Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengertian Lengkap Institusi Sosial Dalam Sosiologi

Pengertian Lengkap Institusi Sosial Dalam Sosiologi - Institusi Sosial atau social-institution dikenal juga dengan lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan, yang berarti jenis lembaga yang mengatur rangkaian tata cara dan prosedur dalam melakukan hubungan antar manusia saat mereka menjalani kehidupan bermasyarakat dengan tujuan mendapatkan keteraturan hidup. Koentjaraningrat mengatakan, pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan atau norma-norma untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Definisi tersebut menekankan pada sistem tata kelakuan atau norma-norma untuk memenuhi kebutuhan.Istilah lain yang diusulkan adalah bangunan sosial yang mungkin merupakan terjemahan dari istilah Soziale-Gebilde (bahasa jerman), yang lebih jelas menggambarkan bentuk dan susunan social-institution tersebut.

Pengertian Lengkap Institusi Sosial Dalam Sosiologi_
image source: www.lsa.umich.edu
baca juga:

Lembaga kemasyarakatan terdapat dalam setiap masyarakat tanpa memedulikan apakah masyarakat tersebut mempunyai taraf kebudayaan bersahaja atau modern karena setiap masyarakat tentu mempunyai kebutuhan-kebutuhan pokok yang apabila dikelompok-kelompokan, terhimpun menjadi lembaga kemasyarakatan. Untuk memberikan suatu batasan, dapatlah dikatakan bahwa lembaga kemasyarakatan merupakan himpunan norma-norma segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat. Wujud konkret lembaga kemasyarakatan tersebut adalah asosiasi (association).

Sebagai contoh, universitas merupakan lembaga kemsyarakatan, sedangkan Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, Universitas Gajah Mada, Universitas Airlangga, dan lain-lain merupakan contoh-contoh asosiasi. Beberapa sosiolog memberikan definisi lain, seperti : Robert Maclver dan Charles H. Page mengartikan lembaga kemasyarakatan sebagai tata cara atau prosedur yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antarmanusia yang berkelompok dalam suatu kelompok kemasyarakatan yang dinamakan asosiasi.

Leopold Von Wiese dan Howard Becker melihat lembaga kemasyarakatan dari sudut fungsinya. Lembaga kemasyarakatan diartikannya sebagai suatu jaringan proses-proses hubungan antarmanusia dan antarkelompok manusia yang berfungsi untuk memelihara hubungan-hubungan tersebut serta pola-pola nya, sesuai dengan kepentingan-kepentingan manusia dan kelompoknya.

Sosiolog lain, yaitu Sumner melihatnya dari sudut kebudayaan, mengartikan lembaga kemasyarakatan sebagai perbuatan, cita-cita, sikap, dan perlengkapan kebudayaan, bersifat kekal serta bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Pentingnya adalah agar ada keteraturan dan integrasi dalam masyarakat. Lembaga kemasyarakatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok manusia pada dasarnya mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
  1. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap didalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan.
  2. Menjaga keutuhan masyarakat.
  3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control). Artinya, sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.

Fungsi-fungsinya diatas menyatakan bahwa apabila seseorang hendak mempelajari kebudayaan dan masyarakat tertentu, maka harus pula diperhatikan secara teliti lembaga-lembaga kemasyarakatan di masyarakat yang bersangkutan.

Pertumbuhan Lembaga Kemasyarakatan

1. Norma-norma Masyarakat

Norma-norma masyarakat dirumuskan agar hubungan antarmanusia di dalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana diharapkan. Awalnya norma-norma tersebut terbentuk secara tidak sengaja. Namun, lama kelamaan norma-norma tersebut dibuat secara sadar. Misalnya, dalam jual beli, seorang perantara tidak harus diberi bagian dari keuntungan. Akan tetapi, lama kelamaan terjadi kebiasaan bahwa perantara harus mendapat bagiannya, dimana sekaligus ditetapkan siapa yang menanggung itu, yaitu pembeli ataukah penjual.

Norma-norma yang ada dalam masyarakat, mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang lemah, yang sedang, sampai yang terkuat daya ikatnya. Pada yang terkuat, umumnya anggota masyarakat tidak berani melanggarnya.

Secara sosiologis dikenal adanya empat pengertian untuk dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma tersebut, yaitu :

a. Cara (usage)
Menunjuk pada suatu bentuk perbuatan. Norma ini mempunyai kekuatan yang sangat lemah bila dibandingkan dengan kebiasaan (folkways). Kebiasaan menunjuk pada perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama.

