Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Reaksi Normal Setelah Bencana Terjadi

Reaksi Normal Setelah Bencana Terjadi - Baik komunitas ataupun individu secara harfiah terkena dampak. Setelah bencana kebanyakan “penyintas” memperlihatkan beberapa tanda emosional distress sebagai reaksi setelah fase akut. Namun, reaksi tersebut adalah reaksi yang normal dalam situasi tidak normal, dan akan dimanage melalui strategi coping, dukungan sosial dan sumber material lainnya (Burkle, 1996; Young et al, 1998).

Adalah penting untuk mengingatkan para penyintas bahwa reaksi stress merupakan reaksi yang normal. Stress ringan sampai sedang dalam situasi emergency dan setelah bencana menjadi sangat tinggi karena penyintas- survivor secara akurat mengenali bencana (Young et al, 1998). Meskipun reaksi stress kelihatan sangat “ extreme”, secara umum stress ini tidak akan berkembang menjadi permasalahan yang kronis. Banyak orang yang mampu balik “sembuh” meskipun kondisi stress agak berat dalam waktu 6 sampai 16 bulan (Baum and Fleming, 1993; Green et al, 1994; La Greca et al, 1996; Steinglass and Gerrity, 1990).

Reaksi Normal Setelah Bencana Terjadi_
image source: www.spoof99.com
baca juga:

Padahal, ketahanan atau “resilience” adalah hal yang lumrah bisa dilihat setelah bencana. Sebagai tambahan bahwa kejadian traumatis tidak selamanya jelek. Meskipun banyak penyintas dari Tornado 1974 di Xenia, Ohio, mengalami stress psikologis, kebanyakan mereka menjabarkan kalau mendapatkan hasil yang positif, mereka belajar bahwa mereka dapat menghadapi masa-masa krisis secara efektif, dan mereka merasa bahwa mereka lebih baik setelah melewati tantangan ini (Quarantelli, 1985). Bencana membuat ikatan sosial atau silaturahmi sosial menguat dan membuat para penyintas membentuk prioritas, tujuan dan nilai baru dalam hidup mereka. Konsep ini disebut “posttruamtic growth” (Calhoun dan Tedeschi, 1998).

Individual

Stress psikososial dari bencana sering menghasilkan respon tertentu pada penyintas . reaksi stress ini memiliki pola yang sangat umum yang ditandai dengan perasaan, pikiran dan perilaku yang sangat kompleks. Namun, seiring berjalannya waktu maka seseorang itu bisa “move on” dan menjadi pribadi yang kuat.

Tabel 1 di bawah ini akan merangkumkan reaksi stress yang biasa dihadapi oleh individu setelah bencana. Simptom yang sering terlihat adalah emosi (kaget, marah, gampang tersinggung, merasa tidak berdaya dan hilang kontrol) secara fisik (kelelahan, gangguan tidur, keluhan fisik), secara kognisi (gangguan konsentrasi, kebingungan, terlalu banyak merenung, khawatir), secara interpersonal (manarik diri, mengalami kesulitan dalam berinteraksi dan gangguan keberfungsian dalam kehidupan sehari-hari seperti: bekerja)

Reaksi umum ketika bencana

Efek emosi Efek kognitif Efek fisik Efek interpersonal
Shock Gangguan konsentrasi Kelelahan Merasa terasing
Kehilangan rasa senang melakukan kegiatan sehari-hari Lebih banyak termenung Keingin untuk melakukan hubungan seksual menurun atau meningkat Gangguan keberfungsian dalam kehidupan sehari hari seperti: sekolah dan bekerja
Tidak berdaya Merasa diri tidak berarti Gangguan self-efficacy Selera makan menurun Sering berkonflik dengan orang sekitar
Sensitive Menyalahkan diri sendiri Gangguan saluran cerna Menarik diri secara sosial
Merasa bersalah (ketika ia hidup sementara yang lain meninggal) Distorsi waktu dan tempat Sakit kepala
Kesedihan Gangguan pengambilan keputusan Keluhan fisik
Marah Kebingungan Insomnia
Terror Gangguan memori Gangguan tidur
Mati rasa
Keputusasaan
Cemas, takut

Meskipun banyak reaksi yang telihat negative, akan tetapi yang perlu ditekankan adalah, bahwa ada orang yang menujukkan respon positif setelah bencana. Hal ini termasuk resiliensi dan coping, altruism (contoh menoling orang lain, lega karena selamat dari bencana, merasa bersemangat dan merasa diri lebih berharga, cara melihat masa depan juga berubah, perasaan “ mempelajari bahwa dirinya kuat” dan “tumbuh dari pengalaman”.

