Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Memahami Kompetensi Seorang Psikolog dan Ilmuan Psikologi

Memahami Kompetensi Seorang Psikolog Dan Ilmuan Psikologi - Artikel ini akan membahas tentang ruang lingkup kompetensi, peningkatan kompetensi, dasar-dasar pengetahuan ilmiah dan sikap profesional, pendelegasian pekerjaan pada orang lain, masalah dan konflik personal,dan pemberian layanan psikologi.

Pasal 7 : Ruang Lingkup Kompetensi

1. Ilmuwan Psikologi memberikan layanan dalam bentuk mengajar, melakukan penelitian dan/atau intervensi sosial dalam area sebatas kom-petensinya, berdasarkan pendidikan, pelatihan atau pengalamansesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.

2. Psikolog dapat memberikan layanan seba-gaimana yang dilakukan oleh Ilmuwan Psikologi serta secara khusus dapat melakukan praktik psikologi terutama yang berkaitan dengan asesmen dan intervensiyang ditetapkan setelah memperoleh ijin praktik sebatas kompetensi yang berdasarkan pendidikan, pelatihan, pengalaman terbimbing, konsultasi, telaah dan/atau pengalaman profesional sesuai dengankaidah-kaidah ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.

3. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam menangani berbagai isu atau cakupan kasus-kasus khusus, misalnya terkait penanganan HIV/AIDS, kekerasan berbasis gender, orientasi seksual,ketidakmampuan (berkebutuhan khu-sus), atau yang terkait dengan kekhususan ras, suku, budaya, asli kebangsaan, agama, ba-hasa atau kelompok marginal, penting untuk mengupayakan penambahanpengetahuan dan ketrampilan melalui berbagai cara seperti pelatihan, pendidikan khusus, konsultasi atau supervisi terbimbing untuk memastikan kom-petensi dalam memberikan pelayanan jasa dan/ataupraktik psikologi yang dilakukan kecuali dalam situasi darurat sesuai dengan pasal yang membahas tentang itu.

4. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi perlu menyiapkan langkah-langkah yang dapat di-pertanggungjawabkan dalam area-area yang belum memiliki standar baku penanganan, guna melindungi penggunajasa layanan psikologi serta pihak lain yang terkait.

5. Dalam menjalankan peran forensik, selain memiliki kompetensi psikologi sebagaimana tersebut di atas, Psikolog perlu memahami hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya hukum pidana, sehubungandengan kasus yang ditangani dan peran yang dijalankan.

Memahami Kompetensi Seorang Psikolog Dan Ilmuan Psikologi_
image source: www.uws.edu.au
baca juga: Pedoman Umum Kode Etik Psikologi di Indonesia

Pasal 8 : Peningkatan Kompetensi

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib melaksanakan upaya-upaya yang berkesinambungan guna mempertahankan dan meningkatkan kompetensi mereka.

Pasal 9 : Dasar-Dasar Pengetahuan Ilmiah dan Sikap Profesional

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam pengambilan keputusan harus berdasar pada pengetahuan ilmiah dan sikap profesional yang sudah teruji dan diterima secara luas atau universal dalam disiplin Blog Psikologi.

Pasal 10 : Pendelegasian Pekerjaan Pada Orang Lain

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang mendelegasikan pekerjaan pada asisten, mahasiswa, mahasiswa yang disupervisi, asisten penelitian, asisten pengajaran, atau kepada jasa orang lain seperti penterjemah; perlu mengambil langkah-langkah yang tepat untuk:
  • menghindari pendelegasian kerja tersebut kepada orang yang memiliki hubungan ganda dengan yang diberikan layanan psikologi, yang mungkin akan mengarah pada eksploitasi atau hilangnya objektivitas.
  • memberikan wewenang hanya untuk tanggung jawab di mana orang yang diberikan pendelegasian dapat diharapkan melakukan secara kompeten atas dasar pendidikan, pelatihan atau pengalaman, baik secara independen, atau dengan pemberian supervisi hingga level tertentu; dan
  • memastikan bahwa orang tersebut melaksanakan layanan psikologi secara kompeten.

Pasal 11 : Masalah dan Konflik Personal

(1) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menyadari bahwa masalah dan konflik pribadi mereka akan dapat mempengaruhi efektifitas kerja. Dalam hal ini Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi mampu menahan diri dari tindakan yang dapat merugikan pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak lain, sebagai akibat dari masalah dan/atau konflik pribadi tersebut.

(2) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi berkewajiban untuk waspada terhadap tanda-tanda adanya masalah dan konflik pribadi, bila hal ini terjadi sesegera mungkin mencari bantuan atau melakukan konsultasi profesional untuk dapat kembali menjalankan pekerjaannya se-cara profesional. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus menentukan akan membatasi, menangguhkan, atau menghentikan kewajiban layanan psikologi tersebut.