Cara (usage) lebih menonjol di dalam hubungan antarindividu dalam masyarakat. Suatu penyimpangan terhadapnya tidak akan mengakibatkan hukuman yang berat, akan tetapi hanya sekedar celaan dari individu yang dihubunginya. Misalnya, orang mempunyai cara masing-masing untuk minum pada waktu bertemu. Ada yang minum tanpa mengeluarkan bunyi, ada pula yang mengeluarkan bunyi sebagai pertanda rasa kepuasannya menghilangkan kehausan. Dalam cara yang terakhir biasanya dianggap sebagai perbuatan yang tidak sopan. Apabila cara tersebut diperlakukan juga, maka paling banyak orang yang diajak minum bersama akan merasa tersinggung dan mencela cara minum yang demikian.

b. Kebiasaan (folkways)
Mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar daripada cara. Kebiasaan yang diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama merupakan bukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan tersebut. Sebagai contoh, kebiasaan memberi hormat kepada orang lain yang lebih tua. Apabila perbuatan tadi tidak dilakukan, maka akan dianggap sebagai penyimpangan terhadap kebiasaan umum dalam masyarakat. Kebiasaan menghormati orang-orang yang lebih tua, merupakan suatu kebiasaan dalam masyarakat dan setiap orang akan menyalahkan penyimpangan terhadap kebiasaan umum tersebut.

Menurut Maclver dan Page, kebiasaan merupakan perilaku yang diakui dan diterima oleh masyarakat. Selanjutnya, dikatakan bahwa apabila kebiasaan tersebut tidak semata-mata dianggap sebagai cara perilaku saja. Akan tetapi, bahkan diterima sebagai norma-norma pengatur, maka kebiasaan tadi disebutkan sebagai mores atau tata kelakuan.

c. Tata Kelakuan (mores)
Tata kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia yang dilaksanakan sebagai alat pengawas, secara sadar maupun tidak sadar, oleh masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Tata kelakuan disatu pihak memaksakan suatu perbuatan dan dilain pihak melarangnya sehingga secara langsung merupakan alat agar anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut.

Tata kelakuan sangat penting karena alasan-alasan berikut :
  • Tata kelakuan memberikan batas-batas pada perilaku idividu. Tata kelakuan juga merupakan alat yang memerintahkan dan sekaligus melarang seorang anggota masyarakat melakukan suatu perbuatan. Dalam hal ini setiap masyarakat mempunyai tata kelakuan masing-masing yang sering kali berbeda satu dengan yang lainnya karena tata kelakuan timbul dari pengalaman masyarakat yang berbeda-beda dari masyarakat-masyarakat yang bersangkutan.
  • Tata kelakuan mengidentifikasi individu dengan kelompoknya. Di satu pihak tata kelakuan memaksa orang agar menyesuaikan tindakan-tindakan nya dengan tata kelakuan kemasyarakatan yang berlaku. Di lain pihak mengusahakan agar masyarakat menerima seseorang karena kesanggupannya untuk menyesuaikan diri.
  • Tata kelakuan menjaga solidaritas antaranggota masyarakat. Setiap masyarakat mempunyai tata kelakuan, misalnya perihal hubungan antara pria dan wanita, yang berlaku bagi semua orang, dengan semua usia, untuk segala golongan masyarakat dan seterusnya. Tata kelakuan menjaga keutuhan dan kerja sama antara anggota-anggota masyarakat itu.

d. Adat Istiadat (customs)
Tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat dapat meningkatkan kekuatan mengikatnya menjadi custom atau adat istiadat. Anggota masyarakat yang melenggar adat istiadat akan menderita sanksi yang keras yang kadang-kadang secara tidak langsung diperlakukan.

Norma-norma tersebut, setelah mengalami suau proses, pada akhirnya akan menjadi bagian tertentu dari lembaga kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses pelembagaan (institutionalization), yaitu suatu proses yang dilewatkan oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan. Maksudnya ialah sampai norma itu oleh masyarakat dikenal, diakui, dihargai, kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari. Mengingat adanya proses tersebut diatas, dibedakan antara lembaga kemasyarakatan sebagai peraturan dan yang sungguh-sungguh berlaku.

Lembaga kemasyarakatan dianggap sebagai peraturan apabila norma-norma tersebut membatasi serta mengatur perilaku orang-orang, misalnya lembaga perkawinan mengatur hubunga antara wanita dengan pria. Lembaga kemasyarakatan dianggap sungguh-sungguh berlaku apabila norma-normanya sepenuhnya membantu pelaksanaan pola-pola kemasyarakatan. Perilaku perseorangan yang dianggap sebagai peraturan merupakan hal sekunder bagi lembaga kemasyarakatan.

