Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Etika Terapan Dalam Kode Etik Psikologi Menurut Para Ahli

Etika Terapan Dalam Kode Etik Psikologi Menurut Para Ahli - Menurut Sigit (2013), istilah etika terapan bukan hal baru, mungkin secara istilah kata etika terapan datang setelah maknanya. Etika terapan telah lama diperkenalkan dan dipraktikan oleh para filsuf terdahulu. Bahkan sejak Plato dan Aristoteles sudah ditentukan bahwa etika merupakan filsafat praktis, artinya filsafat yang memberikan masukan kepada tingkah laku manusia dengan mendeskripsikan hal perilaku yang seharusnya diaktualkan. Pada abad pertengahan, salah seorang filsufnya adalah Thomas Aquinas yang telah melanjutkan tradisi filsafat praktis dan menerapkannya di bidang teologi moral. Sejaman dengan itu juga muncul etika khusus (ethihic special) yang sekarang menjadikan etika praktis atau terapan sebagai golonganya. Ada dua wilayah besar yang menjadi garapan etika terapan, yaitu wilayah profesi dan permasalahan. etika terapan yang menggarap bidang profesi dapat disebut etika kedokteran, etika politik, etika bisnis dan sebagainya. Yang jelas di wilayah ini permainan etika berada di dalam wilayah berbagai profesi (Sigit, 2013).

Menurut Hasan (2009), etika terapan merupakan disiplin filsafat yang berusaha untuk menerapkan teori-teori etika dalam situasi kehidupan sehari-hari. Etika terapan merupakan cabang etika yang terdiri dari analisis dari masalah moral yang spesifik dan kontroversial. Berbagai pertanyaan yang dapat diajukan dalam bidang etika terapan, misalnya “apakah binatang juga memiliki hak”, “apa saja yang merupakan hak asasi manusia, dan bagaimana menentukannya” dan lain -lain.

Etika Terapan Dalam Kode Etik Psikologi Menurut Para Ahli_
image source: spuniknews.com
baca juga: Pentingnya Pengembangan Kode Etik dalam Dunia Profesi

Etika terapan (applied ethics) adalah studi etika yang menitikberatkan pada aspek aplikatif atas dasar teori etika atau norma yang ada. Etika terapan muncul akibat perkembangan yang pesat dari etika dan kemajuan ilmu lainnya. Sejak awal Abad XX, etika terapan menjadi suatu studi yang menarik dan kontemporer, karena terlibatnya berbagai bidang ilmu lain (ilmu kedokteran, ilmu ekonomi, ilmu sosial, ilmu keperawatan dan sebagainya) dalam mengkaji etika. Disebut sebagai terapan karena sifat etika yang praktis, yaitu memperlihatkan sisi kegunaannya. Sisi kegunaan itu berasal dari penerapan teori dan norma etika ketika berada pada perilaku manusia. Sebagai ilmu praktis, etika bekerja sama dengan bidang ilmu lain dalam melihat prinsip yang baik dan yang buruk. Penyelidikan atau kajian etika terapan meliputi dua wilayah besar, yaitu kajian yang menyangkut suatu profesi dan kajian yang berkaitan dengan suatu problem atau masalah. Kajian tentang profesi berarti membahas etika terapan dari sudut profesi tertentu, misalnya etika kedokteran, etika politik, etika bisnis, etika keperawatan. Etika terapan yang menyoroti tentang berbagai masalah atau masalah misalnya pencemaran lingkungan hidup menimbulkan kajian tentang etika lingkungan hidup; pembuatan, pemilikan dan penggunaan senjata nuklir menimbulkan kajian tentang etika nuklir; diskriminasi terhadap berbagai bentuk (ras, agama, gender, warna kulit, dan lain-lain) menyebabkan munculnya studi tentang hal itu (misal etika feminisme, etika multikultural). Jadi, jelas bahwa etika terapan yang berkaitan dengan masalah tersebut sangat diminati oleh masyarakat modern saat ini karena topiknya sangat relevan dan aktual dengan kehidupan modern dan kontemporer.