Keluarga

Keluarga punya pengaruhnya sendiri ketika bencana terjadi. Kondisi stress yang mengancam ataupun dampak dari bencana dapat memperkuat ikatan kekeluargaan karena ketika bencana terjadi semua orang merasa sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Pada saat bencana, keluarga secara bersama-sama menghadapi bencana sebagai satu kesatuan dengan saling melindungi dengan segala perencanaan. Ketika bencana terjadi keluarga bertindak sebagai unit yang berusaha menyelamatkan diri masing-masing. Ketika bencana sudah selesai, keluarga sebagai unit kesatuan sangat mengkhawatirkan kondisi anggotanya, meskipun begitu menyelamatkan keluarga dan bahkan orang asing. Putus asa mencari ada atau tidaknya anggota keluarga yang mungkin saja terluka atau meninggal. Perlindungan terhadap yang paling muda dan berharga adalah hal utama. Untuk aspek jangka panjang dalam pemulihan, maka keluarga sebagai satu kesatuan unit, cenderung saling mendukung satu dengan yang lainnya dalam menemukan dukungan, pertolongan pertama dan hal lainnya. Organisasi formal lainnya seperti palang merah, dan kelompok agama lainnya juga memberikan dukungan yang sama.

Faktor yang mempengaruhi proses recovery dalam keluarga termasuk: berduka cita, kehilangan material dan stress yang berkepanjangan. Di dalam riset Bolin, keluarga dengan jumlah anggota keluarga yang banyak rentan terkena stress, namun anak yang lebih tua dan lebih berpendidikan biasanya tidak begitu rentan. Dukungan sosial membantu mengurangi stess. Pendapatan yang tinggi juga membuat kehidupan keluarga lebih mudah untuk proses recovery, keluarga seperti ini banyak sumber daya yang bisa digunakan dalam menghadapi krisis.

Dampak distress dari berbagai macam anggota angkan mempengaruhi hubugan dan kestabilan dalam sebuah keluarga. Dampak distress dari orang tua adalah hal yang paling ditakuti oleh anak, dan sebaliknya. Orang tua menjadi terlalu melindungi anaknya karena menurut mereka anaknya belum mampu menghadapi bencana, dan kemampuan anak menghandel kejadian sangat bergantung dengan kemampuan dirinya sendiri sebagai orang tua. Keutuhan pernikahan bisa terganggun karena masing-masing orang menghidar untuk membicarakan kejadian tersebut sehingga menimbulkan apa yang disebut mati rasa. Penggunaan obat-obatan terlarang, alcohol, dan acting out bisa membuat keutuhan keluarga terancam. Stes yang ditimbulkan oleh relokasi juga akan mempengaruhi seseorang sebagai individu dan satu kesatuan sebagai keluarga.

Komunitas dan Populasi

Bencana membuat perubahan terjadi di masyarakat dengan mengubah, setidaknya untuk sementara, cara individu berhubungan, peran dan aturan dalam perilaku, organisasi sosial yang mengatur, dan penggunaan sumber daya yang ada. Bencana dapat mengancam keberadaan dan fungsi masyarakat (Eränen & Liebkind, cited in Pfefferbaum, 1998). Setelah bencana, individu, keluarga dan masyarakat mengatur ulang kembali atau mengintegrasikan kejadian dalam kehidupan pribadi ataupun kehidupan sosial dan persepsi mereka sendiri.

Struktur baru yang umum termasuk pemetaan tentang usaha menangani bencana dan membuat program yang bisa membantu para penyintas. Program ini bisa menciptakan tantangan dan stress terkait dengan masalah birokrasi yang ada. Trauma tidak hanya ketika bencana terjadi akan tetapi juga efek setelahnya seperti : relokasi, kehilangan harta benda, kehilangan pekerjaan, disfungsi keluarga dan sosial seperti meningkatnya angka perceraian, kekerasan terhadap anak, gangguan perilaku, absen sekolah, menipisnya sumber daya, dukungan yang mulai menipis dan konflik sesama penyintas.

Komunitas bisa saja berhasil dalam menghadapi masa-masa sulit dengan kebersamaan dalam menghadapinya setelah bencana, dengan cara melakukan ritual secara komunitas, dukungan sosial, organisasi setelah bencana, dan juga kepemimpinan dari dalam kelompok itu sendiri. Sementara perpecahan, saling menyalahkan, mencari kambing hitam, berkonflik dengan masalah pendanaan, kurangnya organisasi dan pemimpin setelah bencana maka erat kaitannya dengan outcome yang negative. Untungnya hal ini tidak umum terjadi dan merupakan proses jangka pendek yang harus dilalui sebagai proses adaptasi

Media

Media secara intensif terlibat dengan segala macam bencana dan peran mereka mungkin positif atau negative. Meskipun media memiliki peranan memberikan peringatan, persiapan dan melindungi komunitas selama bencana, namun hal tersebut juga dapat mengakibatkan stress pada masyarakat

Beberapa hasil riset menunjukkan implikasi dari media terhadap stress pada anak dan keluarga, ditemukan bahwa korelasi positif antara terpaparnya (exposure) dengan PTSD pada anak SMP dan SMA pada kejadian pemboman di kota Oklahoma tahun 1995. Sama dengan bencana radiologi, liputan dari media dan perilaku pihak berwenang dapat berkontribusi terhadap stress dan panic, terutama ketika informasi yang diberikan tidak akurat, membingungkan, ataupun bertentangan satu informasi dengan informasi lainnya yang disediakan untuk masyarakat. Rumor harus segera diantisipasi, dimonitior dan diperbaiki dengan informasi yang tepat.

