Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Pengertian, Unsur, dan Wujud Kebudayaan Menurut Para Ahli

Pengertian, Unsur, dan Wujud Kebudayaan Menurut Para Ahli

Manusian selalu bisa menyikapi keadaaan lingkungannya. Kemampuan manusia dalam menyikapi lingkungan membuat manusia bisa bertahan. Dari sini lahirlah budaya, yang merupakan hasil berpikir dan bertindak manusia. Melalui artikel ini diharapakan mampu membedakan masyarakat dengan budaya, bahasa, norma dan nilai. Memahami budaya universal dan mampu menganalisan masalah terkait dengan strereotip, prasangka, multicultural, subculture dan counterculture.

Masyarakat dan Budaya

Sebagai makhluk yang memiliki akal dan pikiran, manusia selalu memiliki cara dalam menyikapi situasi lingkungan sekitarnya. Cara manusia dalam menyikapi lingkungan sekitarnya selalu berkembang. Kemampuan dalam mengembangkan cara menyikapi lingkungan inilah yang membuat manusia bisa bertahan dalam situasi dan kondisi apapun. Manusia akan memunculkan kreatifitas di alam pikiran dan tindakannya. Bagaimana manusia mengeluarkan ide, dan tindakan yang terus berakumulasi dan berkembang itu kemudian membentuk budaya. Oleh karena itu, budaya itu lahir dari kreatifitas manusia yang hidup dalam masyarakatnya.

Dalam pandangan Koentjaraningrat (1989), masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kolektif dimana manusia itu bergaul dan berinteraksi. Interaksi antar individu dengan keinginan dan tujuan yang sama tersebut pada akhirnya melahirkan kebudayaan. Masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu sama lain, sementara kebudayaan adalah suatu sistem norma dan nilai yang terorganisasi yang menjadi pegangan bagi masyarakat tersebut. Melalui kebudayaan, manusia menciptakan tatanan kehidupan yang ideal di muka bumi.

Pengertian, Unsur, dan Wujud Kebudayaan Menurut Para Ahli_
image source: amazonaws.com

Pengertian, Unsur, dan Wujud Kebudayaan Menurut Para Ahli - Dalam realitanya, kebanyakan orang sudah membedakan antara kebudayaan dengan masyarakat. Berikut perbedaan mendasar antara kebudayaan dengan masyarakat :

Kebudayaan
Masyarakat
Sistem norma dan nilai
Sekumpulan manusia yang mendiami wilayah tertentu dalam kurun waktu tertentu
Terorganisir dan merupakan pegangan bagi masyarakat
Organisasi manusia yang saling berhubungan satu sama lain
Khas, unik
Masyarakat yang berbeda, bisa saja memiliki kebudayaan yang sama (ex: Amerika Serikat dan Kanada)

Kebudayaan

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata LatinColere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Pengertian budaya menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.Budaya menurut Koentjaraningrat (1987:180) adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar. Karena itu kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan dan pengalamanya, serta menjadi landasan bagi tingkah-lakunya. Dalam kebudayaan terkandung serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, rencana-rencana, dan strategi-strategi yang lahir dari olah fikir dan kognitif manusia. Kebudayaan juga merupakan satuan ide, kebudayaan terdiri atas serangkaian nilai-nilai, norma-norma yang berisikan larangan-larangan untuk melakukan suatu tindakan dalam menghadapi suatu lingkungan sosial,


Unsur-unsur kebudayaan

Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat sebagai kesatuan (Soekanto, 2003:175). Karena itu, suatu kebudayaan bukanlah hanya akumulasi dari kebiasaan (folkways) dan tata kelakuan (mores), tetapi suatu sistem perilaku yang terorganisasi.

Luasnya bidang kebudayaan menimbulkan adanya telaahan mengenai apa sebenarnya unsur-unsur kebudayaan itu. Herkovits (dalam Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, 1964:115)mengemukakan adanya empat unsur pokok dalam kebudayaan, yaitu 1) alat-alat teknologi (technological equipment), 2) sistem ekonomi (economic sistem), 3) keluarga (family), dan 4) kekuasaan politik (political control).