Bidang etika terapan sangat luas. Etika terapan dipergunakan untuk menentukan kebijakan publik. Seringkali pertanyaan-pertanyaan etika terapan mendapatkan bentuk legal atau politikal, sebelum diinterpretasikan dalam etika normatif, misalnya penetapan piagam hak asasi manusia sedunia UN Declaration of Human Rights yang ditetapkan oleh PBB pada tahun 1948 dan penetapan piagam kesadaran lingkungan hidup global Green Carter tahun 2001.

Secara umum, terhadap kedua karakter yang penting perlu agar suatu masalah dapat menjadi topik dalam etika terapan. Pertama, masalah harus bersifat kontroversial dalam pengertian terhadap berbagai kelompok yang besar, baik yang mendukung ataupun yang menolak isu yang dibahas tersebut. Misalnya, masalah perampokan bersenjata, bukanlah masalah etika terapan, karena semua orang setuju bahwa praktik ini sangat tidak bermoral. Sebaliknya, masalah kontrol senjata dapat menjadi etika terapan karena terdapat kelompok besar, baik yang menyetujui maupun menolak kontrol senjata. Persyaratan kedua agar suatu masalah menjadi topik etika terapan adalah isu itu harus jelas merupakan masalah moral. Pada saat tertentu media massa menyajikan serangkaian isu sensitif, seperti gay dalam dunia militer, komitmen paksa dari mereka yang memiliki gangguan mental, praktik bisnis kapitalis versus sosialis, sistem kesehatan pemerintah dan swasta, atau konversasi energi. Meskipun seluruh isu itu kontroversial dan memiliki dampak pada masyarakat, namun tidak semua merupakan isu moral. Beberapa diantaranya merupakan isu kebijakan sosial. Tujuan kebijakan sosial adalah untuk membantu masyarakat tertentu berjalan efisien dengan berlakunya konvensi tertentu, seperti peraturan lalu lintas, hukum perbajakan, dan kode wilayah. Sebaliknya, isu moral lebih mengenai praktik kewajiban moral, seperti kewajiban kita untuk menghindari kecurangan, dan tidak terbatas pada masa individual (Hasan, 2009).

Seringkali, isu kebijakan sosial dan moralitas saling tumpang tindih, pembunuhan, misalnya merupakan hal yang secara sosial dilarang, namun juga menentang moralitas. Namun, kedua kelompok tersebut tetap merupakan sesuatu yang berbeda. Misalnya, banyak orang yang menyatakan bahwa perzinahan sesuatu yang bertentangan dengan moralitas, tetapi tidak berarti bahwa seluruh negara memiliki kebijakan sosial atau hukum yang secara langsung menghukum perzinahan tersebut. Sama dengan itu, terdapat berbagai kebijakan sosial yang melarang berjualan asongan di daerah pemukiman tertentu namun, selama tidak ada orang lain yang dirugikan, tidak terdapat sesuatu yang bertentangan dengan moral dalam hal penjualan asongan dalam pemukiman tersebut. Dengan demikian, untuk dapat dikualifikasi sebagai isu etika terapan, maka isu tersebut harus lebih dari semata-mata kebijakan sosial namun harus relevan dengan moralitas itu sendiri.

1. Prinsip-Prinsip Normatif dalam Etika Terapan (Hasan, 2009)

Secara teoretik, memecahkan masalah etika terapan khusus seharusnya mudah. Misalnya, pada kasus aborsi, kita hanya harus menentukan moralitasnya dengan membandingkannya melalui prinsip normatif kita tentang pilihan, seperti yang terdapat pada teori utilitarianisme tindakan. Jika aborsi menghasilkan manfaat yang lebih banyak daripada kerugiannya, maka menurut utilitarianisme tindakan, adalah secara moral dapat diterima untuk melakukan aborsi. Namun, ternyata terdapat prinsip-prinsip normatif yang saling bertentangan yang dapat kita pilih, yang masing-masingnya dapat menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Dengan demikian, perdebatan panjang dalam etika normatif tentang teori-teori yang bertentangan mencegah kita untuk hanya menggunakan satu prosedur pengambilan keputusan tunggal untuk menentukan moralitas masalah spesifik. Solusi yang dianut saat ini terhadap kebuntuan perdebatan ini adalah dengan mencoba membandingkan berbagai prinsip normatif yang mewakili masalah tersebut dan kemudian mencoba melakukan penimbangan berdasarkan bukti yang diberikan.

