mereka selesaikan. Jadi, misalnya mereka sedang mengerjakan puzzle, anak mungkin berkata “Potongan ini salah, aku akan mencoba yang itu”, beberapa menit kemudian iaya mungkin akan berkata, “Ini sulit..” (Santrock, 2011).

Perbandingan Teori Piaget dan Vygotsky

Perkembangan Individu dan Pengaruhnya dalam Proses Belajar 2_

Daftar Pustaka
  1. Moreno, R. (2010). Educational psychology. Hoboken, N.J.: John Wiley & Sons.
  2. Santrock, J. (2011). Educational psychology (5th ed.). New York: McGraw-Hill.
  3. Slavin, R. (2002). Educational psychology: Theory and practice (8th ed.). Boston: Allyn and Bacon.

Posting Komentar untuk "Perkembangan Individu dan Pengaruhnya dalam Proses Belajar"