Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Konseling Psikologi dan Terapi Psikologi dalam Kode Etik Psikologi

Konseling Psikologi dan Terapi Psikologi dalam Kode Etik Psikologi - Artikel ini menjelaskan bab empat belas dari kode etik psikologi Indonesia. Bab ini berisikan tentang konseling dan terapi psikologi.

Bab empat belas dari kode etik psikologi Indonesia pasal 71-80 menjelaskan hal mengenai konseling dan dan terapi psikologi yaitu:
  • Batasan umum
  • Kualifikasi konselor dan psikoterapis
  • Informed consent dalam konseling dan terapis
  • Konseling psikologi yang melibatkan keluarga/pasangan
  • Konseling kelompok/terapi kelompok
  • Penjalanan terapi psikologi bagi yang pernah menjalani terapi psikologi lainnya
  • Koseling kepada korba pelecehan seksual
  • Penjelasan sigkat (debriefing setelah terapi
  • Penghentian sementara konseling

Konseling Psikologi dan Terapi Psikologi dalam Kode Etik Psikologi_
image source: www.edelman.com
baca juga: Intervensi yang Dilakukan oleh Psikolog dan Ilmuwan Psikologi

Pasal 71: Batasan Umum

Pasal ini menjelaskan batasan umum konseling dan terapi psikologi. Adapun hal hal yang dibahas dalam pasal 71 ini antara lain:

1. Definisi Konseling
Konseling psikologi adalah kegiatan yang dilakukan untuk membantu mengatasi masalah psikologis yang berfokus pada aktivitas preventif dan pengembangan potensi positif yang dimiliki dengan menggunakan prosedur berdasar teori yang relevan.

Istilah untuk subyek yang menjalani layanan konseling psikologi adalah klien. Orang yang menjalankan konseling psikologi disebut konselor.

Konseling psikologi dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah:
  • Pendidikan
  • Perkembangan manusia 
  • Pekerjaan baik secara individual maupun kelompok.

2. Definisi terapi psikologi
Terapi psikologi adalah kegiatan yang dilakukan untuk penyembuhan dari gangguan psikologis atau masalah kepribadian dengan menggunakan prosedur baku berdasar teori yang relevan dengan ilmu psikoterapi.

Istilah untuk subyek yang menjalani layanan terapi psikologi adalah klien. Orang yang menjalankan terapi psikologi disebut psikoterapis.

Terapi psikologi disebut Psikoterapi.

Terapi psikologi dapat dilakukan secara:
  1. Individual
  2. Kelompok. 

Pasal 72: Kualifikasi Konselor dan Psikoterapis

Bab ini menjelaskab perihal kualifikasi konselor dan psikoterapis.. adapu kualifikasi yang diperlukan seorang konselor adalah:
  • Memiliki kualifikasi dan kompetensi untuk menjadi konselor 
  • Mengutamakan dasar dasar professional 
  • Memberikan layanan konseling bagi semua yang membutuhkan 
  • Mampu bertanggung jawab menghindari dampak buruk 

Adapun yang dimaksud dengan sikap professional adalah:
  • Mengandalkan pengetahuan yang bersifat ilmiah
  • Bertanggung jawab dalam pelaksanaan
  • Selalu berusaha Meningkatkan derajat kompetensinya dalam menjalani praktek

Pasal 73: Informed Consent dalam Psikologi Terapi

Pasal 73 membahas hal terkait informed consent dalam terapi psikologi antara lain:

1. Kewajiban menyampaikan infomer consent
Konselor/Psikoterapis wajib menghargai hak pengguna layanan psikologi untuk melibatkan diri atau tidak melibatkan diri dalam proses konseling psikologi/psikoterapi sesuai dengan azas kesediaan. Oleh karena itu sebelum konseling/psikoterapi dilaksanakan, konselor/psikoterapis perlu mendapatkan persetujuan tertulis (Informed Consent) dari orang yang men-jalani layanan psikologis. Persetujuan tertulis ditandatangani oleh klien setelah mendapatkan informasi yang perlu diketahui terlebih dahulu.

2. Kondisi yang harus dipenuhi bagi klien yang akan mengisi nformed consent
Isi dari Informed Consent dapat bervariasi tergantung pada jenis tindakan konseling psikologi atau terapi psikologi yang akan dilaksanakan, tetapi secara umum menun-jukkan bahwa orang yang menjalani yang akan menandatangani Informed Consent tersebut memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. Mempunyai kemampuan untuk menyatakan persetujuan.
  2. Telah diberikan informasi yang signifikan mengenai konseling
  3. Persetujuan dinyatakan secara bebas tidak dipengaruhi orang sekitar

3. Hal yang perlu diinformasikan sebelum menjalani konseling

Informed Consent didokumentasikan sesuai prosedur yang tetap. Hal-hal yang perlu diinfor-masikan sebelum persetujuan konseling/terapi ditandatangani oleh orang yang akan menjalani Konseling Psikologi/Psikoterapi adalah sebagai berikut:
  1. Proses Konseling Psikologi/Psikoterapi, 
  2. Tujuan yang akan dicapai,
  3. Biaya, 
  4. Keterlibatan pihak ketiga jika diperlukan, 
  5. Batasan kerahasiaan, 
  6. Memberi kesempatan pada orang yang akan menjalani Konseling/Terapi untuk mendiskusikannya sejak awal

4. Penjelasan mengenai sifat dari konseling atau terapi
Hal-hal yang berkaitan dengan sifat konseling psikologi/psikoterapi seperti kemungkinan ada-nya sifat tertentu yang dapat berkembang dari proses konseling atau terapi, risiko yang potensial muncul, psikoterapi lain sebagai alter-natif dan kerelaan untuk berpartisipasi dalam proses konseling psikologi/psikoterapi.