Memilih daftar pendek dari prinsip-prinsip normatif yang esensial untuk diterapkan juga merupakan tugas yang menantang. Prinsip-prinsip yang dipilih tidak boleh terlalu sempit untuk mengarahkan keputusan, seperti versi egoisme tindakan yang terlalu terfokus pada manfaat tindakan jangka pendek. Prinsip-prinsip tersebut juga harus terlihat menguntungkan bagi segala pihak yang terlibat dalam pemecahan masalah etika terapan. Untuk alasan ini, prinsip untuk menjalankan kewajiban terhadap tuhan itu selalu dikutip, karena tidak akan memiliki dampak bagi orang-orang yang tidak beriman dalam perdebatan ini.

Meskipun berbagai pihak menerapkan prinsip-prinsip yang berbeda dalam memperdebatkan solusi etika terapan, namun terhadap beberapa prinsip yang memiliki kekuatan dalam diskusi ini. Prinsip-prinsip yang umumnya muncul dalam diskusi etika terapan antara lain :

  1. Manfaat pribadi, mengakui sejauh mana suatu tindakan menghasilkan konsekuensi yang bermanfaat bagi individu yang dipertanyakan
  2. Manfaat sosial, mengakui sejauh mana suatu tindakan menghasilkan manfaat bagi masyarakat
  3. Prinsip kebajikan, membantu mereka yang membutuhkan
  4. Prinsip perwalian, membantu orang lain untuk mendapatkan kepentingan terbaik mereka, jika mereka tidak dapat memperbolehkannya sendiri
  5. Prinsip kerugian, jangan merugikan orang lain
  6. Prinsip kejujuran, jangan menipu orang lain
  7. Prinsip kesesuaian hukum, jangan melanggar hukum
  8. Prinsip otonomi, menghargai kemerdekaan pribadi terhadap tindakan atau tubuh fisik seseorang
  9. Prinsip keadilan, menghargai hak-hak pribadi untuk mendapatkan proses peradilan, kompensasi yang adil dari kerugian yang dilakukan dan distribusi manfaat yang adil
  10. Hak-hak asasi, menghargai hak-hak manusia untuk hidup, mendapatkan informasi, ruang pribadi, kebebasan berekspresi dan keselamatan


Prinsip-prinsip di atas menyajikan suatu spektrum prinsip-prinsip normatif tradisional yang berasal dari pendekatan konsekuensialis maupun etika kewajiban. Dua prinsip awal yaitu manfaat pribadi dan manfaat sosial, merupakan prinsip tindakan konsekuensialis karena berhubungan dengan konsekuensi dari tindakan yang berpengaruh baik pada individu maupun masyarakat. Prinsip-prinsip berikutnya berdasarkan etika kewajiban. Prinsip kebajikan, perwalian, kerugian, kejujuran, kesesuaian hukum berdasarkan kewajiban kita pada orang lain. Prinsip otonomi, keadilan dan berbagai hak berdasarkan hak-hak moral.

2. Etika Profesional (Hasan, 2009)

Etika profesional adalah kajian tentang perilaku dan praktik individu ketika melaksanakan pekerjaan profesionalnya. Praktisnya, setiap organisasi profesional memiliki kode etik yang resmi. Kode etik profesi tersebut biasanya diterapkan melalui mekanisme musyawarah yang diselenggarakan oleh organisasi yang bersangkutan, berdasarkan pengalaman anggota organisasi tersebut atau perbandingan dengan organisasi profesi lainnya. Kesadaran masing-masing organisasi profesi untuk menyusun kode etiknya muncul setelah perang dunia II, menyusul pengadilan Nuremberg yang mengadili sejumlah dokter SS nazi karena penelitian yang mereka lakukan sebelumnya didakwa sebagai kejahatan perang.