Pasal 12 : Pemberian Layanan Psikologi dalam Keadaan Darurat

(1) Keadaan darurat adalah suatu kondisi di mana layanan kesehatan mental dan/atau psikologi secara mendesak dibutuhkan tetapi tidak tersedia tenaga Psikolog dan/atau Ilmu-wan Psikologi yang memiliki kompetensi untuk memberikan layanan psikologi yang dibutuhkan.

(2) Dalam kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kebutuhan yang ada tetap harus dilayani. Karenanya Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang belum memiliki kompetensi dalam bidang tersebut dapat memberikan layanan psikologi untuk memastikan bahwa kebutuhan layanan psikologi tersebut tidak ditolak.

(3) Selama memberikan layanan psikologi dalam keadan darurat, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang belum memiliki kompetensi yang dibutuhkan perlu segera mencari psi-kolog yang kompeten untuk mensupervisi atau melanjutkan pemberian layanan psikologi tersebut.

(4) Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang lebih kompeten telah tersedia atau kondisi darurat telah selesai, maka pemberian layanan psikologi tersebut harus dialihkan kepada yang lebih kompeten atau dihentikan segera.

Contoh Kasus

Sebut saja namanya bapak L, ia lulusan S2 magister sains dalam bidang psikologi. Setelah beberapa bulan dari kelulusannya ia direkrut menjadi dosen di sebuah Sekolah Tinggi di salah satu lembagapendidikan di tempat tinggalnya. Satu hari ia diminta oleh pihak pengelola SMA swasta di daerahnya untuk melakukan tes psikologi yang bertujuan untuk melihat kemampuan minat dan bakat penjurusan kelasIII (IPA, IPS dan Bahasa).

Masyarakat setempat terutama pihak sekolah SMA tersebut selama ini memang tidak mengetahui secara pasti mengenai program study yang ditempuh L apakah ia mengambil magister profesi ataumagister sains begitu juga dengan perbedaan ranah keduanya, mereka hanya mengetahui kalau L sudah menempuh pendidikan tinggi S2 psikologi.

Mendapat tawaran untuk melakukan pengetesan semacam itu, tanpa pkir panjang L langsung menerima dan melakukan tes psikologi serta mengumumkan hasil tes kepada pihak sekolah tentang siapasaja siswa yang bisa masuk di kelas IPA, IPS dan bahasa.
L melakukan tes psikologi tersebut ternyata tidak sendirian, ia bekerja sama dengan M (pr) yang memang seorang psikolog. Mereka berteman akrab sejak seperguruan waktu dulu mereka menempuhS2 hanya saja M adalah adik tingkat L dan dulu sempat terjalin hubungan dekat antara keduanya sehingga M merasa sungkan jika menolak kerja sama dengan L. Anehnya M menerima ajakan kerja sama Ldengan senang hati dan tidak mempermasalahkan apapun yang berhubungan ranah psikologi yang semestinya meskipun pada sebenarnya ia sendiri sudah paham bahwa L tidak boleh melakukan hal tersebut.Antara keduanya memang terjalin kerja sama akan tetapi yang memegang peranan utama dalam tes psikologi tersebut adalah L, sedangkan M sebagai psikolog sendiri hanya sebatas pendamping L mulai daripemberian tes sampai pada penyampaian data dan hasil asesmen.

Analisis Kasus

Tindakan L sudah jelas menyalahi kode etik psikologi, karena ia sebagai Magister Sains (Ilmuwan Psikologi) bukan sebagai Magister Psikologi (Psikolog), tugasnya hanya sebatas pengadministrasianasesmen bukan sebagai penyelenggara asesmen seperti dalam kasus di atas yang mana ia telah melakukan tes psikologi dengan menggunakan alat tes dan memberikan hasil asesmen meskipun hasil kerjasama dengan Psikolog, sehingga tindakan keduanya (L & M) tersebut merupakan penyalahgunaan di bidang psikologi terutama bagi L sendiri.

Semestinya L memberitahu pada pihak sekolah tentang batasan kompetensinya dan memberi pemahaman bahwa ia tidak berwenang melakukan tes psikolgi dan ia bisa juga langsung mengalihkantawaran tersebut kepada teman akrabnya yaitu Psikolog M.
Semestinya juga sebagai seorang yang profesional dalam psikologi, M bisa memberikan pengarahan dan pengertian pada L kalau sebetulnya ia tidak boleh melakukan tes psikologi tapi karena Mmerasa sungka pada L sehingga ia hanya bisa menerima ajakan L untuk membantu dan membiarkan ia tetap melaksanakan tes psikologi sampai selesai penyampaian data asesmen.

Daftar Pustaka
  1. HIMPSI. (2010). Kode etik psikologi Indonesia. Surakarta : Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indonesia.

Posting Komentar untuk "Memahami Kompetensi Seorang Psikolog dan Ilmuan Psikologi"