Selanjutnya Bronislaw Malinowski (Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, 1964:115) menyebut unsur-unsur pokok kebudayaan sebagai berikut:
1) the normative system (yang dimaksudkan adalah sistem norma-norma yang memungkinkan kerjasama antara para anggota masyarakat agar menguasai alam sekitarnya.
2) economic organization (organisasi ekonomi),
3) mechanism and agencies of education (alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan dimana keluarga merupakan lembaga pendidikan yang utama, dan
4) the organization of force (organisasi militer).

Menurut Soekanto (2003:176), untuk kepentingan ilmiah dan analisisnya, masing-masing unsur tersebut diklasifikasikan ke dalam unsur-unsur pokok (besar) kebudayaan yang lazim disebut cultural universal. Istilah ini menunjukkan bahwa unsur-unsur tersebut bersifat universal, yaitu dapat dijumpai pada setiap kebudayaan di manapun di dunia ini.

Kluckhohn menguraikan adanya tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai cultural universal, yaitu:
1) peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi transportasi dan sebagainya)
2) mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi dan sebagainya)
3) sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan)
4) bahasa (lisan maupun tertulis)
5) kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya)
6) sistem pengetahuan
7) religi (sistem kepercayaan)

(Koentjaraningrat, 1994:9; Soekanto, 2003:176)

Cultural universal tersebut di atas, dapat dijabarkan lagi ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil. Linton (Soekanto, 2003:177)menjabarkan unsur-unsur tersebut menjadi kegiatan-kegiatan kebudayaan (cultural activity), yang dirinci ke dalam trait complex, dan dirinci lagi ke dalam item. Penjabaran unsur-unsur universal selanjutnya dapat dilukiskan sebagai berikut: Pertama, Kegiatan-kegiatan kebudayaan (cultural activity). Sebagai contoh, cultural universal mata pencaharian hidup dan ekonomi, antara lain mencakup kegiatan-kegiatan seperti pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi dan lain-lain. Kesenian misalnya, meliputi kegiatan-kegiatan seperti seni tari, seni rupa, seni suara dan lain-lain.

Kedua, trait-complex, sebagai rincian dari kegiatan-kegiatan kebudayaan dicontohkan dengan kegiatan pertanian menetap yang meliputi unsur-unsur irigasi, sistem mengolah tanah dengan bajak, teknik mengendalikan bajak, dan seterusnya. Dan ketiga, unsur kebudayaan terkecil yang membentuk traits adalah items. Apabila diambil contoh dari alat bajak tersebut di atas, maka bajak terdiri dari gabungan alat-alat atau bagian-bagian yang lebih kecil lagi yang dapat dilepaskan, akan tetapi pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan. Apabila salah satu bagian bajak tersebut dihilangkan, maka bajak tadi tak dapat melaksanakan fungsinya sebagai bajak.

Menurut Bronislaw Malinowski tak ada suatu unsur kebudayaan yang tidak mempunyai kegunaan yang cocok dalam rangka kebudayaan sebagai keseluruhan (Soekanto, 2003:177). Apabila ada unsur kebudayaan yang kehilangan kegunaannya, unsur tersebut akan hilang dengan sendirinya. Kebiasaan-kebiasaan serta dorongan, tanggapan yang didapat dengan belajar serta dasar-dasar untuk organisasi, harus diatur sedemikian rupa, sehingga memungkinkan pemuasan kebutuhan-kebutuhan pokok manusia.

Walaupun setiap masyarakat mempunyai kebudayaan yang beraneka ragam dan berbeda-beda, namun menurut Soekanto (2003:182) setiap kebudayaan mempunyai sifat hakikat yang berlaku umum bagi semua kebudayaan di manapun berada, yaitu:
1) kebudayaan terwujud dan tersalurkan dari peri kelakuan manusia
2) kebudayaan telah ada terlebih dahulu daripada lahirnya suatu generasi tertentu, dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
3) kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkahlakunya.
4) kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan tindakan-tindakan yang diizinkan.

Berdasarkan sifat hakikat kebudayaan tersebut jelaslah bahwa kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, yang meliputi aspek perilaku dan kemampuan manusia, ia menjadi milik hakiki manusia di manapun berada dan keberlangsungan suatu budaya akan sangat ditentukan oleh masyarakat pendukung kebudayaan itu.