Perkembangan etika profesional sedemikian cepat. Hanya dalam waktu setengah abad setelah perang dunia II, terhadap berbagai cabang etika terapan yang menguji masalah etika di berbagai profesi, seperti etika kedokteran, etika psikolog, etika bisnis, etika jurnalisme, etika kerekayasaan, etika museum, etika legal, dan lain-lain. Berbagai alat teknologi seperti kajian penimbangan teknologi dan penimbangan lingkungan yang mempelajari pengaruh dan implikasi teknologi atau proyek terhadap alam dan masyarakat juga memperluas pelaksanaan etika yang berbasis lingkungan. Masing-masing cabang menunjukkan karakteristik isu dan masalah umum yang timbul sehubungan dengan praktik dan kode etik dari profesi yang bersangkutan, dan mendefinisikan tanggung jawab umum mereka pada masyarakat, seperti kontribusi yang diberikan kepada masyarakat, kepatuhan terhadap harapan masyarakat terhadap profesi tersebut, kejujuran dan kerahasiaan profesi, dan lain-lain. Seperti yang dibahas sebelumnya, banyak masalah kontroversial yang menjadi topik diskusi etika berhubungan dunia profesi yang berkembang pesat.

Salah satu kajian utama yang sering dibahas adalah praktik etika bagi mereka yang memiliki profesi di bidang pelayanan kesehatan termasuk di dalamnya kedokteran, keperawatan, farmasi, biomedik, genetik dan profesi kesehatan lain, terutama yang bekerja dalam situasi klinik. Pekerja di bidang kesehatan berada dalam posisi khusus yang berhadapan dengan situasi hidup dan mati. Tidak mengherankan jika etika dalam profesi pelayanan kesehatan lebih ekstrim dan berbeda dibandingkan etika terapan lainnya. Contoh dari topik dalam bidang profesi ini adalah aborsi, euthanasia, percobaan vaksinasi, penelitian pembiakan sel, tes pada hewan, penelitian kedokteran, asas kesediaan, hak-hak pasien, otonomi dan rasio pelayanan kesehatan, dan lain-lain. Masalah prenatal tentang moralitas dari ibu pengganti, manipulasi genetik dari jabang bayi di dalam perut, status pembekuan embrio khusus, aborsi dan lain-lain. Masalah lain muncul tentang hak dan kewajiban pasien dan dokter, seperti kerahasiaan rekam medik dan kewajiban dokter untuk menyatakan kebenaran pada pasien yang sekarat. Krisis AIDS menimbulkan masalah khusus terhadap kewajiban untuk melakukan skrining pada pasien AIDS, dan apakah dokter dapat menolak untuk merawat pasien AIDS. Masalah lain juga berhubungan dengan eksperimen terhadap manusia, moralitas dari pelaksanaan komitmen pada berbagai pihak yang lemah dan hak-hak orang yang memiliki keterbelakangan mental.

Bidang-bidang profesi yang berhubungan dengan kehidupan sosial kemasyarakatan juga menerapkan serangkaian etika dalam melaksanakan pekerjaannya. Etika yang diterapkan pada struktur keluarga, peran seksualitas dan bagaimana masyarakat memandang peran individu; menimbulkan berbagai bidang etika yang berbeda dan bersifat mandiri, seperti feminisme. Etika juga diterapkan pada bidang politik, baik politik praktik maupun ilmu politik, misalnya di bidang peperangan, etika membahas pembenaran keterlibatan dalam peran yang kemudian menimbulkan berbagai posisi seperti pasifisme, militarisme dan anti kekerasan. Di bidang hukum, etika diterapkan di bidang kriminologi, menghasilkan di bidang keadilan kriminal. Masalah kontroversial dari moralitas seksual termasuk monogami vs poligami, hubungan seksual tanpa cinta, hubungan homoseksual, dan hubungan di luar pernikahan. Masalah kontroversial moralitas sosial mencakup perang nuklir, kontrol senjata, hukuman kapital, penggunaan rekreasional narkoba, hak-hak kesejahteraan, rasisme, dan lain-lain.