Proses pelembagaan dapat berlangsung lebih jauh lagi sehingga suatu norma kemasyarakatan tidak hanya menjadi institutionalized dalam masyarakat, tetapi menjadi internalized. Yaitu norma-norma tersebut telah mendarah daging, sehinngga anggota masyarakat dengan sendirinya ingin berperilaku yang memang sebenarnya memenuhi kebutuhan masyarakat.

2. Sistem Pengendalian Sosial (social control)

Dalam bahasa sehari-hari, sistem pengendalian sosial sering dartikan sebagai pengawasan oleh masyarakat terhadap jalannya pemerintahan, khususnya pemerintah bersama aparaturnya. Arti yang lebih luas yaitu mencakup segala proses, baik yang direncanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik, mengajak, atau bahkan memaksa warga-warga masyarakat mematuhi kaidah-kaidah dan nilai sosial yang berlaku.

Pengendalian sosial terutama bertujuan untuk mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Atau, suatu sistem pengendalian sosial bertujuan untuk mencapai keadaan damai melalui keserasian antara kepastian dengan keadilan/ kesebandingan.

Dari sudut sifatnya, pengendalian sosial dikelompokkan menjadi dua, yakni preventif, dan represif, atau bahkan kedua-duanya. Prevensi merupakan suatu usaha pencegahan terhadap terjadinya gangguan-gangguan pada keserasian antara kepastian dengan keadilan. Sementara itu, usaha-usaha yang represif bertujuan untuk mengembalikan keserasian yang pernah mengalami gangguan. Usaha-usaha preventif, misalnya, dijalankan melalui proses sosialisasi, pendidikan formal, dan informal. Sementara itu, represif berwujud penjatuhan sanksi terhadap para warga masyarakat yang melanggar atau menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku.

Alat-alat pengendalian sosial dapat digolongkan ke dalam paling sedikit lima golongan, yaitu:
  1. Mempertebal keyakinan anggota masyarakat akan kebaikan norma-norma kemasyarakatan
  2. Memberikan penghargaan kepada angggota masyarakat yang taat pada norma-norma kemasyarakatan
  3. Mengembalikan rasa malu dalam diri atau jiwa anggota masyarakat bila mereka menyimpang atau menyeleweng dari norma-norma kemasyarakatan dan nilai-nilai yang berlaku
  4. Menimbulkan rasa takut
  5. Menciptakan sistem hukum, yaitu sistem tata tertib dengan sanksi yang tegas bagi para pelanggar.

3. Ciri-ciri Umum Lembaga Kemasyarakatan

Gillin dan Gillin di dalam karyanya yang berjudul General Features of Social Institutions, telah menguraikan beberapa ciri umum lembaga kemasyarakatan yaitu sebagai berikut :
  1. Suatu lembaga kemasyarakatan adalah suatu organisasi pola-pola pemikiran dan pola-pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya.
  2. Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri semua lembaga kemasyarakatan.
  3. Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu.
  4. Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan.
  5. Lambang biasanya juga merupakan ciri khas lembaga kemasyarakatan.
  6. Suatu lembaga kemasyarakatan mempunyai suatu tradisi tertulis atau yang tak tertulis.

4. Tipe-tipe Lembaga Kemasyarakatan

Tipe-tipe lembaga kemasyarakatan dapat diklasifikasikan dari berbagai sudut. Menurut Gillin dan Gillin, lembaga kemasyarakatan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1) Dari sudut perkembangan nya:
  • Crescive institutions: disebut juga lembaga-lembaga paling primer dan merupakan lembaga-lembaga yang secara tak sengaja tumbuh dari adat istiadat masyarakat.
  • Enacted institutions: dengan sengaja dibentuk untuk memenuhi kebutuhan tertentu, misalnya lembaga utang-piutang, lembaga perdagangan, pendidikan,dan sebagainya.
2) Dari sudut sistem nilai-nilai yang diterima masyarakat :
  • Basic institutions: dianggap sebagai lembaga kemasyarakatan yang sangat penting untuk memelihara dan mempertahan kan tata tertib dalam masyarakat.
  • Subsidiary institutions: dianggap kurang penting seperti misalnya kegiatan rekreasi.
3) Dari sudut penerimaan masyarakat :
  • Approved-socially sanctioned institutions: lembaga yag diterima masyarakat seperti misalnya sekolah, perusahaan dagang, dan lain-lain.
  • Unsanctioned institutions: ditolak oleh masyarakat walau kadang-kadang masyarakat tidak berhasil memberantasnya. Misalnya, kelompok penjahat, pemeras, pencoleng, dan sebagainya.
4) Dari sudut penyebarannya :
  • General institutions: misalnya agama, karena dikenal oleh hampir semua masyarakat di dunia.
  • Restricted institutions: misalnya agama Islam, Kristen, Protestan, Katolik, Budha, dan sebagainya, Karena dianut oleh masyarakat tertentu di dunia ini.
5) Dari sudut fungsinya :
  • Operative institutions: berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola-pola atau tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, misalnya lembaga industrialisasi.
  • Regulative institutions: bertujuan untuk mengawasi adat istiadat atau tata kelakuan yang tidak menjadi bagian mutlak lembaga itu sendiri. Contohnya lembaga hukum seperti kejaksaan, pengadilan, dan sebagainya.