5. Memberikan informasi dalam informed consent jika konselor masih dalam pelatihan
Jika Konselor/Terapis masih dalam pelatihan dan dibawah supervisi, hal ini perlu diberitahukan kepada orang yang akan menjalani konseling dan hal ini harus menjadi bagian dari prosedur informed consent.

Pasal 74: Memberikan Konseling dan Terapi untuk Keluarga dan Pasangan

Ketika psikolog memberikan jasa konseling psiko-logi/psikoterapi pada beberapa orang yang memiliki hubungan keluarga atau pasangan (misal: suami istri, significant others, atau orangtua dan anak) maka perlu diperhatikan beberapa prinsip dan klarifikasi mengenai hal-hal sebagai berikut:

a) Menetukan peran yang jelas dari awal
Siapa yang menjadi pengguna layanan psikologi tersebut, peran dan hubungan psikolog bagi masing-masing orang yang terlibat dan/atau dilibatkan dalam proses terapi.

b) Ketentuan penggunaan dan informasi yang diperoleh bagi setiap orang yang terlibat
Kemungkinan penggunaan layanan dan informasi yang diperoleh dari masing-masing orang atau keluarga yang terlibat dalam proses terapi dengan memperhatikan azas kerahasiaan. (lihat Bab V buku kode etik ini tentang Kerahasiaan).

c) Menghindari hubungan yang majemuk jika memberikan dampak buruk
Jika secara jelas psikolog harus bertindak dalam peran yang bertentangan (misal sebagai terapis keluarga dan kemudian menjadi saksi untuk salah satu pihak dalam kasus perceraian), psikolog perlu mengambil langkah dalam menjelaskan atau memodifikasi, atau menarik diri dari peran-peran yang ada secara tepat. (lihat pasal 16 tentang Hubungan Majemuk dan pasal 60 tentang Peran Majemuk dalam Forensik buku Kode Etik ini).

Pasal 75: Konseling Kelompok dan Terapi Kelompok

Psikolog memberikan konseling psikologi/psikoterapi pada beberapa orang dalam satu kelompok, psikolog harus mempertimbangkan beberapa hal:
  • Kondisi klien dalam kaitannya dengan konseling/
  • Jenis terapi kelompok yang akan dilaksanakan
  • Menjelaskan peran dan tanggungjawab semua pihak serta batas kerahasiaannya.

Pasal 76: Pemberian Konseling / Psikoterapi Bagi yang Pernah Mendapatkan Konseling / Terapi Sebelumnya

Psikolog saat memutuskan untuk menawarkan atau memberikan layanan kepada orang yang akan menjalani konseling psikologi/psikoterapi yang sudah pernah mendapatkan konseling psikologi/psikoterapi dari sejawat psikolog lain, harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a) Menghindari potensi adanya konflik dengan terapi terdahulu
Psikolog tersebut perlu berhati-hati dalam mempertimbangkan keberpihakan kepada kesejahteraan orang yang menjalani proses konseling/psikoterapi serta menghindari potensi konflik dengan psikolog yang sebelumnya telah memberikan layanan yang sama.

b) Mendiskusikan konseling yang dijalani dengan orang lain yang mewakili klien untuk menghindari kebingungan
Psikolog perlu mendiskusikan isu perawatan atau konseling psikologi /psikoterapi dan kesejahteraan orang yang menjalani kon-seling psikologi/psikoterapi dengan pihak lain yang mewakili orang yang menjalani konseling psikologi/psikoterapi tersebut dalam rangka meminimalkan risiko kebi-ngungan dan konflik.

c) Mendiskusikan dengan psikolog yang memberikan terapi sebelumnya
Jika memungkinkan, psikolog mengkomu-nikasikan kepada psikolog pemberi layanan praktik sebelumnya kemudian melanjutkan secara hati-hati serta peka pada isu-isu terapeutik.