Penerapan etika di bidang ekonomi menghasilkan berbagai kajian mandiri seperti etika bisnis, ekonomi biner, dan marxisme. Dalam dunia ekonomi, terjadi berbagai skandal perusahaan di hampir seluruh belahan dunia yang mencerminkan gambaran dari pertalian hubungan timbal balik antara etika dan bisnis. Tumbuh kecenderungan untuk melakukan berbagai pemalsuan oleh pegawai eksekutif senior, yang diikuti oleh junior mereka yang mengikuti arah yang tidak bertanggung jawab dan tidak legal dalam mengoptimalkan pekerjaan mereka, yang justru dilakukan dalam upaya untuk memenuhi kewajiban legal dari eksekutif perusahaan. Berbagai kecenderungan negatif ini sering didasarkan pada upaya untuk memaksimalkan nilai-nilai saham perusahaan, dan fakta bahwa organisasi terdiri agenda dan individu yang beragam, yang masing-masing harus berkompetisi untuk mencapai keuntungan bagi perusahaannya. Selain itu, bidang etika bisnis juga menguji kontroversi moral yang berhubungan dengan tanggung jawab dari praktik bisnis kapitalis, status moral dan dari pelaku perusahaan, iklan yang menyesatkan, perdagangan gelap, hak-hak asasi pekerja, diskriminasi pekerjaan, tes narkoba, kolusi dan nepotisme, dan lain-lain.

Kajian etika juga sudah mulai diterapkan dalam menganalisis eksploitasi manusia pada sumber daya alam yang terbatas. Hal ini menimbulkan kajian etika lingkungan dan ekologi sosial. Juga tumbuh kecenderungan untuk mengkombinasikan antara ekologi dan ekonomi untuk membantu menyediakan kerangka untuk menganalisis ketahanan penggunaan lingkungan, yang mendorong teori jejak ekologik dan ekonomi bioregional. Gerakan politik dan sosial yang berbasis lingkungan menghasilkan berbagai gagasan seperti eko-feminisme. Masalah etika lingkungan seringkali tumpang tindih dengan masalah bisnis dan kesehatan, termasuk di dalamnya hak-hak margasatwa, moralitas eksperimen terhadap binatang, perlindungan spesies yang mengalami kepunahan, kontrol polusi, teknologi ramah lingkungan, manajemen sumber daya lingkungan; apakah ekosistem berhubungan dengan pertimbangan moral langsung atau tanggung jawab kita terhadap generasi masa depan. Selain itu, juga terhadap masalah eko-anarkisme, ekologi kedalaman dan gerakan penghijauan.

Hasan (2009) berpendapat bahwa psikologi sebagai suatu bidang profesi terus berkembang pesat dewasa ini, dengan tumbuhnya berbagai divisi atau ikatan minat di dalamnya. Di lingkungan klinik berkembang ikatan minat yang membahas tentang psikologi klinik, baik klinik anak maupun dewasa, juga berkembang psikologi konseling, psikoterapi, psikologi adiksi, psikologi rehabilitasi, psikologi kesehatan, psikofarmakologi, dan lain-lain. Di bidang sosial kemasyarakatan, tumbuh minat untuk mengkaji psikologi sosial, psikologi lintas budaya, psikologi politik, psikologi perdamaian dan resolusi konflik, psikologi militer dan kepolisian, dan lain-lain. Khusus dalam lingkungan bisnis, berkembang psikologi industri, psikologi organisasi, psikologi ekonomi, psikologi periklanan, dan lain-lain. Psikolog pemerhati lingkungan mengembangkan psikologi lingkungan. Selain itu, mereka yang terlibat di dalam pendidikan juga mengembangkan psikologi sekolah dan psikologi pendidikan. Ikatan minat yang lain membahas bidang penelitian, seperti psikologi umum, psikologi eksperimen, dan lain-lain. Belum lagi ikatan minat khusus lainnya seperti psikologi kognitif, psikologi humanistik, dan transpersonal, psikologi kerekayasaan, psikologi penerbangan, serta lainnya. Beberapa ikatan minat tersebut juga mulai mengembangkan kode etik masing-masing, selain kode etik psikologi yang mengikat seluruh psikolog atau ilmuwan psikologi di seluruh bidang psikologi. Setiap ikatan minat membahas etika terapan sesuai dengan bidangnya masing-masing, serta bekerja sama dengan bidang profesi lain yang berhubungan dengan bidang ikatan minat tersebut.

Daftar Pustaka

  1. Hasan, A.B.P. (2009). Kode etik psikolog dan ilmuwan psikologi. Yogyakarta : Graha Ilmu.
  2. Sigit. (2013). Mengenal etika terapan. Jurnal HMJ Aqidah dan Filsafat UIN SGD Bandung, 1(1), 85-91.


Posting Komentar untuk "Etika Terapan Dalam Kode Etik Psikologi Menurut Para Ahli"