Wujud Kebudayaan

Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.

Gagasan (Wujud ideal)

Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.

Aktivitas (tindakan)

Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.

Artefak (karya)

Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.

Koentjaraningrat dalam buku ilmu Antropologi menjelaskan tentang wujud kebudayaan. Wujud kebudayaan merupakan bentuk tampak atau bisa dirasakan secara langsung. Ia membagi menjadi tiga wujud, yaitu :

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya.

Dalam wujud ini adalah wujud ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau di foto. Lokasinya ada di dalam kepala-kepala atau dengan perkataan lain, dalam alam fikiran warga masyarakat tadi menyatakan gagasan mereka tadi dalam tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal sering berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat bersangkutan. Sekarang kebudayaan adeal juga banyak tersimpan dalam disk, arsip, koleksi mikro film, dan kartu komputer.Ide-ide dan gagasan-gagasan manusia banyak yang hidup bersama dalam suatu masyarakat, memberi jiwa pada masyarakat itu. Gagasan-gagasan itu tidak berada lepas satu dari yang lain melainkan selalu berkaitan menjadi suatu sistem. Para ahli antropologi dan sosiologi menyebut sistem ini sistem budaya. Dalam bahasa indonesia terdapat juga istilah lain yang sangat tepat untuk menyebut wujud ideal dari kebudayaan ini yaitu adat atau adat istiadat untuk bentuk jamaknya.

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.

Wujud kedua dari kebudayaan yang disebut sistem sosial, mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktifitas-aktifitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain dari detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai rangkaian aktifitas manusia dalam suatu masyarakat, sistem sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Wujud ke tiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik dan tak memerlukan banyak penjelasan. Karena berupa seluruh total dari hasil fisik dari aktifitas, berbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya paling konkret, dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto.

Ketiga wujud dari kebudayaan terurai diatas dalam kenyataan kehidupan masyarakat tentu tak terpisah satu dengan yang lain. Kebudayaan ideal dan adat istiadat mengatur dan memberi arah kepada tindakan dan karya manusia. Baik fikiran-fikiran dan ide-ide, maupun tindakan dan karya manusia menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya, kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya sehingga mempengaruhi pola-pola perbuatannya, bahkan juga cara berfikirnya. Ketiga wujud dari kebudayaan tadi erat berkaitan.

Stereotipe dan Prasangka

Stereotip

Stereotip adalah kombinasi dari ciri-ciri yang paling sering diterapkan oleh suatu kelompok tehadap kelompok lain, atau oleh seseorang kepada orang lain (Soekanto, 1993).Stereotipe adalah pendapat atau gambaran mengenai orang-orang dari kelompok tertentu, dimana pendapat tersebut hanya didasarkan bahwa orang-orang tersebut termasuk dalam kelompok tertentu tersebut. Kelompok ini mencakup kelompok ras, kelompok etnik, kaum tua, berbagai pekerjaan profesi, atau orang dengan penampilan fisik tertentu. Stereotipe kadang-kadang dijadikan alasan untuk melakukan tindakan diskriminatifterhadap kelompok lain.

Stereotipe pada umumnya tidak memiliki sumber yang jelas, berasal dari karangan- karangan suatu kelompok tertentu atau berasal dari cerita- cerita turun temurun untuk dipakai sebagai kerangka rujukan tentang seseorang, kelompok, budaya, bangsa, hingga agama. Sehingga segala bentuk stereotipe adalah belum tentu kebenarannya, bahkan ada stereotipe yang salah sama sekali kebenarannya.

Tidak sedikt orang menjadikan stereotipe sebagai alasan untuk mengucilkan kelompok lain berarti orang tersebut tidak menganggap bahwa manusia memiliki keunikan yang bermacam- macam.