Ketika masyarakat kehilangan kepercayaannya maka hal ini akan terus berlanjut. Ada harga yang harus dibayar secara fisik ataupun psikis ketika masyarakat kehilangan kepercayaannya. Contoh: informasi yang dimiliki oleh pihak berwenang dan media ketika berita tentang radiasi nuklir di kepulauan Three mile menjadi sumber kecemasan dan stress untuk orang yang tinggal di kepulauan tersebut. Di kepulauan Three Mile tidak ada sebab akibat ataupun orang yang terluka. Stress yang ditimbulkan karena ketakutan dan perasaan tidak menentu terhadap kemungkinan untuk terpapar zat radio aktif, kehilangan kepercayaan terhadap pihak yang berwenang yang menangani hal tersebut, dan juga ketidakpastian secara financial (Baum, 1990)

Di sisi lain, dengan melihat apa yang terjadi dari pengalaman orang lain, dan pemberian keterangan dan informasi kepada masyarakat luas dafat berikata positif bagi orang yang terkena dampak bencana, dalam kondisi bencana yang akut ataupun setelahnya, dan mungkin ini satu-satunya cara memberitahukan masyarakat luas dalam waktu yang singkat. Perlu dicatat bahwa para awak media yang meliput kejadian bencana mungkin bisa terkena stress dari bencana tersebut dan mungkin butuh bantuan tenaga kesehatan mental untuk membantu mereka menghadapi permasalahan tersebut.

Stresor Bencana

Stresor diartikan sebagai kejadian atau kondisi yang membuat reaksi fisik dan psikologi pada individu pada situasi tertentu. Bencana termasuk bagian dari stress yang dapat memberikan efek yang berbeda pada para penyintas. Contoh: ancaman terhadap nyawa, terpapar kepada kematian, kehilangan harta benda, duka cita, kelelahan, gangguan fisiologis, pemindahan lokasi, perpisahan, kehilangan komunitas dan pekerjaan

  • Berhadapan dengan kematian dan kerusakan (baik itu secara personal maupun secara kelompok), erat kaitannya dengan reaksi stress paska trauma. Semakin tinggi persepsi seseorang terhadap kematian dan cedera, kemungkinan besar ia akan mengalami ganguan psikologis. Terpapar pada kematian, khususnya kematian anak, meningkatkan gangguan psikologis secara umum pada sebuah populasi
  • Kehilangan orang yagn dikasihi. kehilangan keluarga ataupun teman adalah merupakan sumber stress yang sangat besar yang dapat membuat seseorang berkabung. Orang lainnya yang bisa memberikan dampak stressor adalah: kehilangan pemimpin yang dikasihi, atau fingur attachment lainnya, kematian massal, meskipun kematian massal merupakan hal yang wajar. Orang yang ditinggalkan mungkin mengalami stress pasca tarauma dan masa berkabung karena kesedihan.
  • Kehilangan hal lainnya (contoh: kehilangan barang-barang berharga yang ada di rumah, komunitas, tempat kerja dan di hubungan sosial).
  • Dislokasi dan relokasi terkait dengan komunitas ditambah dengan kehilangan keluarga dan komunitas
  • Respon individu sangat dipengaruhi seberapa besar bencana yang ada di komunitas. Komunitas berfungsi sebagai system dukungan emosional dan fisik terhadap anggotanya. Semakin besar bencana tersebut, maka semakin besar efeknya terhadap sebuah komunitas (Ursano et al, 1995).
  • Penting untuk dibandingkan perbedaan efek dari perbedaan bencana, sebagai contoh: penyintas yang selamat dari kecelakaan jatuhnya pesawat dengan penyintas yang selamat dari banjir bandang. Apabila keluarga dari penyitnas jatuhnya pesawat tidak di pesawat yang sama maka ia dapat pulang ke rumah dan teman-temannya. Hal tersebut berbeda dengan penyintas banjir bandang, meskipun ia mengalami dan melihat langsung kejadian, namun proses perbaikan lingkungan tempat tinggal dan bekerja akan sangat lama dan berbeda karena hal tersebut menghancurkan tempat tinggal dirinya dan komunitasnya.
  • Ancaman terhadap fisik dan terluka (contoh: luka bakar, sakit setelah bencana, patah tulang, dll)
  • Menerima luka atau ancama yang disengaja, seperti pada korban pengemboman di Oklahoma
  • Bencana teknologi yang disebabkan keteledoran manusia. Efek bencana alam juga diperparah oleh ulah manusia

Sekian artikel tentang Reaksi Normal Setelah Bencana Terjadi.

Posting Komentar untuk "Reaksi Normal Setelah Bencana Terjadi"