Pasal 77: Pemberian Konseling Psikologi Kepada Mereka yang Pernah Terlibat Hubungan Seksual

  • Psikolog tidak terlibat keintiman/keakraban seksual dengan orang yang sedang menjalani pelayanan konseling psikologi/psikoterapi. 
  • Psikolog tidak terlibat dalam keintiman sek-sual dengan orang yang diketahui memiliki hubungan saudara, keluarga atau significant others dari orang yang akan diberi konseling psikologi/psikoterapi dan psikolog juga tidak diperkenankan mengakhiri konseling psikologi/psikoterapi untuk alasan agar dapat terlibat dalam keintiman/keakraban dengan keluarga dan/atau orang-orang signifikan lainnya.
  • Psikolog tidak menerima dan/atau memberikan konseling psikologi/psikoterapi bagi orang yang pernah terlibat keintiman/keakraban seksual dengannya. 
  • Psikolog tidak terlibat keintiman/keakraban seksual dengan mantan orang yang pernah diberi konseling psikologi/psikoterapi. Seti-daknya 2 (dua) tahun dari penghentian dan atau pengakhiran konseling psikologi/psiko-terapi kecuali dalam situasi yang sangat tidak lazim.

Ketidaklaziman tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan sebagai hal yang tidak bersifat eksploitasi terhadap faktor-faktor yang relevan, termasuk hal-hal sebagai berikut:
  1. Sejumlah waktu telah berlalu sejak peng-hentian atau pengakhiran terapi
  2. Sifat, jangka waktu dan intensitas terapi.
  3. Situasi kondisi penghentian atau peng-akhiran.
  4. Riwayat pribadi orang yang menjalani terapi.•
  5. Status mental klien pada saat ini.
  6. Kemungkinan yang lebih buruk pada klien.
  7. Adanya kecerobohan pernyataan atau tindakan psikolog selama berjalannya terapi yang mengundang kemungkinan ter-jadinya hubungan romantik atau seksual dengan orang yang sedang menjalani terapi. 

Pasal 78: Penjelasan Singkat/Debriefing Setelah Menjalani Terapi

1. Tujuan debriefing
Psikolog memberikan penjelasan singkat segera setelah selesai pemberian konseling/terapi, da-lam bahasa yang sederhana dan istilah-istilah yang dipahami masyarakat, agar klien mem-peroleh informasi yang tepat tentang sifat, hasil, dan kesimpulan konseling/terapi.

2. Psikolog mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengurangi risiko atau bahaya jika dilakukan penundaan atau penahanan informasi tersebut.

3. Pengecualian debriefing
Debriefing dalam konseling psikologi/terapi dapat ditiadakan jika pada saat awal layanan telah dilakukan penjelasan tentang sifat dan kemungkinan hasil, sehingga Psikolog dapat mengambil langkah tepat untuk meluruskan persepsi atau konsepsi keliru yang mungkin dimiliki klien.

4. Meminimalkan dampak buruk
Jika Psikolog menemukan bahwa prosedur konseling/terapi telah memberikan dampak yang negatif pada klien; Psikolog mengambil langkah tepat untuk meminimalkan dampak tersebut.

Pasal 79: Penghentian Sementara Konseling Psikologi / Psikoterapi

Psikolog saat menyepakati kontrak terapi dengan orang yang menjalani pemeriksaan psikologi se-hingga terjadi hubungan profesional yang ber-sifat terapeutik, maka psikolog tersebut senantiasa berusaha menyiapkan langkah-langkah demi ke-sejahteraan orang yang menjalani terapi termasuk apabila terjadi hal-hal yang terpaksa mengakibatkan terjadinya penghentian terapi dan/atau pengalihan kepada sejawat psikolog lain sebagai rujukan. (lihat pasal 22 buku Kode Etik ini tentang Pengalihan dan Penghentian Layanan Psikologi).

Pasal 80: Penghentian Konseling Psikologi

1. Menghentikan terapi bagi yang sudah tidak memerlukannya
Psikolog wajib mengakhiri konseling psikologi/psikoterapi ketika orang yang menjalani terapi sangat jelas sudah tidak membutuhkan lagi dan/atau tidak memperoleh keuntungan lagi dari terapi tersebut dan/atau bahkan akan dirugikan jika terapi tetap berlangsung.

2. Mengakhiri terapi jika membahayakan klien
Psikolog dapat mengakhiri konseling psikologi/psikoterapi jika mengancam dan/atau mem-bahayakan bagi orang yang menjalani konse-ling psikologi/psikoterapi dan/atau orang lain yang memiliki hubungan dengan orang yang menjalani konseling psikologi/psikoterapi.

3. Memberikan saran untuk alternative terapi sebelum mengakhiri terapi
Sebelum pengakhiran pemberian konseling psikologi/psikoterapi, Psikolog memberikan konseling pendahuluan dan/atau menyarankan pemberi layanan alternatif lainnya yang sesuai kebutuhan orang yang menjalani terapi, kecuali jika kondisi ini tidak memungkinkan

Kesimpulan

Bab ini menjelaskan tentang konseling dan psikoterapi. Dalam bab ini dijelaskanketentuan terkait informed consent yang harus diberikan dalam terapi, penjelasan mengahiri terapi jika terjadi hubunga majemuk yang memberikan dampak buruk, penjelasan mengenai penghentian sementara dan penghentian terapi yang permanen.


Posting Komentar untuk "Konseling Psikologi dan Terapi Psikologi dalam Kode Etik Psikologi"