Pembagian stereotipe

Stereotipe terdiri dari dua macam yaitu stereptipe positif dan stereotipe negatif,namun sebagian besar orang menganggap stereotipe itu negatif tetapi bisa memungkinkan stereotipe itu positif

1. Stereotipe Positif

Merupakan dugaan atau gambaran yg bersifat positif terhadap kondisi suatu kelompok tertentu. Stereotipe ini dapat membantu terjadinya komunikasi (nilai-nilai toleransi) lintas budaya sehingga dapat memudahkan terjadinya interaksi antar orang yang berbeda latar belakang pada sebuah lingkungan secara bersama-sama. Sehingga menciptakan suatu hubungan yang harmonis antar kelompok budaya.Contohnya : orang sunda menstereotipekan orang jawa sebagai pribadi yang ramah,begitu pula orang jawa yang menstereotipekan orang sunda sebagai pribadi yang toleran, dari hal tersebut merupakan stereotipe positif yang akan membawa dampak kehidupan harmonis dan saling menghargai perbedaan masing- masing.

2. Stereotipe Negatif

Merupakan dugaan atau gambaran yg bersifat negatif yg dibebankan kepada suatu kelompok tertentu yang memiliki perbedaan yang tidak bisa diterima oleh kelompok lain.

Jika stereotipe yang hadir dalam masyarakat adalah stereotipe yang negatif terhadap suatu kelompok tertentu, dengan kondisi masyarakat yang majemuk. Ini akan menjadi sebuah ancaman untuk mempertahankan kesatuan dalam kemajemukan tersebut. Stereotipe ini akan menjadikan sekat yang jelas antarkelompok, sehingga dapat menghambat komunikasi keduanya karena terbangun jarak akibat stereotipe tersebut. Selain itu dapat menghambat komunikasi keduanya karena terbangun jarak akibat stereotipe. Bahkan lebih dari itu stereotipe terhadap suatu kelompok bukan tidak mungkin memicu terjadinya konflik antar kelompok, padahal stereotipe yang terbangun pada suatu kelompok tertentu belum tentu dapat dibuktikan kebenarannya bahkan ada stereotipe mengenai suatu kelompok yang benar benar salah.

Macam- Macam Stereotipe

Stereotipe banyak macamnya, diantaranya adalah:
  • Stereotipe berdasarkan jenis kelamin, misalnya: laki-laki kuat sedangkan perempuan lemah. 
  • Stereotipe berdasarkan etnis, misalnya: Jawa halus, Batak kasar, dan seterusnya. 
  • Stereotipe berdasarkan negara, Jerman orangnya kaku, Indonesia ramah 
  • Stereotipe berdasarkan usia, misalnya orang lanjut usia jika berbicara biasanya menggurui,suatu pekerjaan memberi masa pensiun kepada lansia karena lansia sudah tidak dapat bekerja secara maksimal 
  • Stereotipe berdasarkan ekonomi, misalkan orang yang secara ekonomi berlebih biasanya berpenampilan glamour,orang dari ekonomi pas-pasan berpenampilan sederhana 

Prasangka (Prejudice)

Suatu pernyataan atau kesimpulan tentang sesuatu berdasarkan perasaan atau pengalaman yang dangkal terhadap seseorang atau sekelompok orang tertentu. Prasangka sebagai sikap positif atau negatif berdasarkan keyakinan stereotip kita tentang anggota dari kelompok tertentu.

Prasangka disebabkan oleh beberapa faktor, yang menurut Johnson (1986) disebabkan oleh empat hal, antara lain:
  • Gambaran perbedaan antarkelompok. 
  • Nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh kelompok mayoritas menguasai kelompok minoritas. 
  • Stereotipantarkelompok. 
  • Kelompok yang merasa superior sehingga merasa kelompok lain inferior 

Perbedaan Prasangka dan Stereotipe

Stereotip merupakan bentuk tipe kognitif dari prasangka, sehingga pengertian antara prasangka dan stereotip sering dikaburkan. Stereotip mempunyai beberapa karakteristik pokok yang membedakannya dengan prasangka, antara lain:
Stereotip didasarkan pada penafsiran yang kita hasilkan atas dasar cara pandang dan latar belakang budaya kita. Stereotip juga dihasilkan dari komunikasi kita dengan pihak-pihak lain, bukan dari sumbernya langsung. Karenanya interpretasi kita mungkin salah, didasarkan atas fakta yangkeliruatautanpadasar faktakelompok tersebut.
Stereotip seringkali diasosiasikan dengan karakteristik yang bisa diidentifikasi. Ciri-ciri yang kita identifikasi seringkali kita seleksi tanpa alasan apapun. Artinya bisa saja kita dengan begitu saja mengakui suatu ciri tertentu dan mengabaikan ciri yang lain.
Stereotip merupakan generalisasi dari kelompok kepada orang-orang di dalam kelompok tersebut. Generalisasi mengenai sebuah kelompok mungkin memang menerangkan atau sesuai dengan banyak individu dalam suatu kelompok