5. Cara-cara Mempelajari Lembaga Kemasyarakatan

Cara-cara pendekatan atau mempelajari lembaga kemasyarakatan dapat dirinci ke dalam :
  • Analisis historis : bertujuan meneliti sejarah timbul dan perkembangan suatu lembaga kemasyarakatan tertentu.
  • Analisis komparatif : bertujuan menelaah suatu lembaga kemasyarakatan tertentu dalam berbagai masyarakat berlainan ataupun berbagai lapisan sosial masyarakat tersebut.
  • Analisis fungsional : dengan jalan menganalisis hubungan antara lembaga-lembaga tersebut di dalam suatu masyarakat tertentu.

6. Conformity dan Deviation

Masalah conformity dan deviation berhubungan erat dengan social control. Conformity berarti proses penyesuaian diri dengan masyarakat dengan cara mengindahkan kaidah dan nilai-nilai masyarakat. Sebaliknya, deviation adalah penyimpangan terhadap kaidah dan nilai-nilai dalam masyarakat.

Dalam masyarakat yang homogen dan tradisional, conformity warga masyarakat cenderung kuat. Misalnya didesa yang terpencil, apabila seseorang mendirikan rumah, dia akan meniru bentuk rumah yang telah ada dan telah institutionalized bentuknya. Jika mendirikan rumah yang berbeda dengan pola tersebut, akan dicela oleh anggota masyarakat lain.

Sebaliknya, masyarakat dikota-kota besar berlainan keadaan nya karena anggota masyarakat nya selalu berusaha menyesuaikan diri dengan perubahan. Dengan penduduk yang berlainan latar belakang suku dan kebudayaan. Lagi pula kota merupakan pintu gerbang masuknya pengaruh luar. Dengan demikian kaidah-kaidah dalam kota juga selalu mengalami perkembangan. Maka, conformity di kota besar juga sangat kecil sehingga proses institutionalization sukar terjadi apabila dibandingkan dengan masyarakat terpencil.Bahkan conformity dikota besar sering dianggap sebagai hambatan terhadap kemajuan dan perkembangan. Conformity biasanya menghasilkan ketaatan atau kepatuhan.

Deviation atau penyimpangan dalam masyarakat tradisional yang relatif satis tidak akan disukai. Deviation terhadap kaidah-kaidah dalam masyarakat yang tradisional memerlukan suatu keberanian dan kebijaksanaan tersendiri. Namun, apabila masyarakat tradisional tersebut merasakan manfaat dari suatu deviation tertentu, penyimpangan akan diterimanya. Biasanya proses tersebut dimulai oleh generasi muda yang pernah pergi merantau. Kebiasaan-kebiasaan yang dibawanya dari luar mulai ditiru oleh orang-orang sekitarnya, kemudian menjalar ke seluruh masyarakat.

Sosiolog Robert K. Merton meninjau penyimpangan (deviasi) dari sudut struktur sosial dan budaya. Menurut Merton, diantara segenap unsur sosial dan budaya, terdapat dua unsur terpenting, yaitu kerangka aspirasi dan unsur-unsur yang mengatur segala kegiatan utuk mencapai aspirasi tersebut. Dengan kata lain, ada nilai-nilai sosial budaya yang merupakan rangkaian konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup di dalam alam pikiran bagian terbesar warga masyarakat tentang apa yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Juga ada kaidah-kaidah yang mengatur kegiatan-kegiatan manusia untuk mencapai cita-cita tersebut.


Sekian artikel tentang Pengertian Lengkap Institusi Sosial Dalam Sosiologi.

Posting Komentar untuk "Pengertian Lengkap Institusi Sosial Dalam Sosiologi"