Multikultural

Multikultural, dalam ilmu sosiologi sangat erat hubungannya dengan Masyarakat. oleh karena itu, Pengertian masyarakat multikultural (multicultural society) adalahmasyarakat yang terdiri dari banyak kebudayaan dan antara pendukung kebudayaan saling menghargai satu sama lain. Jadi, masyarakat multikultural merupakan masyarakat yang menganut multikulturalisme, yaitu paham yang beranggapan bahwa berbagai budaya yang berbeda memiliki kedudukan yang sederajat.

Ciri-ciri masyarakat multikultural menurut Pierre van den Berghe :
a. Segmentasi (terbagi) ke dalam kelompok-kelompok.
b. Kurang mengembangkan konsensus (kesepakatan bersama).
c. Sering mengalami konflik.
d. Integrasi sosial atas paksaan.
e. Dominasi (penguasaan) suatu kelompok atas kelompok lain.

Subculture dan Counterculture

Subculture dan counterculture merupakan dua konsep yang mempunyai banyak kemiripan. Pendefinisian kedua konsep tersebut sangat beragam dan terkadang tumpang tindih. Definisi tentang subculture salah satunya mengacu pada variasi budaya yang ditampilkan oleh segmen tertentu dalam populasi (Komarovsky dan Sargent dalam Jenks 2004). Di dalam masyarakat terdiri dari berbagai sub-kelompok, yang mempunyai karakterisitik cara berpikir dan berperilaku sendiri, sub-budaya yang ada di dalam budaya secara umum disebut dengan subculture (Mercer dalam Jenks 2004). Dengan kata lain, terdapat suatu sub-budaya dalam suatu budaya dominan.

Sedangkan counterculture Menurut Dessaure (1971, dalam Desmond), mengacu pada sistem norma dan nilai yang koheren yang tidak hanya berbeda dari sistem dominan, tapi juga terdiri paling tidak dari satu norma atau nilai yang membutuhkan komitmen perubahan budaya (cultural change), yang ditujukan dalam rangka transformasi sistem nilai dan norma yang dominan. Counterculture dilihat sebagai sistem nilai yang koheren dan secara substantif berbeda dari mainstream. Di dalam definisi tersebut terdapat semangat perubahan bagi penganutnya dan berimplikasi pada suatu kesadaran kritis. Selain itu, bagi penganut counterculture terdapat rasa ingin diakui dan mencoba untuk terus menantang mainstream (

Perbedaan antara subculture dan counterculture cukup jelas yang menyatakan kelompok subculture mempunyai kecenderungan untuk menarik diri dari masyarakat konvensional, sedangkan counterculture adalah kelompok yang cenderung bersifat menolak dan konfrontasional dalam istilah yang ekspresif (punk) atau terlibat dalam aktivitas politik pemberontakan.

Sekian artikel tentang Pengertian, Unsur, dan Wujud Kebudayaan Menurut Para Ahli.

Daftar Pustaka
Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi: Suatu Pengantar: Jakarta: Rajawali Pers
Sunarto, Kamanto, 2000, Pengantar Sosiologi, Jakarta, Lembaga Penerbit, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Koentjaraningrat, 1999, Pengantar Antropologi, Jakarta, Rineka Cipta
Koentjaraningrat, 1981, Kebudayaan, mentalitas dan Pembangunan, Jakarta, Gramedia,
Soemardjan, S dan Soelaeman Soemardi. (1964). Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
http://klinikbk.blogspot.com/2013/07/stereotipe-dan-prasangka.html Stereotipe dan Prasangka
Open Comments